Hei Kak Peter, Namaku Gusnina...

Namanya adalah Gusnina, kita saling berkenalan lewat Facebook. Berkenalan begitu saja, mengalir, tanpa maksud dan tujuan apapun tadinya. Tanpa saya sadari, Gusnina termasuk yang rajin mengamati status-status saya di Facebook, dan dia menyukainya. Akhirnya pada suatu saat, dia memberanikan diri untuk menyapa saya lewat Facebook Messenger. Setelahnya adalah sejarah...

Saya agak lupa-lupa ingat, tapi awalnya dia menanyakan perihal hubungannya dengan seorang lelaki. Yah, kebanyakan kawan perempuan saya curhat pastinya tentang hubungan dengan lelaki, he he he...


Saya pun memberikan sejumlah pandangan dan opini, dan dia cocok-cocok saja dengan apa yang saya paparkan tersebut.


Obrolan-obrolan selanjutnya, Gusnina lebih banyak lagi bertanya perihal keluarganya, hubungan dengan kawannya yang lain, dan juga soal bisnis atau pekerjaan. Bahkan di bulan-bulan terakhir kami berkomunikasi, Gusnina sempat bertanya soal perkara hukum dan surat-menyurat legal. Saya pun membantu sebisanya ditengah kesibukan saya.


Saya nyaman dengan Gusnina karena cara berpikirnya sebagai Muslim moderat. Dia bahkan pernah menceritakan pergumulan batinnya, hampir pindah agama. Dia bahkan menyukai anjing sebagai binatang peliharaan. Saya hanya katakan padanya, pilihlah yang terbaik bagimu, yang paling membawa kedamaian bagimu...


Saya mengenal Gusnina sebagai pribadi yang unik. Jujur saja, terkadang dia suka baper dan ababil, ha ha ha... tapi dia terus berkomunikasi dengan saya seperti orang kehausan ditengah padang gurun. Meminta banyak saran, kritik, tips, strategi, dan masih banyak lagi. Detail deh pokoknya. Justru semangat itulah yang membuat saya tetap meladeni banyak pertanyaan dia; semangat dan rasa ingin tahu seperti seorang anak kecil...


Gusnina adalah orang tipe verbal. Maksudnya, dia jauh lebih nyaman bila curhat dan konsultasi tersebut dilakukan dengan mengobrol, dan selalu dia yang menelepon saya hingga lama sekali. Rekornya, pernah Gusnina menelepon saya hingga 1.5 jam ketika saya sedang pulang kerja di KRL. Isi pembicaraannya ya tentang hubungannya dengan sejumlah individu lain, baik yang menyangkut asmara, hubungan keluarga, maupun hubungan profesional.

Sedangkan saya adalah orang tekstual. 80% komunikasi saya yang paling efektif, saya lakukan lewat teks, misalnya WhatsApp. Sebenarnya saya tidak nyaman ditelepon, apalagi hingga selama itu. Tapi karena antusiasme seorang Gusnina untuk mendengar semua petuah saya, saya dedikasikan waktu & pemikiran saya lewat pembicaraan telepon.


Yang membuat saya tersanjung adalah konsultasi panjang-lebar itu ada yang beberapa diantaranya sampai direkam oleh Gusnina. Saya agak terkejut, tapi katanya agar dia bisa memutar-ulang berbagai petunjuk hidup yang saya uraikan padanya. Ya, saya senang, karena saran saya dianggap penting dan bermanfaat oleh Gusnina. Kadang dia menimpali, suara saya enak didengar seperti penyiar radio, hahayyy...


Gusnina adalah pekerja keras, dan dia cukup sering membicarakan detail bisnisnya online-nya pada saya. Beberapa kali saya dapati Gusnina berangkat ke Jakarta untuk mengambil barang dagangan di Tanah Abang, dan langsung pulang hari (tanpa menginap) ke kota kediamannya. Beberapa kali saya ajak Gusnina bertemu walaupun untuk sekedar minum kopi bersama sebentar, selalu tidak berjodoh. Saya bisa, Gusnina sudah harus pulang saat itu ke kota kediamannya. Gusnina bisa, saya tidak mungkin menemuinya karena tengah bekerja.


Saya hanya selalu berpikir bahwa saya masih punya cukup banyak waktu untuk kapan-kapan menemui dirinya di Jakarta.

Gusnina pun sering bercerita tentang kawan-kawan lelakinya. Beberapa kali dia memajang fotonya bersama kawan lelakinya, dan saya lihat mereka ganteng-ganteng. Saya pun mengatakan bahwa dia adalah perempuan beruntung karena bisa bergaul dengan lelaki-lelaki ganteng.


Eh tapi ternyata... Gusnina bercerita: "Mas Peter, jangan salah lho. Lelaki-lelaki ganteng kawanku itu, adalah lelaki yang *sensor*... Makanya aku gak mungkin pacaran sama mereka. Tapi justru itu makanya aku nyaman bergaul sama mereka, karena mereka gak mungkin modusin aku," urai Nina sambil terbahak-bahak atas keheranan saya.

(Saya sensor demi etika. Tapi saya yakin pembaca tahu apa yang saya maksudkan dibalik sensor tersebut).

Tambahnya lagi: "Mas Peter adalah satu-satunya kawan lelaki saya yang normal, dan bisa mengenalku sejauh dan sedetail ini, betapapun kita belom pernah ketemuan." Kata-kata itu lagi-lagi membuat saya tersanjung. "Aku nyaman dengan Mas Peter, karena Mas Peter selaen hangat dan sopan, juga bukan lelaki nakal yang suka modusin aku. Aku tuh udah kenyang dimodusin sama beberapa lelaki Mas..." tambahnya.


Kadang saya menjadi tempat sampahnya Gusnina jika dia tengah stres dan kelelahan karena pekerjaannya atau bisnisnya. Bagaimana dia berusaha bertanggungjawab atas biaya hidup sanak-saudaranya dan juga karyawannya lewat bisnisnya, membuat saya kagum. Itu bukan hal yang ringan untuk dilakukan, terutama oleh seorang perempuan.

Kadang saya berpikir, Gusnina menjadi terlalu kurus karena kesibukan dan stresnya tersebut.

Terkadang Gusnina juga cukup peka untuk mendapati bahwa saya tengah stres berat di pekerjaan saya. Pernah satu malam, saya benar-benar mematikan semua perangkat komunikasi saya ketika pulang kantor.


Saya benar-benar tidak mau ditelepon oleh staf maupun bos saya di kantor. Saya sedang jenuh dan sedang banyak membatin dengan pekerjaan saya.

Ketika baru tiba di kota kediaman saya, saya menyalakan perangkat komunikasi saya sejenak, sekedar untuk membaca pesan atau panggilan tidak terjawab, siapa tahu dari anak atau istri saya di rumah. Eh... tiba-tiba panggilan dari Gusnina masuk, dan saya langsung angkat.


"Mas Peter kemana aja, hapenya koq gak aktif kedua nomernya? Barusan Nina berusaha bel Mas Peter, soalnya biasa lah, ada yang mau aku tanyain."

"Yahhh Nina... gitu deh... aku lagi teramat sangat jenuh sama kantorku. Aku cuman lagi gak mau ditelpon bos aku selepas jam kerja. Emang biasanya aku gak lakukan beginian," ujarku sambil menerawang kosong di dekat tong sampah besar sebuah ruko di dekat stasiun.

"Iya Mas, aku tau rasanya... aku juga tau rasanya ada di posisi Mas Peter sekarang..."

"Thanks ya Nina. Maaf lho, aku mau jalan pulang ke rumah dulu sekarang, ini baru nyampe stasiun. Aku cuman pengen langsung tidur aja. Kita ngobrol besok ya Nina."

"Oke Mas Peter, terima kasih ya. Semoga kuat selalu dalam berjuang buat keluarga Mas Peter..."

"Bye Nina... good nite..."

Gusnina ketika dirawat di rumah sakit. Dari pihak keluarganya dikatakan bahwa Gusnina berpulang setelah berjuang melawan penyakit meningitis. Di laman Facebook Gusnina juga dia menyinggung perihal siklus makan yang tidak teratur ditengah stres dan kesibukan, sehingga jatuh sakit.

Satu hal yang saya sesali adalah karena kesibukan saya yang luar biasa pada saat proses pindahan rumah awal tahun ini, saya menjadi tidak berkomunikasi lagi dengan Gusnina, bahkan pesan teks sekalipun. Adapun saya melihat update BBM dia yang memajang fotonya di ranjang rumah sakit, lagi-lagi saya menyesal tidak menyapanya, hanya karena saya berpikir bahwa sakit yang diderita Gusnina pasti tidak lama akan sembuh, karena biasanya seperti itu. Saya mengenalnya sebagai pribadi yang tangguh, tidak mudah sakit, dan selalu bekerja keras.

Ya saya menyesal, karena berasumsi seperti itu. Tiba-tiba pada suatu sore tanggal 26 Februari 2017 ketika saya sedang makan nasi goreng jam 16.00an, saya menerima Broadcast Message dari BBM yang isinya seperti ini:


Gusnina, selamat jalan kawanku... Semoga Tuhan selalu melapangkan jalan-Nya bagimu. Semoga Tuhan selalu berbelaskasih untuk mengampuni dosa-dosamu dan menerima segenap amal ibadahmu. Akhirnya kita berjumpa juga, betapapun itu di pemakaman dirimu... Aku bahkan belum pernah bertatap-muka denganmu semasa hidupmu...


Di hari pemakaman dirimu, sekitar 1-2 jam setelahnya, hujan turun dengan cukup deras... Padahal tadinya siang hari sangat panas terik. Bukankah itu pertanda baik untukmu, Gusnina? Bumi telah menerimamu kembali...



Terima kasih karena lewat percakapan kita selama ini, secara tidak langsung itu jugalah yang membuat saya terpacu untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Saya yakin, surga akan sepenuhnya membahagiakanmu, dimana sudah tidak ada lagi rasa sakit, kesukaran dan air mata di atas sana...

Keterangan: foto-foto Gusnina saya ambil dari koleksi pribadinya di laman Facebook. Saya adaptasi foto-foto tersebut semata sebagai kenangan dan pelengkap cerita ini saja, tanpa maksud lain apapun.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Hei Kak Peter, Namaku Gusnina..."

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel