Papandayan: Kebersamaan Terbaik (Bag. 2)

Di artikel bagian 1 telah saya jelaskan peliknya rintangan yang saya hadapi sebelum keberangkatan menuju Gunung Papandayan bersama keluarga saya. Lalu muncul pertanyaan: jika kondisi saya sedang susah, lalu mengapa bersusah-susah mengadakan trip petualangan bersama keluarga? Kan sudah pasti akan mengeluarkan biaya juga.

Para pembaca yang budiman... sesungguhnya artikel ini tidak saya maksudkan untuk mengajari pemborosan disaat kehidupan kita sedang sulit. Saya berharap pembaca bisa melihat Big Picture atau gambaran besar yang sedang saya ketengahkan di sini, yaitu tentang betapa pentingnya mengalami pengalaman yang unik bersama keluarga kita, dalam hal ini khususnya adalah keluarga inti.

Satu hal yang harus kita ingat bersama, bahwa yang seringkali disebut sebagai pemborosan adalah ketika kita berorientasi untuk menggantikan waktu-waktu berharga bersama keluarga kita, dengan membelikan barang-barang / gadget mahal untuk keluarga kita. Tentu saja tidak ada yang salah dengan membelikan barang mahal bagi pasangan atau anak-anak kita, toh itu uang kita masing-masing. Namun efek psikologisnya berbeda jauh, antara membelikan barang mahal dengan mengalami sesuatu yang unik secara bersama-sama.

Kelak anak-anak kita hanya akan mengingat kenangan manis yang dialami bersama kita, dalam sebuah pengalaman (experience) yang unik dan sangat melekat di ingatan (memorable). Barang semahal apapun tidak akan membangkitkan kenangan tertentu dalam ingatan anak-anak kita. Barang mahal hanya akan membangkitkan kesenangan sesaat (fun atau excitement), bukan memori indah atau kebahagiaan (happiness).

Satu hal lagi: pengalaman unik bersama keluarga kita tersebut, tidaklah wajib mahal. Tidak wajib jauh, atau yang kelewat aneh-aneh hingga sulit dilakukan bersama. Seringkali hal-hal sederhana yang dialami atau dijalani bersama dengan dasar kasih, sudah sangat cukup indah untuk diingat oleh anak-anak kita.

Nah, kembali lagi ke pertanyaan yang muncul: mengapa saya dan keluarga harus jauh-jauh ke Gunung Papandayan, sementara kondisi saya sedang tidak baik? Jawabannya adalah:
  1. Karena kami semua sudah mengangankan perjalanan semacam ini sejak lama. Sehingga akan sangat sayang jika perjalanan ini batal hanya karena satu-dua hal yang sebenarnya bisa diatasi, hanya butuh lebih banyak ketekunan & kesabaran saja untuk menyelesaikannya.
  2. Anak sulung saya sedang dalam proses untuk memasuki sekolah asrama di kota lain yang lumayan jauh dari domisili kami saat itu. Dikhawatirkan kami tidak punya kesempatan lagi untuk mengalami hal unik dalam bingkai kebersamaan yang utuh.
  3. Saya dan istri saya, terutama saya, lebih menikmati kebersamaan di gunung ketimbang di pantai. Untungnya anak-anak kami pun menikmati suasana gunung. Ke pantai itu merupakan hal yang biasa dan bisa dilakukan siapa saja, kapanpun. Tapi ke gunung, hanya pribadi atau keluarga yang berkemauan kuat saja yang bisa melakukannya.
  4. Gunung Papandayan sudah terkenal sebagai "gunung sungguhan" (bukan seperti perbukitan Puncak - Cisarua) yang cukup jinak untuk didaki bersama keluarga atau kalangan non-Pecinta Alam. Kami bisa saja pergi ke Gunung Gede yang jauh lebih dekat, hanya sekitar 50 KM dari kediaman kami. Tapi Gunung Gede itu sendiri lebih cocok didaki oleh kalangan pendaki gunung. Jadi, dipandang dari perspektif keselamatan bersama, saya memilih lebih baik menempuh perjalanan yang lebih jauh demi mendaki gunung yang lebih aman bagi keluarga atau kalangan awam, ketimbang memilih jarak yang dekat dengan rumah tapi saya sendiri mengkuatirkan terlalu beratnya pendakian dapat menghilangkan kegembiraan bersama yang justru kami cari dalam kebersamaan ini.
  5. Terakhir... Walaupun memang benar bahwa sebagai orang tua kita harus membiasakan anak-anak kita berada atau ikut bertenggang-rasa mengalami kondisi sulit yang menimpa orangtuanya, namun sesekali juga kita harus memperjuangkan sesuatu yang bernilai tinggi bagi cinta & kebersamaan bersama keluarga kita; sesulit apapun kondisi yang sedang kita alami sebagai orangtua.
Jadi kesimpulannya, tentu sangat wajar bila kami memperjuangkan perjalanan ini, betapapun anggaran kami sangat mepet. Kami usahakan menghemat dari banyak hal yang bisa dipangkas, tanpa harus mengganggu inti cerita perjalanan ini, yaitu kebersamaan dalam momen yang unik.


Bagi keluarga lain khususnya yang secara ekonomi kurang beruntung atau sedang mengalami bencana finansial, saya turut bersimpati dengan kondisi Anda. Dan saya tahu persis rasanya berada di posisi Anda. Namun jangan sampai itu semua merampas jatidiri yang paling sejati, kasih dan sukacita dalam hati & pikiran kita sebagai orangtua terbaik bagi anak-anak kita. Jangan sampai kesusahan yang kita alami sehari-harinya sebagai orangtua, membuat anak-anak kita berpikir dalam hatinya bahwa mereka dilahirkan hanya sebagai beban bagi orangtuanya. Buatlah mereka selalu merasa sebagai sumber inspirasi & sumber kekuatan bagi kita sebagai orangtuanya, untuk terus memperjuangkan hal-hal baik dalam kehidupan ini.

Sesungguhnya, anak-anak kita tidak pernah meminta untuk dilahirkan ke dunia ini. Kitalah yang menyebabkan mereka ada di dunia ini, dan kenyataan itu janganlah sampai membuat kita "melempar" tanggungjawab pada Tuhan dengan mengatakan bahwa "setiap anak punya rejekinya masing-masing, orangtua udah puyeng sama urusan sehari-hari". Sekali lagi, jika memang kesempatannya memungkinkan, bahagiakanlah anak-anak kita dengan kebersamaan yang penuh kasih dan waktu yang berkualitas tinggi bersama kita sebagai orangtuanya.

Suatu saat kelak, anak-anak kita akan memiliki kawanannya sendiri, kehidupannya sendiri, rumahtangganya sendiri, beserta kesukaran-kesukaran hidup mereka sendiri. Selagi masih ada waktu bersama-sama anak-anak kita di masa kecil dan masa mudanya, manfaatkanlah. Sebagai orangtua, jangan merengek meminta waktu berkualitas dari mereka kelak, ketika mereka sedang mengalami kesulitan hidup atau sedang menata kehidupan mereka sendiri yang membutuhkan fokus penuh. Ketika masih ada kesempatan, pada saat itulah kita menanamkan memori-memori baik dalam benak & sanubari mereka.

Dalam beberapa kesempatan, anak-anak kita tidak perlu ikut merasakan penderitaan hidup yang sedang kita alami sebagai orangtuanya. Setelah sekian lama merasakan perjuangan hidup yang keras bersama-sama, sama sekali tidak ada salahnya memperjuangkan "liburan" yang sesuai dengan anggaran kita masing-masing, demi memori kebersamaan yang abadi.

Karena anak-anak kita adalah hasil dari apa yang selama ini kita tanamkan dalam pikiran dan sanubari mereka. Jika kita menanam hal-hal yang materialistik, maka kelak mereka akan menjadi pribadi yang materialistik. Jika kita menanamkan kebaikan-kebaikan spiritualistik bagi jiwa mereka, maka kelak mereka akan menjadi sumber terang, sumber inspirasi dan sumber kebaikan bagi keluarga dan sesamanya.

Jika pembaca ingin kembali membaca artikel bagian 1, bisa pembaca tuju di sini. Sedangkan artikel bagian 3 (terakhir), dapat Anda tuju langsung di sini.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Papandayan: Kebersamaan Terbaik (Bag. 2)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel