Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 5: Pengalaman)

Pengalaman adalah guru yang paling berharga. Tentunya kita semua sudah tidak asing lagi dengan adagium ini. Tapi... masalahnya... pengalaman seperti apakah yang bisa menjadi guru terbaik bagi perjalanan hidup kita? Tentu saja pengalaman buruk maupun pengalaman baik bisa menjadi guru terbaik bagi kita, tapi pengalaman buruk seperti apa dan pengalaman baik seperti apa yang sebaiknya kita alami, mungkin secara sengaja?

Repetisi Teks Bag. 3 & Bag. 4: Sebagai manusia yang masih harus mengusahakan sesuatu agar bertahan hidup, manusia harus memiliki kompetensi akan suatu hal. Bahkan misalnya suku paling primitif sekalipun, orang-orang di dalam kelompoknya pasti memiliki kompetensi masing-masing yang dapat digunakan untuk saling menopang peradaban suku primitif tersebut.


Misalnya suku Indian. Para lelaki di suku Indian punya spesialisasi masing-masing, bahkan sampai ada julukan untuk keahlian khusus tersebut. Misalnya, julukan Pathfinder sebagai spesialis pencari jejak binatang buruan. Demikian juga di suku primitif lainnya. Ada yang spesialis berburu dengan panah, ada yang mahir berburu di sungai atau lautan; dan masih banyak contoh lainnya.


B. KOMPETENSI
Realitas ini tidak berubah ketika kita membicarakan masyarakat modern dengan segudang kemajuan teknologi yang menopang peradabannya. Justru dengan semakin kompleksnya peradaban dan teknologi yang terlibat, maka semakin banyak spesialisasi atau ragam kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menopang dan memajukan peradaban tersebut.

Karena itulah dalam artikel ini kita membicarakan perihal KOMPETENSI. Karena agar hidup kita signifikan bagi orang lain, kita harus memiliki kompetensi tertentu. Dengan kompetensi tersebut, kita bisa berkarya mencari nafkah dan memperoleh sejumlah imbalan untuk bertahan hidup dan memajukan peradaban yang kita tinggali.

Sebelum kita lebih jauh membicarakan perihal kompetensi, marilah kita lihat lagi bagan idealisasi konsep integritas secara menyeluruh terlebih dahulu.

 
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemampuan yang dimaksud bisa saja kemampuan teknis, atau kemampuan non-teknis. Secara garis besar, kemampuan tersebut haruslah dapat membuat yang bersangkutan menyelesaikan apa yang sedang dia kerjakan.

Agar seseorang dapat disebut berkompeten, yang bersangkutan harus memahami bahwa kompetensi dapat dipandang dari sudut pandang B1. PROSES dan juga sudut pandang B2. HASIL. Seperti halnya antara kerendahan hati dan akuntabilitas yang tak terpisahkan satu sama lainnya dalam menopang karakter seseorang (pembahasan di artikel bag. 1 dan bag. 2), demikian juga dengan PROSES dan HASIL yang tak terpisahkan satu sama lainnya, dalam menopang kompetensi seseorang.

Agar memudahkan kita semua, berikut ini adalah bagan yang telah saya sederhanakan lagi dari apa yang akan kita bicarakan selanjutnya.



B1. PROSES
Kehidupan ini, beserta perjalanan yang dilakukan semua orang yang hidup, adalah sebuah proses. Semua yang ada di sekitar kita merupakan hasil dari sebuah proses. Jika jaman dahulu kala masih ada dinosaurus dan ratusan jenis hewan raksasa lainnya sementara kini mereka tidak ada dan berganti dengan hewan-hewan yang lebih kecil, itu tandanya ada proses alam yang terlibat.

Hal-hal sekecil apapun dalam hidup ini, perlu berproses. Demikian juga dengan hal-hal besar, yang seringkali prosesnya lebih panjang, lebih rumit dan lebih lama.

Yang pada akhirnya membedakan antara satu proses dengan proses lainnya adalah kualitas proses tersebut, beserta dengan semua waktu & tingkat kerumitan yang harus dijalani dalam proses tersebut.

Dalam ruang lingkup pembicaraan mengenai dunia profesional, baik itu sebagai karyawan, sebagai profesional / wirausaha, sebagai pemilik bisnis ataupun sebagai investor; proses-proses yang harus dilalui seseorang melibatkan empat komponen utama, yaitu:

B1.1 KEAHLIAN / PASSION (RENJANA)
B1.2 PENGETAHUAN
B1.3 PENGALAMAN / EXPERIENCE
B1.4 SOP / STANDARD OPERATIONAL PROCHEDURE

Selesai Repetisi Teks Bag. 3
B1.1 KEAHLIAN / PASSION (RENJANA) - Telah dibahas di teks Bag. 3
B1.2 PENGETAHUAN - Telah dibahas di teks Bag. 4 


B1.3 PENGALAMAN / EXPERIENCE
Salah satu penopang wacana utama KOMPETENSI - PROSES adalah pengalaman (experience); sehingga ada peribahasa "pengalaman adalah guru yang paling berharga". Ya, itu benar adanya. Tidak perlu ada perdebatan lagi perihal kebenaran itu. Yang akan kita bahas di sini adalah pengalaman macam apa yang diperkirakan bisa menambah kualitas hidup kita.


Jawaban saya sederhana & berdasarkan logika saja. Pengalaman yang bisa menambah kualitas hidup kita, ya hanya pengalaman yang berkualitas saja. Jelas kan? Logis saja, sesederhana itu.

Pengalaman yang berkualitas, hanya bisa didapatkan di lingkungan, pergaulan atau organisasi yang berkualitas, bersama orang-orang yang juga berkualitas. Sesederhana itu.

Pengalaman apa saja yang harus kita tambah terus dalam hidup kita? Ya semua bentuk pengalaman yang berkualitas. Dari mulai pengalaman kerja, kerjalah dengan kualitas. Hilangkanlah persepsi bahwa semakin lama kita bekerja di satu perusahaan, maka semakin baiklah kualitas hidup kita secara keseluruhan. Bukan berarti yang selalu berpindah tempat kerja per enam bulan sekali lantas hidupnya berkualitas. Bukan logika itu yang ingin saya sampaikan. Tapi pendapat bahwa "lamanya waktu" mengalami sesuatu adalah sebagai indikator kualitas seseorang, merupakan fenomena masa lampau, jaman orang tua kita (sering disebut sebagai Generasi Baby Boomer). Di jaman sekarang, para HRD yang waras sudah tidak terlalu lagi mementingkan lamanya seseorang bekerja di satu tempat, melainkan PENCAPAIAN apa saja yang telah berhasil orang tersebut buat selama kurun waktu dia bekerja di tempat tersebut.

Misalnya, lagi-lagi ketika saya menjadi HRD. Saya tidak langsung "silau" dengan lamanya seseorang bekerja di sebuah perusahaan. Misalnya, 10 tahun di perusahaan A di posisi Manager. Yang selalu saya tanyakan adalah: bagaimana kondisi perusahaan A sejak pertama kalinya dia bekerja, bagaimana perjalanan dia ketika bekerja di situ, dan bagaimana kondisi terakhir perusahaan tersebut ketika dia meninggalkan perusahaan itu. Pencapaian apa saja yang telah dia raih bersama tim, apa saja yang telah dia ubah ke arah positif, tantangan seperti apa yang dihadapi ketika itu, dan sistem apa yang telah dia bangun. Terakhir, peninggalan berharga (legacy) apa saja yang dia wariskan ketika meninggalkan perusahaan tersebut.

Jadi, di jaman modern ini, orang-orang sudah mulai sadar untuk lebih menghargai kualitas pengalaman & pencapaian yang telah kita raih, betapapun singkat waktu kerjanya; ketimbang pengalaman yang tampaknya lama, tapi sebenarnya dia tidak mengubah apapun di situ dan dia tidak memetik pelajaran apapun dari situ. Jauh lebih berharga pribadi yang misalnya hanya sempat bekerja satu tahun di sebuah perusahaan, namun dalam kurun waktu itu dia bisa menaikkan tingkat penjualan, memperbaiki kultur kelompok kerja, mengubah beberapa peraturan atau prosedur yang tidak efisien, dan masih banyak kualitas kerja lainnya. Itu jauh lebih berharga daripada misalnya seorang Manager selama 20 tahun di sebuah perusahaan, tapi sejatinya hanya sedikit perubahan positif yang telah dia hasilkan dibawah kepemimpinannya.

Oleh sebab itu saya terus mendorong seseorang agar tidak terjebak kedalam "lingkaran setan" pekerjaannya, hanya karena yang bersangkutan tidak punya keahlian atau pengalaman kerja lainnya. Maksudnya begini. Kita lihat saja. Ada yang kerjanya rodi setengah mati setiap harinya, tapi hidupnya tidak berubah ke arah impiannya. Tapi ada yang kerjanya wajar, masih punya waktu untuk bersantai, tapi bisa cepat mencapai impian hidupnya. Nah, apa yang membedakan mereka?

Ada beberapa faktor. Bisa jadi ada faktor pendidikan / ijazah akademik, namun itu terbukti seringkali bukan faktor terpenting. Saya percaya (dan telah saya buktikan berkali-kali) bahwa faktor terpentingnya adalah terutama: keahlian khusus / pengalaman macam apa yang kita miliki, dan pergaulan macam apa yang kita jalani selama ini (kualitas jaringan pertemanan).

Saya punya beberapa kawan yang bekerja sebagai petugas jaga di toko elektronik yang bertempat di mal-mal. Dari pengakuan mereka sendiri, jadwal kerja mereka terbilang kejam. Nyaris tidak ada waktu untuk bergaul, bersosialiasi, berorganisasi, atau untuk pengembangan diri. Untuk mengambil kursus-kursus pun, jam kerja & sistem sif mereka tidak memungkinkan. Hidup mereka berputar-putar terus di titik yang sama. Mau mengundurkan diri, mereka tidak berani, karena mereka tidak memiliki keahlian yang lain, ijazah akademik yang tidak terlalu laku untuk "dijual" ke lapangan kerja, dan kualitas pertemanan yang tidak beranjak kemana-mana.

Saya tanyakan pada mereka, bagaimana mereka bisa bertahan dengan kondisi seperti itu. Kesemuanya sebenarnya mengeluh, dan ingin mengubah jalan hidupnya ke yang lebih baik; yangmana mereka sendiri pun sangat sadar bahwa itu semua mustahil selama mereka masih menjalankan pola kerja seberat itu di perusahaan tersebut. Tapi tetap saja mereka bertanya pada saya, bagaimana cara mereka agar jalan hidupnya bisa berubah.

Jawaban saya kurang-lebih seperti ini:

1. Setiap hari, sisihkanlah waktu sekitar 30 menit untuk mempelajari keahlian baru. Apapun itu. Bahasa Inggris kek, belajar presentasi dengan PowerPoint kek, belajar menulis kek; apapun itu. Yang jelas, keahlian baru tersebut haruslah memberikan manfaat bagi pengembangan karirnya kelak.

2. Sisihkanlah uang sedikit demi sedikit, untuk mempelajari hal-hal baru atau wacana-wacana baru. Misalnya, membeli buku-buku manajemen & kepemimpinan, buku-buku People Skill, dan masih banyak lagi buku-buku bermutu yang bisa dibeli. Kapan membacanya? Alokasikan saja dari poin 1 tadi. Uangnya dari mana? Jika selama ini kita rajin merokok, mengurangi rokok sekaligus menabung untuk membeli buku-buku terbaik, adalah kombinasi perilaku yang bisa mengubah hidup kita secara keseluruhan.

3. Setelah poin 1 dan 2 lancar kita laksanakan sebagai sebuah keteraturan, maka kita bisa lebih percaya diri untuk bergaul di situs-situs karier semacam Linked In, dan melakukan submisi ke sejumlah lowongan pekerjaan di perusahaan-perusahaan yang lebih bona fide. Misalnya di situs pencari kerja JobStreet, ada fitur yang akan mengirimkan kepada kita lowongan yang sesuai dengan harapan kita, berdasarkan variabel-variabel tertentu yang telah kita susun di situsnya. Nah, fitur ini hanya bekerja dengan optimal ketika kita secara disiplin telah menjalankan poin 1 dan poin 2.

4. Sisihkanlah waktu dan belilah kuota paket data telepon genggam, untuk menjaga komunikasi alamiah & akrab kita dengan orang-orang yang kita yakini bisa membawa perubahan dalam hidup kita. Yang saya maksudkan dengan komunikasi alamiah adalah komunikasi yang didasarkan atas kenyamanan keduabelah pihak, tulus, akrab dan tidak dibuat-buat atau canggung. Bukan komunikasi kepada orang tertentu yang kita lakukan hanya ketika kita bermaksud menawarkan mereka sesuatu. JANGAN PERNAH MEREMEHKAN kekuatan daftar nama di Phone Book / Contacts di telepon genggam kita, untuk mengubah nasib kita. Jangan selalu terpaku hanya mau bergaul dengan orang yang telah kita kenal lama sebelumnya. Selalu tambahlah pergaulan baru dengan orang-orang baru.

5. Ketika poin 1, poin 2, poin 3 dan poin 4 telah kita jalankan dengan baik, langkah terakhirnya adalah bisa dua: minta kenaikan gaji atau kenaikan jabatan di perusahaan tempat kita bekerja; atau jika tidak diberi, kita bisa mengundurkan diri dengan gagah dan kepala tegak, untuk berganti kantor di tempat yang jauh lebih baik dan jauh lebih menghargai eksistensi kita sebagai Human Capital.

Kelima poin tersebut menyiratkan beberapa hal, yaitu:
  1. Disiplin diri
  2. Konsistensi
  3. Kesediaan untuk meninggalkan zona kenyamanan
  4. Pembentukan kebiasaan baru yang lebih positif
  5. Peningkatan kepercayaan diri yang sejati & alamiah
Yangmana pada akhirnya kelima hal tersebut bermuara pada satu kesimpulan: PENGALAMAN / EXPERIENCE YANG BERKUALITAS. Karena hanya pengalaman yang berkualitas sajalah, yang bisa mengubah arah hidup kita; tentunya disamping pengetahuan dan keahlian yang kita miliki.

Pengalaman baru menambah keahlian baru dan pengetahuan baru. Keahlian baru & pengetahuan baru bisa mengantarkan kita ke pengalaman baru berikutnya. Begitu terus "lingkaran Tuhan"-nya. Janganlah kita berkutat di lingkaran setan terus, melainkan bentuklah diri kita berdasarkan poin-poin yang saya kemukakan tadi, agar kita bisa mengalami lingkaran Tuhan dalam hidup kita.

Bahkan tren yang sekarang lagi berkembang adalah perihal traveling atau bepergian ke sejumlah lokasi wisata yang jauh. Inipun terbukti bisa membawa perubahan positif bagi perkembangan jiwa dan wawasan kita. Makanya ada idiom "kurang piknik", ya karena tren ini. Apakah melakukan perjalanan wisata membutuhkan biaya? Ya jelas tentu saja membutuhkan biaya. Tapi jika kita memandang perjalanan tersebut hanya sebagai penyegaran semata, bisa jadi terasa mahal. Tapi ketika kita memanfaatkan perjalanan tersebut untuk terus mengasah jiwa, pikiran dan wawasan kita; maka biaya yang dikeluarkan tidak akan terasa mahal.

Ribet? Bisa jadi memang ribet awalnya. Tapi ya kembali lagi ke masalah kemauan. Jika kita mau mengubah hidup, semuanya yang memungkinkan terjadinya perubahan harus kita lakukan dengan tingkat disiplin dan konsistensi yang tinggi. There is no free lunch, alias tidak ada makan siang yang gratis; sebuah ungkapan populer yang berarti bahwa segala sesuatu yang baik, mulia, luhur dan nyaman dalam hidup ini; kesemuanya tidaklah gratis dan harus kita upayakan terus pencapaiannya.

Jangan lupa berdoa terus, jangan meremehkan kekuatan Yang Maha Kuasa ditengah-tengah semua upaya kebaikan kita tersebut. Seringkali 99% upaya kebaikan yang telah kita jalankan, hanya bisa terlaksana dan terjadi atas hidup kita atas 1% ijin dari Yang Maha Kuasa. Berdoa pun tidak perlu berpanjang-lebar & bertele-tele, karena Tuhan adalah Maha Kuasa dan bisa melihat kedalam jiwa kita bahkan sebelum kita berdoa. Oleh sebab itu berdoalah terutama untuk mengucapkan syukur, meminta ampun dan meminta restu atas semua upaya kemajuan diri yang sedang kita usahakan.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 5: Pengalaman)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel