Kaum Perempuan Adalah Pengasah Yang Handal
Thursday, November 3, 2016
Add Comment
Maksudnya pengasah apa neh? Eits, bukan ngasah apa-apa koq. Maksudnya saya adalah pengasah kesabaran, pengasah kemampuan kita untuk mendengarkan, dan pengasah kita untuk berkomunikasi. Lah, bagaimana bisa? Ya tentu saja bisa, perempuan koq dilawan, ha ha ha... Buat para pejuang kesetaraan jender dan para feminis, tenang dulu ya. Saya di sini bukan mau menyudutkan kaum perempuan koq, apalagi mayoritas kawan saya adalah perempuan juga. Artikel ini sebenernya cuman tips buat kaum lelaki supaya bisa lebih arif memahami dan berkomunikasi dengan perempuan.
Saya bisa menulis artikel seperti ini, sebenarnya karena telah melalui perjalanan panjang sekali untuk lebih memahami kaum perempuan. Saya tidak mengatakan bahwa saya sudah memahami kaum perempuan. Saya mengatakan bahwa saya selalu berusaha untuk lebih memahami kaum perempuan. Proses ini bersifat dinamis dan terus berkembang. Justru disitulah daya tariknya.
Singkat kata, entah kenapa, mayoritas kawan saya adalah perempuan. Jangan salah paham. Saya di sini tidak sedang memuji atau memuja diri sendiri sebagai makhluk yang seolah digemari perempuan. Pastinya saya tidak ganteng, tidak tinggi, tidak six pack, tidak populer, tidak pandai melucu, tidak pintar dan tidak tajir. Jadi saya merasa tidak punya apapun yang bisa menarik para perempuan untuk seketika mau berdekat-dekatan dengan saya seperti magnet.
Sedari saya kecil, terutama mulai bersekolah SD, mayoritas kawan main saya memang perempuan. Saya sering maen bola bekel atau masak-masakan bersama para kawan perempuan, karena itu permainan yang paling saya suka. Saya bermain dengan mereka, mengalir saja apa adanya, tanpa canggung ini-itu. Mereka pun tidak canggung bermain bersama saya. Tapi jangan salah, saya juga bisa bermain permainan para lelaki dan sesekali saya masih bermain dengan para kawan lelaki.
Ayah saya akhirnya tahu kenyataan ini, dan lucunya dia mulai kuatir saya akan menjadi anak lelaki yang bersikap kebanci-bancian, ha ha ha... bahkan lebih jauh lagi, bisa jadi Ayah saya kuatir saya menjadi gay. Entahlah. Makanya kemudian Ayah saya mengkursuskan saya beladiri, lalu menghidangkan saya dengan film-film rental Betamax bertemakan perang, berkelahi, dan lain sebagainya. Makanya sedari dulu saya sudah tidak asing lagi dengan Sylvester Stallone dan sejumlah aktor laga gaek lainnya.
Yah untung saja saya sampe sekarang menjadi lelaki normal, ha ha ha... tidak melambai dan terbukti koq bisa berkeluarga...
Anyway, dari linimasa kehidupan dan perkawanan saya bersama para perempuan tersebut, saya mendapati benang merah yang menarik dalam hal ini adalah pada aspek komunikasi. Jadi artikel ini adalah artikel yang fokus tentang tema komunikasi yang efektif antara lelaki dan perempuan; dan sebaliknya. Fokus dari tema komunikasi ini adalah urusan curhat atau curcol yang dilakukan oleh perempuan kepada lelaki.
Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita coba pahami dulu perbedaan karakter lelaki dan perempuan ketika berada dalam kelompok sesamanya.
Mengapa umumnya para lelaki suka sekali berkumpul atau bermain bersama para sesamanya? Hingga ada istilah "Brotherhood" atau persaudaraan para lelaki. Ketika lelaki berkumpul, apalagi yang memang kesemuanya sudah saling mengenal, hasil akhirnya adalah solidaritas, kesetiakawanan dan saling-menjaga, saling-membela. Tingkat kohesivitas (keterikatan emosional) para lelaki lebih kuat satu sama lain. Karakter kohesivitasnya adalah Win-Win Solution, kerjasama dan sinergi. Kalaupun ada konflik yang terjadi diantara mereka, biasanya bisa diselesaikan dengan cara-cara gentleman agreement.
Sangat berbeda dengan kaum perempuan. Ketika para perempuan berkumpul, bisa saja tampaknya dari luar mereka baik-baik saja, ramah dan seru satu sama lain. Tapi kecenderungannya adalah adanya rivalitas secara psikologis yang hingga saat ini tidak dapat dijelaskan bahkan oleh para ilmuwan dan psikolog sekalipun. Entah itu rivalitas dalam hal penampilan, atau rivalitas dalam topik obrolan seputar pacar atau suami mereka, atau rivalitas dalam hal tas dan sepatu yang mereka kenakan... banyak deh kemungkinannya. Intinya berujung pada satu, yaitu rivalitas. Nuansanya adalah "harus ada yang keluar sebagai pemenang" dalam rivalitas tersebut. Karakter kohesivitasnya adalah Zero-Sum Game, alias kompetisi.
Okehhh... jangan marah-marah dulu ya. Ini adalah generalisasi saja. Umumnya memang seperti itu. Coba saja Googling dengan tema tersebut, dan begitu banyak referensi ilmiah yang mengatakan hal senada. Jadi dalam hal perbedaan karakter lelaki dan perempuan ketika berkelompok dengan sesamanya, saya tidak sedang mengatakan hal yang baru.
Tentu tidak semua lelaki seperti itu, dan tidak semua perempuan seperti itu. Terutama perempuan yang tomboy dan suka berkelompok bersama lelaki, biasanya tidak seperti itu. Saya sedang membicarakan kecenderungan yang umum saja. Jadi yang tidak merasa seperti itu ya gak usah kebakaran bulu ketek juga bacanya. Bukan kebakaran jenggot ya, karena cewe gak punya jenggot...
Jadi secara garis besar, teknik dan metode komunikasi antar-lelaki dan antar-perempuan memang sudah berbeda cukup jauh. Dengan demikian menjadi logis adanya jika teknik dan metode komunikasi antara lelaki dan perempuan menjadi berbeda. Ini belum menghitung "Faktor X" yang sedang dialami sang perempuan, misalnya sedang PMS, atau sekedar bad mood tanpa alasan. Tapi demi ringkasnya pembahasan ini, baiklah kita fokus saja kepada parameter-parameter yang kasat mata saja.
Ada beberapa realitas dan prinsip yang sebaiknya kaum lelaki pahami, jika sedang berkomunikasi dengan kaum perempuan, atau jika sedang dicurhati oleh kaum perempuan. Poin-poin ini saya sarikan dari pengalaman nyata saya, dan saya perkaya dengan sejumlah referensi ilmiah yang kredibel.
1. Berbicara dengan perempuan, dalam hal apapun, topik apapun... prinsip utamanya adalah satu saja: jauh lebih banyaklah mendengarkan mereka, ketimbang berbicara kepada mereka. Karena apa? Sederhana saja. Perempuan berbicara kepada lelaki memang untuk lebih banyak didengarkan.
Jika perempuan ingin lebih banyak diomongin-balik, dinasihati dan dikasih opini macam-macam; mereka akan mengobrol dengan sesama perempuan lain, dengan bencong, atau dengan gay; bukan dengan lelaki normal pada umumnya.
2. Perempuan curhat atau curcol kepada lelaki, biasanya BUKAN untuk mencari solusi; kecuali mereka dengan jelas dan tegas menyatakan dari mulut mereka bahwa mereka memang mencari solusi. Butuh waktu lama bagi saya untuk memahami hal ini, tapi memang ini terbukti benar berkali-kali, bahkan hingga saat ini sekalipun.
Sederhana saja. Jika perempuan memang memiliki solusi dari awalnya, buat apa mereka susah-susah mencari lelaki buat curhat atau curcol kan? Faktanya, umumnya perempuan lebih tertutup kepada lelaki perihal masalah pribadinya. Tapi ketika mereka membuka masalahnya kepada seorang lelaki, jangan langsung ge er atau salah paham. Mereka tidak mencari solusi. Mereka hanya ingin didengarkan saja. Ya betul, didengarkan saja. Kunci mulut kita baik-baik ketika para perempuan melakukan curhat. Cukup tunjukkan perhatian kita saja bahwa kita mendengarkan mereka dengan seksama.
Kesulitan untuk memahami poin nomor 2 ini? Selamat, saya yakin Anda tidak sendirian, ha ha ha...
Dalam banyak kesempatan, terutama jaman dahulu kala ketika saya masih belum benar-benar memahami realitas ini, saya merasa bahwa setelah saya banyak menyisihkan waktu bagi para perempuan untuk mendengarkan curhat-curhat mereka dan saya berusaha sekuat tenaga untuk memberikan sejumlah solusi; pada akhirnya sia-sia saja.
Para perempuan tersebut akan kembali lagi pada masalah mereka yang sama, tanpa pernah peduli dengan solusi yang pernah kita berikan pada mereka. Buat kebanyakan perempuan, kata "solusi" adalah mewah dan berat, maka dari itu mereka sulit mencernanya dan melaksanakannya.
Mengapa mereka seperti itu? Sederhana saja. Jika mereka bisa menyelesaikan masalah mereka tanpa curhat panjang-lebar ke siapapun, namanya bukanlah perempuan tapi lelaki, ha ha ha...
Ya udah dari sononya memang begitu. Terima saja.
3. Perempuan melakukan curhat atau curcol kepada kaum lelaki, juga BUKAN untuk mendengarkan opini atau meminta pendapat pribadi si lelaki. Betapapun bagus, keren dan canggihnya opini atau pendapat pribadi sang lelaki, percayalah... sang perempuan tidak akan benar-benar mendengarkannya dan tidak benar-benar membutuhkannya.
Apakah sang perempuan sedang menceritakan sesuatu yang luar biasa menggembirakan atau luar biasa menyedihkan kepada sang lelaki, kuncinya sama: jangan terbawa suasana, lalu memberikan opini atau pendapat pribadi tanpa diminta. Senada dengan poin nomor 1 dan 2, kuncilah mulut kita sebagai lelaki, jika tidak benar-benar diminta berbicara.
Jika gagal dalam hal ini, biasanya komunikasi akan berakhir dengan kurang mengenakkan. Dan percayalah, itu selalu salah lelaki, ha ha ha...
4. Kaum lelaki juga jangan ge er ketika ada perempuan memutuskan curhat kepadanya. Jangan terbawa perasaan (baper), apalagi sampai berpikir yang tidak-tidak. Betapapun apa yang dilihat oleh sang lelaki menunjukkan kecenderungan yang membuat perasaan sang lelaki "terbuai", jangan pernah sekali-kali terbuai. Tetap sadarlah sepenuhnya, yang dihadapi itu adalah makhluk yang bahkan mereka sendiri saja tidak bisa memahami dirinya sendiri. Apalagi para lelaki.
Perilaku kaum perempuan ketika sedang galau berat dilanda masalah, bisa sangat berbeda dengan perilaku mereka aslinya sehari-hari. Sebenarnya kaum lelaki juga bisa seperti itu, tapi di kaum perempuan kecenderungan ini jauh lebih kuat. Ibarat perilaku orang ketika sadar dan ketika mabuk alkohol, bisa berbeda jauh. Jangan diambil hati sama sekali.
Berdasarkan empat poin diatas tersebut, dan ketika saya sudah semakin "gape" (paham) dengan karakter umum para perempuan yang bermaksud curhat masalah hidupnya kepada saya, saya selalu BERTANYA satu hal dulu kepada mereka:
"Sori neh ya sis... Gw mau nanya satu hal aja. Loe curhat kaya gini, apa yang loe harapkan dari gw? Cuman jadi pendengar, butuh opini, atau butuh solusi?"
Pertanyaan saya itu kedengeran sadis ya? Ya, sadisnya pertanyaan saya tersebut adalah hasil dari pengalaman saya juga dalam menangani perempuan-perempuan galau yang mencari tempat curhat. Pertanyaan-pertanyaan sadis tersebut terbukti ampuh untuk menghemat waktu & energi para lelaki maupun para perempuan juga. Komunikasi yang akhirnya terjalin merupakan komunikasi yang benar-benar didasarkan atas kebutuhan sang perempuan untuk keluar dari masalahnya; bukan sekedar cari kenyamanan keranjang sampah belaka.
Dengan pertanyaan seperti itu, para lelaki sudah menempatkan dirinya sebagai pribadi yang bernilai tinggi di mata perempuan tersebut. Lelaki yang sudah matang, dewasa dan berpengalaman tidak harus berperilaku sok manis dan sok baik di hadapan perempuan ketika mereka curhat; hanya demi bisa akrab berdekat-dekatan dengan perempuan.
Lelaki yang bernilai akan menilai tinggi waktu, pengalaman dan pemikirannya; yang telah dia dapatkan dengan susah payah dalam hidup ini. Logikanya, nilai-nilai berharga tersebut tidak akan dihamburkan begitu saja kepada siapapun yang tidak menghargainya, bahkan walaupun itu kepada perempuan yang tampak butuh pertolongan dan tampak memikat sekalipun.
Biasanya lelaki menjadi lemah terhadap perempuan yang tampak sedang kesusahan dan mau curhat kepadanya. Itu adalah reaksi yang alamiah dan manusiawi. Saya pun dulu demikian. Percayalah, saya tahu persis rasa dan sensasi semu itu, ha ha ha... Justru itu menandakan bahwa saya dan kalian adalah lelaki normal, senormal-normalnya. Nah tapi berhubung saya udah kenyang sama kaya beginian, jadinya saya gak segitu normalnya juga sekarang ini, ha ha ha...
Nah, masalahnya, tidak sedikit juga perempuan yang sadar akan kelemahan lelaki tersebut, dan kemudian mengeksploitasinya secara halus untuk keuntungan sesaat mereka. Konyolnya, seringkali sang perempuan sendiri tidak sadar bahwa mereka sudah mengeksploitasi sang lelaki tersebut secara halus. Ini aneh tapi nyata. Masing bingung? Tenang saja, kita tidak sendirian...
Tidak percaya?
Dalam hal apapun, lihat saja gambaran realitasnya dari film-film. Jika perempuan ada di posisi yang jahat, kadar jahatnya dan kadar kejamnya jauh lebih tinggi daripada lelaki paling jahat dan paling kejam sekalipun. Oleh sebab itu di dunia bisnis, politik dan intelijen; cukup banyak misi besar yang sukses terlaksana berkat infiltrasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh perempuan kepada lelaki.
Untuk memahami perempuan dengan lebih baik, banyak-banyaklah menonton film bertemakan intelijen dan politik. Lihatlah bagaimana perbedaan kaum perempuan dengan lelaki dalam bekerja dan merespon informasi
Saya coba sinkronkan pemikiran ini dengan pengalaman dunia nyata, dan memang benar adanya seperti ini. Sebenarnya perempuan adalah makhluk yang kadang lebih total daripada lelaki. Bisa lebih total kebaikannya, seperti misalnya Bunda Theresa; bisa juga total jahat dan kejamnya. Sudah banyak contohnya.
Ini sangat berbeda dengan misalnya jika yang curhat adalah lelaki, dan mencari lelaki lain untuk mendengarkannya. Umumnya lelaki yang saya ladeni untuk saya dengarkan keluhan hidupnya, bersedia mendengarkan opini saya dengan baik, dan bersedia menjalankan saran-saran atau solusi yang saya berikan bagi kesukaran yang sedang mereka hadapi.
Baik oleh perempuan maupun lelaki yang curhat kepada saya, saya tidak dibayar sepeser pun. Maka logis dan masuk akal sehat jika saya memilih hanya orang-orang yang bersedia saya bantu untuk keluar dari masalahnya saja. Andai saya dibayar untuk itu, sekarang saya sudah pasti kaya-raya.
Jadi betapapun mayoritas kawan saya adalah perempuan, namun dalam beberapa hal yang menyangkut komunikasi dan penyelesaian masalah kehidupan, saya lebih nyaman untuk memberikan waktu, tenaga, pemikiran dan pengalaman saya bagi lelaki. Demikian juga sebaliknya. Jika giliran saya yang menghadapi masalah, sudah terbukti bahwa yang pada akhirnya bisa mengeluarkan saya dari sergapan kesukaran tersebut adalah nasihat-nasihat dari kawan-kawan lelaki saya. Lelaki lebih strategis, lebih taktis dan lebih realis dalam memberikan solusi, sementara perempuan lebih normatif, intuitif dan lebih idealis dalam menasihatkan solusi. Ini lumrah dan normal saja, memang dari sononya seperti itu.
Kebanyakan dari solusi dan saran yang saya berikan bukanlah hal yang nyaman atau mengasyikkan untuk dijalani, namun sudah terbukti manjur (dalam pengertian yang umum & universal). Maka wajar dan logis saja jika mayoritas lelaki bersedia menjalaninya. Karena lelaki adalah makhluk yang rasional. Sejauh itu bisa memecahkan masalah mereka, betapapun jalannya tidak enak, akan tetap mereka tempuh. Para lelaki telah menerima itu dengan jiwa besar, sikap ksatria dan konsekuen; sebagai satu paket realitas yang utuh, demi mencapai hidup yang lebih baik di masa depan.
Sedangkan perempuan adalah makhluk perasa. Jika mereka merasa itu tidak nyaman bagi mereka, ya mereka tidak akan menjalankannya, betapapun itu akan membuat masalah yang mereka hadapi semakin pelik dan semakin besar. Sesederhana itu. Itulah sebab mengapa jika perempuan curhat kepada lelaki, adalah karena mereka mencari kenyamanan, BUKAN mencari solusi, gituhhh...
Makanya kaum lelaki jangan ge er duluan ya, ha ha ha... apalagi kalo si perempuannya yang ternyata disukai atau ditaksir sama si lelaki. Makin menjadi deh ge er-nya si lelaki...
Sekali lagi, jangan kebakaran bulu ketek dulu. Tidak semua lelaki seperti itu, dan tidak semua perempuan seperti itu. Saya hanya sedang membicarakan kecenderungan umum yang berdasarkan pengalaman nyata yang telah benar-benar saya alami; dan juga berdasarkan apa yang dikatakan oleh sejumlah peneliti dan psikolog.
Maka dari itu masuk akal dan logis jika kohesivitas dan kebersamaan kaum lelaki dalam istilah "Brotherhood" itu terasa lebih cair, lebih total, lebih tulus dan lebih erat bersaudara. Selain karena para lelaki memang sudah mengalami kesusahan yang sama dalam menghadapi kaum perempuan, juga karena sesama lelaki tersebut bisa saling menolong, saling memberi solusi, dan saling bergandengan tangan ketika mereka menjalankan solusi-solusi tersebut beserta tantangan dan kesulitannya.
Sedangkan bagaimana dengan pertemanan antar-perempuan? Tas lebih mahal saja sudah sirik. Sepatu lebih keren saja sudah cemberut. Bodi lebih keren atau muka lebih cantik saja sudah langsung minder atau langsung benci tanpa sebab. Itu ke sesama perempuan loh, dan ke sesama kawan main. Ada lagi... Suami lebih ganteng, langsung obral cerita. Suami lebih tajir, langsung pamer harta. Pacar lebih keren, langsung berusaha bikin sirik yang lain. Anaknya jadi juara di sekolah, langsung sesumbar. Masih banyak lagi deh...
Maka dari itu tidaklah mengherankan jika sejumlah kawan perempuan saya bercerita, bahwa mereka lebih suka bergaul dengan para bencong atau gay lelaki. Karena apa? Karena bencong atau gay lelaki adalah berarti "mendapatkan kenyamanan pria, tanpa harus berkompetisi dengan sesama perempuan, tapi dengan nuansa fun berteman seperti layaknya dengan sesama perempuan". Kenapa bisa seperti itu? Karena para bencong atau gay lelaki bisa lebih memahami perempuan tanpa harus terbawa perasaan suka. Para perempuan tidak perlu kuatir mereka akan jatuh cinta (atau dijatuhcintai) jika mereka berlama-lama bersama para bencong atau gay lelaki tersebut.
Lagi-lagi jangan kebakaran bulu ketek ya... saya lagi ngomongin realitas, bukan lagi ngarang atau lagi bikin karya sastra. Dan saya gak ada maksud sedikitpun buat mendiskreditkan kaum bencong atau gay, baik itu gay lelaki maupun gay perempuan.
Sebagai lelaki, marilah kita lebih fokus untuk menghebatkan diri kita, untuk menghebatkan keluarga tercinta kita, untuk menghebatkan kemanusiaan di sekeliling kita. Masih banyak pekerjaan kita yang lebih mulia dan lebih mendesak untuk kita lakukan, ketimbang menjadi keranjang sampah tidak jelas.
Untuk itu butuh fokus, butuh waktu, butuh energi, butuh kecerdasan, butuh kerja keras dari kita sebagai lelaki.
Luangkanlah waktu, tenaga dan pikiran kita... bantulah mereka yang memang benar-benar ingin keluar dari masalahnya dan menyelesaikannya. Tidak semua orang yang bermasalah, benar-benar ingin keluar dari masalahnya dan menyelesaikannya.
Dan sesungguhnya nasihat ini juga sangat layak saya berikan kepada kaum perempuan. Dunia ini, negara ini, masyarakat ini... membutuhkan lelaki yang lebih peduli, membutuhkan perempuan yang lebih peduli. Untuk itu komunikasi diantara kita harus dibangun dengan sebaik-baiknya, dengan seberkualitas mungkin.
Bukan berarti lelaki haram bergaul dengan perempuan. Tolong jangan salahpahami artikel ini. Dan tolong jangan anggap artikel ini sebagai pemojokan terhadap kaum perempuan. Justru artikel ini saya tulis sebagai penghormatan saya terhadap lelaki dan juga perempuan, beserta pergaulan dan komunikasi diantara mereka.
Sudah seharusnya hubungan dan komunikasi yang lelaki dan perempuan lakukan sepenuhnya didasarkan atas kesadaran penuh dan rasionalitas yang utuh. Sehingga baik perempuan atau lelaki bisa bahu-membahu saling-membangun, saling-menguatkan dan saling-mengasah satu sama lain; dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup ini.
Bukan malah saling mengeksploitasi dan saling merendahkan.
Jika memang ada kaum perempuan yang membaca artikel saya ini, justru saya senang. Saya mengharapkan agar para perempuan mulai mengubah paradigmanya akan komunikasi yang mereka lakukan, khususnya kepada kaum lelaki. Jika memang sang perempuan merasa harus curhat kepada seorang lelaki, tolong perjelas dulu maksud dan dalam rangkanya curhat itu dilakukan kepada si lelaki tersebut. Perjelas dan pertegas semuanya di awal. Anggap saja kawan curhat kalian itu adalah psikolog atau konsultan yang kalian bayar secara profesional demi membantu kalian untuk menyelesaikan masalah hidup.
Sekalut apapun pikiran dan suasana hati kalian, para perempuan, tolonglah berpikir juga yang terbaik bagi lelaki yang kalian curhati. Mereka juga punya pekerjaan yang harus diselesaikan, mereka juga membutuhkan waktu luang bagi hobi mereka, dan bahkan ada diantara mereka yang sudah berkeluarga. Jangan merusak itu semua hanya gara-gara para perempuan semata mencari kenyamanan keranjang sampah ketika curhat, dan menolak ketika diberi solusi atau saran.
Jika akhirnya hanya menolak saran atau solusi, tolonglah, tidak perlu susah-susah membuang-buang waktu, tenaga dan pemikiran para kaum pria. Cukup Googling saja solusi masalah kalian di Internet, sudah pasti ada jawabannya. Dengan Googling, kalian punya kebebasan penuh buat melaksanakan atau tidak melaksanakan solusi yang dinasihatkan oleh Mbah Google. Nothing to lose.
Jika kalian memang sudah menjalin komunikasi intensif dengan pria-pria yang baik, nyaman, dan tidak bermaksud jahat atau macam-macam dengan proses curhat kalian; jagalah itu baik-baik. Jika sang lelaki tersebut memberikan opini atau nasihat, hargailah. Jika baik dan cocok, laksanakan, demi selesainya masalah hidup yang kalian hadapi. Jika dirasa tidak cocok untuk dilaksanakan, katakan baik-baik kepada si lelaki tersebut, supaya dia tidak merasa sia-sia membuang waktu, pikiran dan tenaganya (bahkan mungkin uangnya) demi menemani dan menolong kalian.
Ada sejumlah lelaki baik di luar sana yang bersedia melakukan itu bukan karena mereka ge er dan ingin mencoba macam-macam dengan kalian. Mereka benar-benar tulus ingin membantu kalian, para perempuan, untuk keluar dari masalah hidup kalian. Jika kalian menyalahgunakan atau melecehkan kebaikan tulus tersebut, itu namanya brengsek. Ya, benar, itu namanya brengsek.
Perempuan baik yang benar-benar baik, sudah semakin langka di era gila ini. Jadilah perempuan langka yang bernilai tinggi, dengan menjadi pribadi yang baik & bernilai di mata lelaki maupun perempuan lainnya. Bangunlah komunikasi dengan niat & itikad baik. Selesaikanlah kesalahpahaman yang terjadi dengan baik-baik, penuh kasih dan pengendalian diri yang baik. Niscaya hidup kita semua akan bergerak ke arah yang lebih baik.
Saya bisa menulis artikel seperti ini, sebenarnya karena telah melalui perjalanan panjang sekali untuk lebih memahami kaum perempuan. Saya tidak mengatakan bahwa saya sudah memahami kaum perempuan. Saya mengatakan bahwa saya selalu berusaha untuk lebih memahami kaum perempuan. Proses ini bersifat dinamis dan terus berkembang. Justru disitulah daya tariknya.
Singkat kata, entah kenapa, mayoritas kawan saya adalah perempuan. Jangan salah paham. Saya di sini tidak sedang memuji atau memuja diri sendiri sebagai makhluk yang seolah digemari perempuan. Pastinya saya tidak ganteng, tidak tinggi, tidak six pack, tidak populer, tidak pandai melucu, tidak pintar dan tidak tajir. Jadi saya merasa tidak punya apapun yang bisa menarik para perempuan untuk seketika mau berdekat-dekatan dengan saya seperti magnet.
Sedari saya kecil, terutama mulai bersekolah SD, mayoritas kawan main saya memang perempuan. Saya sering maen bola bekel atau masak-masakan bersama para kawan perempuan, karena itu permainan yang paling saya suka. Saya bermain dengan mereka, mengalir saja apa adanya, tanpa canggung ini-itu. Mereka pun tidak canggung bermain bersama saya. Tapi jangan salah, saya juga bisa bermain permainan para lelaki dan sesekali saya masih bermain dengan para kawan lelaki.
Ayah saya akhirnya tahu kenyataan ini, dan lucunya dia mulai kuatir saya akan menjadi anak lelaki yang bersikap kebanci-bancian, ha ha ha... bahkan lebih jauh lagi, bisa jadi Ayah saya kuatir saya menjadi gay. Entahlah. Makanya kemudian Ayah saya mengkursuskan saya beladiri, lalu menghidangkan saya dengan film-film rental Betamax bertemakan perang, berkelahi, dan lain sebagainya. Makanya sedari dulu saya sudah tidak asing lagi dengan Sylvester Stallone dan sejumlah aktor laga gaek lainnya.
Yah untung saja saya sampe sekarang menjadi lelaki normal, ha ha ha... tidak melambai dan terbukti koq bisa berkeluarga...
Anyway, dari linimasa kehidupan dan perkawanan saya bersama para perempuan tersebut, saya mendapati benang merah yang menarik dalam hal ini adalah pada aspek komunikasi. Jadi artikel ini adalah artikel yang fokus tentang tema komunikasi yang efektif antara lelaki dan perempuan; dan sebaliknya. Fokus dari tema komunikasi ini adalah urusan curhat atau curcol yang dilakukan oleh perempuan kepada lelaki.
Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita coba pahami dulu perbedaan karakter lelaki dan perempuan ketika berada dalam kelompok sesamanya.
Mengapa umumnya para lelaki suka sekali berkumpul atau bermain bersama para sesamanya? Hingga ada istilah "Brotherhood" atau persaudaraan para lelaki. Ketika lelaki berkumpul, apalagi yang memang kesemuanya sudah saling mengenal, hasil akhirnya adalah solidaritas, kesetiakawanan dan saling-menjaga, saling-membela. Tingkat kohesivitas (keterikatan emosional) para lelaki lebih kuat satu sama lain. Karakter kohesivitasnya adalah Win-Win Solution, kerjasama dan sinergi. Kalaupun ada konflik yang terjadi diantara mereka, biasanya bisa diselesaikan dengan cara-cara gentleman agreement.
Sangat berbeda dengan kaum perempuan. Ketika para perempuan berkumpul, bisa saja tampaknya dari luar mereka baik-baik saja, ramah dan seru satu sama lain. Tapi kecenderungannya adalah adanya rivalitas secara psikologis yang hingga saat ini tidak dapat dijelaskan bahkan oleh para ilmuwan dan psikolog sekalipun. Entah itu rivalitas dalam hal penampilan, atau rivalitas dalam topik obrolan seputar pacar atau suami mereka, atau rivalitas dalam hal tas dan sepatu yang mereka kenakan... banyak deh kemungkinannya. Intinya berujung pada satu, yaitu rivalitas. Nuansanya adalah "harus ada yang keluar sebagai pemenang" dalam rivalitas tersebut. Karakter kohesivitasnya adalah Zero-Sum Game, alias kompetisi.
Okehhh... jangan marah-marah dulu ya. Ini adalah generalisasi saja. Umumnya memang seperti itu. Coba saja Googling dengan tema tersebut, dan begitu banyak referensi ilmiah yang mengatakan hal senada. Jadi dalam hal perbedaan karakter lelaki dan perempuan ketika berkelompok dengan sesamanya, saya tidak sedang mengatakan hal yang baru.
Tentu tidak semua lelaki seperti itu, dan tidak semua perempuan seperti itu. Terutama perempuan yang tomboy dan suka berkelompok bersama lelaki, biasanya tidak seperti itu. Saya sedang membicarakan kecenderungan yang umum saja. Jadi yang tidak merasa seperti itu ya gak usah kebakaran bulu ketek juga bacanya. Bukan kebakaran jenggot ya, karena cewe gak punya jenggot...
Foto Ilustrasi: Istimewa |
Jadi secara garis besar, teknik dan metode komunikasi antar-lelaki dan antar-perempuan memang sudah berbeda cukup jauh. Dengan demikian menjadi logis adanya jika teknik dan metode komunikasi antara lelaki dan perempuan menjadi berbeda. Ini belum menghitung "Faktor X" yang sedang dialami sang perempuan, misalnya sedang PMS, atau sekedar bad mood tanpa alasan. Tapi demi ringkasnya pembahasan ini, baiklah kita fokus saja kepada parameter-parameter yang kasat mata saja.
Ada beberapa realitas dan prinsip yang sebaiknya kaum lelaki pahami, jika sedang berkomunikasi dengan kaum perempuan, atau jika sedang dicurhati oleh kaum perempuan. Poin-poin ini saya sarikan dari pengalaman nyata saya, dan saya perkaya dengan sejumlah referensi ilmiah yang kredibel.
1. Berbicara dengan perempuan, dalam hal apapun, topik apapun... prinsip utamanya adalah satu saja: jauh lebih banyaklah mendengarkan mereka, ketimbang berbicara kepada mereka. Karena apa? Sederhana saja. Perempuan berbicara kepada lelaki memang untuk lebih banyak didengarkan.
Jika perempuan ingin lebih banyak diomongin-balik, dinasihati dan dikasih opini macam-macam; mereka akan mengobrol dengan sesama perempuan lain, dengan bencong, atau dengan gay; bukan dengan lelaki normal pada umumnya.
2. Perempuan curhat atau curcol kepada lelaki, biasanya BUKAN untuk mencari solusi; kecuali mereka dengan jelas dan tegas menyatakan dari mulut mereka bahwa mereka memang mencari solusi. Butuh waktu lama bagi saya untuk memahami hal ini, tapi memang ini terbukti benar berkali-kali, bahkan hingga saat ini sekalipun.
Sederhana saja. Jika perempuan memang memiliki solusi dari awalnya, buat apa mereka susah-susah mencari lelaki buat curhat atau curcol kan? Faktanya, umumnya perempuan lebih tertutup kepada lelaki perihal masalah pribadinya. Tapi ketika mereka membuka masalahnya kepada seorang lelaki, jangan langsung ge er atau salah paham. Mereka tidak mencari solusi. Mereka hanya ingin didengarkan saja. Ya betul, didengarkan saja. Kunci mulut kita baik-baik ketika para perempuan melakukan curhat. Cukup tunjukkan perhatian kita saja bahwa kita mendengarkan mereka dengan seksama.
Kesulitan untuk memahami poin nomor 2 ini? Selamat, saya yakin Anda tidak sendirian, ha ha ha...
Dalam banyak kesempatan, terutama jaman dahulu kala ketika saya masih belum benar-benar memahami realitas ini, saya merasa bahwa setelah saya banyak menyisihkan waktu bagi para perempuan untuk mendengarkan curhat-curhat mereka dan saya berusaha sekuat tenaga untuk memberikan sejumlah solusi; pada akhirnya sia-sia saja.
Para perempuan tersebut akan kembali lagi pada masalah mereka yang sama, tanpa pernah peduli dengan solusi yang pernah kita berikan pada mereka. Buat kebanyakan perempuan, kata "solusi" adalah mewah dan berat, maka dari itu mereka sulit mencernanya dan melaksanakannya.
Mengapa mereka seperti itu? Sederhana saja. Jika mereka bisa menyelesaikan masalah mereka tanpa curhat panjang-lebar ke siapapun, namanya bukanlah perempuan tapi lelaki, ha ha ha...
Ya udah dari sononya memang begitu. Terima saja.
3. Perempuan melakukan curhat atau curcol kepada kaum lelaki, juga BUKAN untuk mendengarkan opini atau meminta pendapat pribadi si lelaki. Betapapun bagus, keren dan canggihnya opini atau pendapat pribadi sang lelaki, percayalah... sang perempuan tidak akan benar-benar mendengarkannya dan tidak benar-benar membutuhkannya.
Apakah sang perempuan sedang menceritakan sesuatu yang luar biasa menggembirakan atau luar biasa menyedihkan kepada sang lelaki, kuncinya sama: jangan terbawa suasana, lalu memberikan opini atau pendapat pribadi tanpa diminta. Senada dengan poin nomor 1 dan 2, kuncilah mulut kita sebagai lelaki, jika tidak benar-benar diminta berbicara.
Jika gagal dalam hal ini, biasanya komunikasi akan berakhir dengan kurang mengenakkan. Dan percayalah, itu selalu salah lelaki, ha ha ha...
4. Kaum lelaki juga jangan ge er ketika ada perempuan memutuskan curhat kepadanya. Jangan terbawa perasaan (baper), apalagi sampai berpikir yang tidak-tidak. Betapapun apa yang dilihat oleh sang lelaki menunjukkan kecenderungan yang membuat perasaan sang lelaki "terbuai", jangan pernah sekali-kali terbuai. Tetap sadarlah sepenuhnya, yang dihadapi itu adalah makhluk yang bahkan mereka sendiri saja tidak bisa memahami dirinya sendiri. Apalagi para lelaki.
Perilaku kaum perempuan ketika sedang galau berat dilanda masalah, bisa sangat berbeda dengan perilaku mereka aslinya sehari-hari. Sebenarnya kaum lelaki juga bisa seperti itu, tapi di kaum perempuan kecenderungan ini jauh lebih kuat. Ibarat perilaku orang ketika sadar dan ketika mabuk alkohol, bisa berbeda jauh. Jangan diambil hati sama sekali.
Berdasarkan empat poin diatas tersebut, dan ketika saya sudah semakin "gape" (paham) dengan karakter umum para perempuan yang bermaksud curhat masalah hidupnya kepada saya, saya selalu BERTANYA satu hal dulu kepada mereka:
"Sori neh ya sis... Gw mau nanya satu hal aja. Loe curhat kaya gini, apa yang loe harapkan dari gw? Cuman jadi pendengar, butuh opini, atau butuh solusi?"
Pertanyaan saya itu kedengeran sadis ya? Ya, sadisnya pertanyaan saya tersebut adalah hasil dari pengalaman saya juga dalam menangani perempuan-perempuan galau yang mencari tempat curhat. Pertanyaan-pertanyaan sadis tersebut terbukti ampuh untuk menghemat waktu & energi para lelaki maupun para perempuan juga. Komunikasi yang akhirnya terjalin merupakan komunikasi yang benar-benar didasarkan atas kebutuhan sang perempuan untuk keluar dari masalahnya; bukan sekedar cari kenyamanan keranjang sampah belaka.
Dengan pertanyaan seperti itu, para lelaki sudah menempatkan dirinya sebagai pribadi yang bernilai tinggi di mata perempuan tersebut. Lelaki yang sudah matang, dewasa dan berpengalaman tidak harus berperilaku sok manis dan sok baik di hadapan perempuan ketika mereka curhat; hanya demi bisa akrab berdekat-dekatan dengan perempuan.
Lelaki yang bernilai akan menilai tinggi waktu, pengalaman dan pemikirannya; yang telah dia dapatkan dengan susah payah dalam hidup ini. Logikanya, nilai-nilai berharga tersebut tidak akan dihamburkan begitu saja kepada siapapun yang tidak menghargainya, bahkan walaupun itu kepada perempuan yang tampak butuh pertolongan dan tampak memikat sekalipun.
Biasanya lelaki menjadi lemah terhadap perempuan yang tampak sedang kesusahan dan mau curhat kepadanya. Itu adalah reaksi yang alamiah dan manusiawi. Saya pun dulu demikian. Percayalah, saya tahu persis rasa dan sensasi semu itu, ha ha ha... Justru itu menandakan bahwa saya dan kalian adalah lelaki normal, senormal-normalnya. Nah tapi berhubung saya udah kenyang sama kaya beginian, jadinya saya gak segitu normalnya juga sekarang ini, ha ha ha...
Nah, masalahnya, tidak sedikit juga perempuan yang sadar akan kelemahan lelaki tersebut, dan kemudian mengeksploitasinya secara halus untuk keuntungan sesaat mereka. Konyolnya, seringkali sang perempuan sendiri tidak sadar bahwa mereka sudah mengeksploitasi sang lelaki tersebut secara halus. Ini aneh tapi nyata. Masing bingung? Tenang saja, kita tidak sendirian...
Tidak percaya?
Dalam hal apapun, lihat saja gambaran realitasnya dari film-film. Jika perempuan ada di posisi yang jahat, kadar jahatnya dan kadar kejamnya jauh lebih tinggi daripada lelaki paling jahat dan paling kejam sekalipun. Oleh sebab itu di dunia bisnis, politik dan intelijen; cukup banyak misi besar yang sukses terlaksana berkat infiltrasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh perempuan kepada lelaki.
Untuk memahami perempuan dengan lebih baik, banyak-banyaklah menonton film bertemakan intelijen dan politik. Lihatlah bagaimana perbedaan kaum perempuan dengan lelaki dalam bekerja dan merespon informasi
Saya coba sinkronkan pemikiran ini dengan pengalaman dunia nyata, dan memang benar adanya seperti ini. Sebenarnya perempuan adalah makhluk yang kadang lebih total daripada lelaki. Bisa lebih total kebaikannya, seperti misalnya Bunda Theresa; bisa juga total jahat dan kejamnya. Sudah banyak contohnya.
Ini sangat berbeda dengan misalnya jika yang curhat adalah lelaki, dan mencari lelaki lain untuk mendengarkannya. Umumnya lelaki yang saya ladeni untuk saya dengarkan keluhan hidupnya, bersedia mendengarkan opini saya dengan baik, dan bersedia menjalankan saran-saran atau solusi yang saya berikan bagi kesukaran yang sedang mereka hadapi.
Baik oleh perempuan maupun lelaki yang curhat kepada saya, saya tidak dibayar sepeser pun. Maka logis dan masuk akal sehat jika saya memilih hanya orang-orang yang bersedia saya bantu untuk keluar dari masalahnya saja. Andai saya dibayar untuk itu, sekarang saya sudah pasti kaya-raya.
Jadi betapapun mayoritas kawan saya adalah perempuan, namun dalam beberapa hal yang menyangkut komunikasi dan penyelesaian masalah kehidupan, saya lebih nyaman untuk memberikan waktu, tenaga, pemikiran dan pengalaman saya bagi lelaki. Demikian juga sebaliknya. Jika giliran saya yang menghadapi masalah, sudah terbukti bahwa yang pada akhirnya bisa mengeluarkan saya dari sergapan kesukaran tersebut adalah nasihat-nasihat dari kawan-kawan lelaki saya. Lelaki lebih strategis, lebih taktis dan lebih realis dalam memberikan solusi, sementara perempuan lebih normatif, intuitif dan lebih idealis dalam menasihatkan solusi. Ini lumrah dan normal saja, memang dari sononya seperti itu.
Kebanyakan dari solusi dan saran yang saya berikan bukanlah hal yang nyaman atau mengasyikkan untuk dijalani, namun sudah terbukti manjur (dalam pengertian yang umum & universal). Maka wajar dan logis saja jika mayoritas lelaki bersedia menjalaninya. Karena lelaki adalah makhluk yang rasional. Sejauh itu bisa memecahkan masalah mereka, betapapun jalannya tidak enak, akan tetap mereka tempuh. Para lelaki telah menerima itu dengan jiwa besar, sikap ksatria dan konsekuen; sebagai satu paket realitas yang utuh, demi mencapai hidup yang lebih baik di masa depan.
Sedangkan perempuan adalah makhluk perasa. Jika mereka merasa itu tidak nyaman bagi mereka, ya mereka tidak akan menjalankannya, betapapun itu akan membuat masalah yang mereka hadapi semakin pelik dan semakin besar. Sesederhana itu. Itulah sebab mengapa jika perempuan curhat kepada lelaki, adalah karena mereka mencari kenyamanan, BUKAN mencari solusi, gituhhh...
Makanya kaum lelaki jangan ge er duluan ya, ha ha ha... apalagi kalo si perempuannya yang ternyata disukai atau ditaksir sama si lelaki. Makin menjadi deh ge er-nya si lelaki...
Sekali lagi, jangan kebakaran bulu ketek dulu. Tidak semua lelaki seperti itu, dan tidak semua perempuan seperti itu. Saya hanya sedang membicarakan kecenderungan umum yang berdasarkan pengalaman nyata yang telah benar-benar saya alami; dan juga berdasarkan apa yang dikatakan oleh sejumlah peneliti dan psikolog.
Maka dari itu masuk akal dan logis jika kohesivitas dan kebersamaan kaum lelaki dalam istilah "Brotherhood" itu terasa lebih cair, lebih total, lebih tulus dan lebih erat bersaudara. Selain karena para lelaki memang sudah mengalami kesusahan yang sama dalam menghadapi kaum perempuan, juga karena sesama lelaki tersebut bisa saling menolong, saling memberi solusi, dan saling bergandengan tangan ketika mereka menjalankan solusi-solusi tersebut beserta tantangan dan kesulitannya.
Sedangkan bagaimana dengan pertemanan antar-perempuan? Tas lebih mahal saja sudah sirik. Sepatu lebih keren saja sudah cemberut. Bodi lebih keren atau muka lebih cantik saja sudah langsung minder atau langsung benci tanpa sebab. Itu ke sesama perempuan loh, dan ke sesama kawan main. Ada lagi... Suami lebih ganteng, langsung obral cerita. Suami lebih tajir, langsung pamer harta. Pacar lebih keren, langsung berusaha bikin sirik yang lain. Anaknya jadi juara di sekolah, langsung sesumbar. Masih banyak lagi deh...
Maka dari itu tidaklah mengherankan jika sejumlah kawan perempuan saya bercerita, bahwa mereka lebih suka bergaul dengan para bencong atau gay lelaki. Karena apa? Karena bencong atau gay lelaki adalah berarti "mendapatkan kenyamanan pria, tanpa harus berkompetisi dengan sesama perempuan, tapi dengan nuansa fun berteman seperti layaknya dengan sesama perempuan". Kenapa bisa seperti itu? Karena para bencong atau gay lelaki bisa lebih memahami perempuan tanpa harus terbawa perasaan suka. Para perempuan tidak perlu kuatir mereka akan jatuh cinta (atau dijatuhcintai) jika mereka berlama-lama bersama para bencong atau gay lelaki tersebut.
Lagi-lagi jangan kebakaran bulu ketek ya... saya lagi ngomongin realitas, bukan lagi ngarang atau lagi bikin karya sastra. Dan saya gak ada maksud sedikitpun buat mendiskreditkan kaum bencong atau gay, baik itu gay lelaki maupun gay perempuan.
Sebagai lelaki, marilah kita lebih fokus untuk menghebatkan diri kita, untuk menghebatkan keluarga tercinta kita, untuk menghebatkan kemanusiaan di sekeliling kita. Masih banyak pekerjaan kita yang lebih mulia dan lebih mendesak untuk kita lakukan, ketimbang menjadi keranjang sampah tidak jelas.
Untuk itu butuh fokus, butuh waktu, butuh energi, butuh kecerdasan, butuh kerja keras dari kita sebagai lelaki.
Luangkanlah waktu, tenaga dan pikiran kita... bantulah mereka yang memang benar-benar ingin keluar dari masalahnya dan menyelesaikannya. Tidak semua orang yang bermasalah, benar-benar ingin keluar dari masalahnya dan menyelesaikannya.
Dan sesungguhnya nasihat ini juga sangat layak saya berikan kepada kaum perempuan. Dunia ini, negara ini, masyarakat ini... membutuhkan lelaki yang lebih peduli, membutuhkan perempuan yang lebih peduli. Untuk itu komunikasi diantara kita harus dibangun dengan sebaik-baiknya, dengan seberkualitas mungkin.
Bukan berarti lelaki haram bergaul dengan perempuan. Tolong jangan salahpahami artikel ini. Dan tolong jangan anggap artikel ini sebagai pemojokan terhadap kaum perempuan. Justru artikel ini saya tulis sebagai penghormatan saya terhadap lelaki dan juga perempuan, beserta pergaulan dan komunikasi diantara mereka.
Sudah seharusnya hubungan dan komunikasi yang lelaki dan perempuan lakukan sepenuhnya didasarkan atas kesadaran penuh dan rasionalitas yang utuh. Sehingga baik perempuan atau lelaki bisa bahu-membahu saling-membangun, saling-menguatkan dan saling-mengasah satu sama lain; dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup ini.
Bukan malah saling mengeksploitasi dan saling merendahkan.
Jika memang ada kaum perempuan yang membaca artikel saya ini, justru saya senang. Saya mengharapkan agar para perempuan mulai mengubah paradigmanya akan komunikasi yang mereka lakukan, khususnya kepada kaum lelaki. Jika memang sang perempuan merasa harus curhat kepada seorang lelaki, tolong perjelas dulu maksud dan dalam rangkanya curhat itu dilakukan kepada si lelaki tersebut. Perjelas dan pertegas semuanya di awal. Anggap saja kawan curhat kalian itu adalah psikolog atau konsultan yang kalian bayar secara profesional demi membantu kalian untuk menyelesaikan masalah hidup.
Sekalut apapun pikiran dan suasana hati kalian, para perempuan, tolonglah berpikir juga yang terbaik bagi lelaki yang kalian curhati. Mereka juga punya pekerjaan yang harus diselesaikan, mereka juga membutuhkan waktu luang bagi hobi mereka, dan bahkan ada diantara mereka yang sudah berkeluarga. Jangan merusak itu semua hanya gara-gara para perempuan semata mencari kenyamanan keranjang sampah ketika curhat, dan menolak ketika diberi solusi atau saran.
Jika akhirnya hanya menolak saran atau solusi, tolonglah, tidak perlu susah-susah membuang-buang waktu, tenaga dan pemikiran para kaum pria. Cukup Googling saja solusi masalah kalian di Internet, sudah pasti ada jawabannya. Dengan Googling, kalian punya kebebasan penuh buat melaksanakan atau tidak melaksanakan solusi yang dinasihatkan oleh Mbah Google. Nothing to lose.
Jika kalian memang sudah menjalin komunikasi intensif dengan pria-pria yang baik, nyaman, dan tidak bermaksud jahat atau macam-macam dengan proses curhat kalian; jagalah itu baik-baik. Jika sang lelaki tersebut memberikan opini atau nasihat, hargailah. Jika baik dan cocok, laksanakan, demi selesainya masalah hidup yang kalian hadapi. Jika dirasa tidak cocok untuk dilaksanakan, katakan baik-baik kepada si lelaki tersebut, supaya dia tidak merasa sia-sia membuang waktu, pikiran dan tenaganya (bahkan mungkin uangnya) demi menemani dan menolong kalian.
Ada sejumlah lelaki baik di luar sana yang bersedia melakukan itu bukan karena mereka ge er dan ingin mencoba macam-macam dengan kalian. Mereka benar-benar tulus ingin membantu kalian, para perempuan, untuk keluar dari masalah hidup kalian. Jika kalian menyalahgunakan atau melecehkan kebaikan tulus tersebut, itu namanya brengsek. Ya, benar, itu namanya brengsek.
Perempuan baik yang benar-benar baik, sudah semakin langka di era gila ini. Jadilah perempuan langka yang bernilai tinggi, dengan menjadi pribadi yang baik & bernilai di mata lelaki maupun perempuan lainnya. Bangunlah komunikasi dengan niat & itikad baik. Selesaikanlah kesalahpahaman yang terjadi dengan baik-baik, penuh kasih dan pengendalian diri yang baik. Niscaya hidup kita semua akan bergerak ke arah yang lebih baik.
0 Response to "Kaum Perempuan Adalah Pengasah Yang Handal"
Post a Comment