HEAR: Visi Hidup Saya per Tahun Anjing 2018

Sebagai insan jurnalistik tulen yang semangat semantiknya sudah merasuk hingga ke sumsum tulang, saya dikenal sebagai orang yang gemar mengutak-atik kata demi tercapainya keserasian kata yang menggambarkan sesuatu hal. Di dunia periklanan, ini disebut sebagai Copywriting. Tapi saya merasa bahwa saya bukanlah orang yang benar-benar ada chemistry di dunia periklanan yang serba gaul, glamour dan dinamis. Saya tetaplah merasa sebagai seorang insan jurnalistik. Hingga di KTP, SIM dan semua data jatidiri pun, saya menuliskan profesi saya sebagai Wartawan.

Memasuki tahun 2018, saya menghadapinya dengan beribu kegalauan. Oh ya tentu saja saya bersyukur pada Tuhan, karena telah menyertai saya, keluarga, keluarga besar dan kawan-kawan saya sepanjang 2017 kemarin; dan memberikan kita semua kesehatan yang baik, damai sejahtera bagi negara ini, dan perlindungan dari segala yang jahat, segala gangguan dan segala marabahaya. Saya sepenuhnya mensyukuri semua nikmat Tuhan tersebut.

Namun sayangnya, dalam hal pekerjaan & penghasilan, saya sedang tidak terlalu beruntung sepanjang 2017 kemarin. Sebenarnya saya agak malas sih bercerita detailnya. Tapi uniknya, ketidakberuntungan saya dalam hal pekerjaan tersebut, justru membuat saya aktif di jejaring sosial bernama Linked In. Saya sebenarnya sudah agak lama memiliki akun Linked In, tapi selama ini pasif saja. Nah, saya baru aktif menjelang akhir 2017, justru di saat saya banyak menikmati jeda waktu sehubungan dengan belum stabilnya pekerjaan saya.

Dari keaktifan saya di Linked In itu, saya mendapati bahwa saya bisa berbuat banyak hal bagi banyak orang, lewat keahlian lama saya yang sudah sangat saya kuasai: Jurnalistik!

Saya termasuk bangga dengan pencapaian saya di dunia jurnalistik dan media. Setelah sekitar lebih dari 10 tahun pernah secara formal berkarir di dunia media, saya telah mencapai lebih dari 10.000 jam sebagai insan jurnalistik. Saya bangga karena pernah secara formal 2x menjabat sebagai Editor-in-Chief (Pemimpin Redaksi - setara Direktur), pernah 2x menjabat sebagai Managing Editor (Redaktur Pelaksana - setara Manager) yang berangkat dari Kontributor Ahli, dan pernah 1x menjadi Co-Founder. Pernah juga mengomandani konten website otomotif & fotografi.

Untuk seorang yang pendidikannya gak mentereng dan kelancaran Bahasa Inggrisnya kadang masih harus dibantu dengan "bahasa tubuh", saya melihat pencapaian itu adalah luar biasa bagi saya.


Saya gak pernah bermaksud menyombongkan kejayaan masa lalu saya. Buat apa juga kan, gak ada gunanya. Intinya adalah bahwa saya memang seorang insan jurnalistik at heart. Darah saya adalah darah jurnalistik, dan ini lebih kental daripada darah saya di fotografi (yangmana saya berani mengklaim telah mencapai 10.000 jam juga di dalamnya, karena saya melakukannya sejak kelas 2 SMP tahun 1992). Tapi dalam berbagai kesempatan saya selalu katakan, bahwa saya lebih bangga disebut sebagai insan jurnalistik ketimbang sebagai fotografer; betapapun saya dapat melakukan kedua hal tersebut dengan sama baiknya.

Singkat kata, balik lagi ke Linked In... kegelisahan utama saya adalah karena orang-orang menganggap Linked In hanya sebagai sarana untuk mencari kerja saja. Ini saya rasa kurang tepat. Karena itu saya merasa "terpanggil" untuk mengubah cara berpikir ini, dan menjadikan Linked In sebagai titik awal gerakan perubahan pola pikir tersebut. Apalagi pas saya sedang mengalami jeda karir, saya pikir ini adalah kesempatan yang nothing to lose untuk dicoba.

Selain itu ada sejumlah masalah sosial di dunia karir, korporasi, bisnis dan ketenagakerjaan; yang ingin saya uraikan agar tidak terlalu kusut & tumpang-tindih; demi pengertian yang lebih baik lagi bagi para warga Linked In dalam berjalan di dunia-dunia tersebut.

Dan ternyata... sambutan kawan-kawan Linked In pun sangat sangat positif terhadap apa yang saya lakukan. Sambutan ini belum pernah saya alami sebelumnya di Facebook maupun Instagram. Hingga pada akhirnya saya bisa melihat dengan jelas, bahwa media sosial "rumah" saya yang paling nyaman adalah justru Linked In. Tentu saja saya paham bahwa Instagram lebih nyaman untuk hal-hal fotografis dan personal. Tapi dengan karakter saya sebagai insan jurnalistik, Linked In telah menjadi "mainan" sekaligus "senjata" saya untuk menebarkan hal-hal baik yang telah saya kemas dengan baik dalam teknik-teknik storytelling berkualitas tinggi.

Dari keaktifan luar biasa itu, koneksi saya tumbuh dengan pesat secara eksponensial, dan demikian juga dengan semakin derasnya berbagai masalah orang lain yang harus saya bantu tangani lewat metode tekstual.

Dalam proses-proses inilah saya kemudian menemukan jatidiri saya yang - boleh dikatakan - baru... dan saya ingin menuangkan itu ke dalam akronim yang mudah diingat siapapun juga, dan yang bisa secara komplit menggambarkan apa yang sedang saya lakukan dan apa yang ingin saya capai ke depannya.

Akronim itu adalah HEAR. Kata "hear" merupakan Bahasa Inggris yang artinya "mendengar". Nah, lalu kenapa memilih kata HEAR, bukan LISTEN. Sederhana saja. Saya tidak suka akronim singkatan yang lebih dari empat huruf, karena terlalu panjang, ha ha ha...

Tentu saja makna "listen" lebih positif, karena artinya adalah "mendengarkan", bukan sekedar "mendengar" di kata "hear". Tapi jangan salah... proses Listen, Understand hingga Comprehend; baru dapat dicapai setelah pertama-tamanya kita Hear terlebih dahulu.

Hear adalah proses inderawi, lewat telinga. Tanpa Hear terlebih dahulu, kita tidak mungkin Listen dan seterusnya... Listen itu sendiri adalah proses rasio yang melibatkan pikiran. Setelah itu kita Understand dan Comprehend, itu adalah proses yang melibatkan akal sehat, nurani dan berbagai komponen manusiawi lainnya.

Maka dengan mantap saya deklarasikan HEAR sebagai visi hidup saya sejak memasuki Tahun Anjing 2018 dan seterusnya. Apa sajakah kepanjangan dari HEAR tersebut?

H adalah Help, yang artinya "menolong".

Di masa lalu, saya termasuk orang yang percaya bahwa kita baru bisa efektif menolong orang lain, hanya jika kita telah kuat & berdaya terlebih dahulu. Kuat secara mental, finansial, pekerjaan, dan banyak hal-hal lainnya. Sebenarnya ini logis saja dan masuk akal, karena kebenarannya memang demikian. Jika kita punya kekuatan finansial yang baik, kita bisa lebih leluasa menolong orang lain yang membutuhkannya. Contoh pribadi yang telah sukses menjalankan pemikiran ini adalah Bill Gates. Setelah dia menjadi orang tajir melilit di seluruh dunia, dia bisa membantu banyak orang di negara lain untuk keluar dari kelaparan, pengungsian, dan banyak hal-hal mulia lainnya.

Namun semakin hari saya semakin menyadari, bahwa sesungguhnya kita semua tidak perlu harus sampai dahulu ke tahap itu, baru bisa menolong orang. Kenyataannya, jenis pertolongan yang dibutuhkan oleh tiap orang adalah berbeda satu sama lainnya. Jadi saya bisa semakin menghayati, bahwa dalam kondisi berkekurangan pun, kita masih tetap bisa menolong orang lain. Contoh pribadi yang sukses berada di paradigma ini adalah Bunda Teresa, aktivis-aktivis kemanusiaan, dan banyak pribadi mulia lainnya.

Inilah yang saya lakukan selama ini. Bahkan di periode karir saya yang suram sekalipun, saya bisa membantu kawan-kawan lainnya mencapai apapun yang bisa mereka capai melalui kelebihan & potensi dirinya. Mungkin Tuhan mengirimkan saya ke kondisi ini, agar saya dapat semakin memahami misi & panggilan hidup saya, bahkan di saat paling susah sekalipun.

Di era media sosial ini, menolong orang lain bahkan dapat kita lakukan dengan lebih mudah & efektif. Maka dari itu, kapanpun kita dapat menolong orang lain, dengan segala keterbatasan kita.

E adalah Elevate, yang artinya "meningkatkan".

Setelah kita menolong banyak orang, seharusnya kita tidak kesulitan untuk meningkatkan apapun yang dapat ditingkatkan dari orang-orang lain di sekitar kita; dengan segala keterbatasan kita. Jika kita telah menikmati sejumlah keberuntungan, kita dapat lebih mudah meningkatkan banyak hal dalam diri orang lain di sekitar kita. Namun ketika kita sedang berkekurangan pun, sesungguhnya kita masih bisa melakukan berbagai upaya peningkatan sejumlah hal dalam diri orang lain.

Apa yang saya lakukan lewat Linked In adalah juga untuk meningkatkan sejumlah hal dalam diri orang lain, salah satunya adalah peningkatan pengetahuan, peningkatan kualitas komunikasi, peningkatan kesempatan karir, peningkatan kualitas hubungan antar-manusia, peningkatan kemandirian mental, dan sejumlah peningkatan-peningkatan lainnya.

Melalui pengetahuan & keahlian jurnalistik saya, hal ini menjadi sangat memungkinkan untuk saya lakukan bahkan di tengah keterbatasan yang sedang saya alami.

Jika posisi kita sedang di atas, kita bisa menarik tangan orang lain untuk naik bersama kita. Jika posisi kita sedang sejajar dengan orang lain, kita bisa mengajaknya baik bersama. Jika kita sedang di bawah, kita bisa berusaha mendorong orang lain untuk naik, tentunya dengan kembali melihat apa saja yang sanggup kita lakukan di posisi tersebut.

Prinsipnya sama: meningkatkan apapun yang dapat ditingkatkan dalam diri orang lain.

A adalah Amplify, atau "memperkuat".

Pernahkan kita mendengar kata Amplifier? Biasanya itu digunakan di dunia tata-suara, dan berfungsi sebagai penguat sinyal suara yang kemudian dipancarkan lewat pengeras suara. Dalam pengertian umum pun, artinya sama. "To amplify" artinya memperkuat apa yang sebelumnya tidak terlalu kuat.

Pengertian "amplify" secara sinonim lainnya adalah memperbesar, menghebatkan, memperkuat intensitas, menambah jauh, dan ekspansi.

Seluruh upaya kita untuk menolong orang lain dan meningkatkan taraf hidup orang lain, seharusnya diperkuat & diperluas jangkauannya. Di era teknologi ini, hal ini menjadi mudah untuk dilakukan. Sehingga hal-hal baik yang kita lakukan, bisa juga dinikmati pengaruhnya oleh orang-orang yang jauh dari kita secara fisik atau secara geografis.

R adalah Resonate, atau "menciptakan signifikansi".

Resonate merupakan sebuah istilah Bahasa Inggris yang aslinya berasal dari dunia tata-suara.

Dari definisi Bahasa Inggris, Resonate diartikan sebagai: to continue to produce a loud, clear and deep sound for a long time.

Sedangkan interpretasi Resonate dalam Bahasa Inggris adalah: to have particular meaning or importance for someone, or to affect or appeal to someone in a personal or emotional way.

Nah, interpretasi inilah yang merupakan arti terdalam dari kata Resonate, dalam hubungannya dengan apa yang selama ini saya lakukan, baik di dunia nyata maupun di Linked In.

Saya selalu ingin agar apa yang saya lakukan bagi orang lain, bisa merasuk ke dalam benak atau jiwa banyak orang. Saya selalu ingin agar apa yang saya lakukan bagi orang lain, dapat dirasakan dampaknya oleh orang lain.

Di dalam pengertian Resonate inilah, terletak fondasi bagi filosofi One Man Can Make a Difference. Satu orang bisa membuat perbedaan, tentunya jika apa yang dilakukannya beresonansi di dalam benak & jiwa banyak orang, dalam waktu panjang.

Dan satu keindahan dari resonansi adalah... dia bisa menular. Ketika kita melakukan hal baik dan beresonansi di hati & pikiran banyak orang, itu akan diikuti dengan tindakan yang sama dalam diri orang lain juga, untuk beresonansi bagi orang lain. Jika ada yang mengatakan bahwa pengaruh buruk menular, maka pengaruh baik pun demikian. Bisa sepenuhnya menular.

HEAR. Help - Elevate - Amplify - Resonate. Inilah visi hidup paling jernih & pijakan terbaik saya sejak 2018 dan seterusnya; dalam menghadapi tantangan hidup & bermasyarakat yang semakin berat, namun juga semakin membuka banyak peluang untuk menjadi signifikan bagi hidup banyak orang.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

2 Responses to "HEAR: Visi Hidup Saya per Tahun Anjing 2018"

Mr Slam said...

ahhh. saya mau belajar kendirimu pak tentang jurnalistik. bolehkah?
~P|S

Peter Febian said...

Halowww Uncle Slam, ketemu lagi deh di sini, hehehe... Anyway, saya belom sempet mampir ke blog Uncle Slam neh, nanti segera saya sempetin ya...

Mareee Uncle, kita saling belajar. Saya juga pengen banyak belajar soal Organizational Development dari Uncle Slam... :D

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel