Hebatnya Manajemen "Selalu Ada Uang Kembalian"

"Maaf Pak / Bu, apakah ada uang kecil saja?" Jujur saja, saya selalu sebal dan eneg jika ada pedagang atau penyedia jasa yang berbicara seperti itu pada saya, ketika saya memberikan uang pembayaran yang pecahannya terlalu besar untuknya. Tapi di bisnis lainnya, di belahan bumi lainnya... banyak juga pengusaha, pedagang dan penyedia jasa yang tidak pernah sekalipun mengatakan kalimat itu pada konsumennya. Jadi, di mana ya masalahnya? Memangnya seberapa pentingnya sih uang kembalian itu?

Pertanyaan itu akan saya jawab: AMAT SANGAT PENTING SEKALI. Itu adalah cermin bagaimana kerendahan hati kita dalam melayani konsumen dengan sepenuh hati. Titik.

Dalam hal uang kembalian, saya bersikap sangat realis dan galak. Karena apa? Jika sehari-harinya saya berdagang atau berbisnis, memecah uang nominal besar ke uang nominal kecil tidaklah sulit, tinggal pergi ke bank saja. Misalnya saya adalah seorang pedagang mie ayam. Sebelum warung saya buka atau sehari sebelumnya, saya bisa saja pergi ke bank dan menukarkan uang pecahan IDR 500.000 berupa lima lembar IDR 100.000, kedalam sejumlah uang pecahan yang lebih kecil. Nilai pecahannya pun harus lengkap. Ada pecahan IDR 50.000, IDR 20.000, IDR 10.000, IDR 5.000, IDR 2.000 bahkan hingga koin pecahan IDR 1.000 dan IDR 500. Jika barang dagangan atau jasa yang kita tawarkan ada nilai harganya yang tidak bulat, sudah pasti kita harus menyediakan pecahan kembalian hingga sekecil IDR 200 dan IDR 100. Entah apakah pecahan IDR 50 dan IDR 25 masih ada atau tidak.

Dan sebenarnya... kalaupun kita tidak pergi ke bank, toh dari transaksi-transaksi sebelumnya, pasti ada uang pecahan kecil. Bukankah uang pecahan kecil tersebut bisa disisihkan dalam jumlah yang cukup, untuk transaksi di hari berikutnya? Yang kita gunakan untuk belanja modal adalah uang pecahan besar saja. Apalagi jika belanja modal kita bernilai besar, lalu mengapa membayarnya dengan uang pecahan kecil? Tentu ini konyol jika memang benar terjadi.

Jadi dengan demikian bisa saya katakan bahwa wujud nyata... sekali lagi, wujud nyata kerendahan hati kita sebagai pengusaha atau pedagang barang / jasa, adalah dengan menyediakan uang kembalian sebanyak-banyaknya, dan jangan pernah mengajukan pertanyaan "Maaf Pak / Bu, apakah ada uang kecil saja?"

Kalaupun memang sebagai pedagang barang atau jasa, kita memang benar-benar kehabisan kembalian, maka kita sendirilah yang harus mencarikan kembalian tersebut bagi konsumen, bagaimanapun caranya. Bahkan dalam beberapa kali kesempatan, ada pedagang yang secara tidak langsung mendiskon harga barangnya bagi konsumen karena tidak adanya uang kembalian dan dia tidak bisa mencarikannya.

Dari perspektif konsumen, tentu ini pelayanan yang baik. Tapi dari perspektif pedagang atau pengusaha, ini tentu menjadi kerugian. Hanya karena tidak ada uang kembalian, kita terpaksa mendiskon harga barang atau jasa.

Ada kawan saya yang idealis pernah sedikit berdebat dengan saya perihal ini. Dia mengatakan bahwa sebenarnya yang harusnya menyediakan uang pecahan kecil adalah konsumen.

Langsung saya jawab begini: Sekarang gw tanya sama loe neh. Si konsumen itu bayar atau minta gratisan? Kalopun bayar, nawar harganya gak?

Kawan saya menjawab: Jelas konsumen tersebut membayar tanpa menawar harganya bro.

Saya jawab lagi: Selama konsumen tersebut membayar, tidak minta barang gratisan, dan tidak menawar harganya sedikitpun, sesungguhnya konsumen itu berada dalam posisi yang sangat kuat. Sangatlah logis jika kita sebagai penyedia barang atau jasa, melayaninya dengan sebaik mungkin, hingga ke kenyamanan uang kembalian.

Apalagi jika perilaku konsumen tersebut ramah dan sabar. Jangan lantas dieksploitasi oleh si pedagang atau penyedia barang / jasa untuk menolak uang darinya jika dia tidak memiliki kembalian, dan mengharapkan si konsumen tersebut untuk menukarkan sendiri uang besarnya demi mendapatkan uang kembalian. Ini namanya sikap aji mumpung. Mumpung konsumennya sabar dan mau direpotkan, ya repotkan saja. Ini namanya brengsek.

Jika konsumen tersebut berhadapan dengan pedagang skala kecil, misalnya pedagang kue apem, kue cucur atau apapun yang untuk membawa barangnya berupa pikulan kecil, tidak adanya uang kembalian adalah sesuatu yang masih bisa dimaklumi. Tapi ketika kita berhadapan dengan minimal kios permanen ataupun tidak permanen, apalagi toko berukuran sedang hingga besar; tidak adanya uang kembalian adalah cermin kegoblokan manajemennya. Sesederhana itu.

Kawan saya pun terdiam, tidak mau mendebat lagi kata-kata dari saya tersebut.

Saya bukan sedang berbangga karena menang debat dengan kawan saya tersebut. Saya hanya mengungkapkan hal-hal umum yang cukup berdasarkan akal sehat saja. Bukan hal-hal canggih koq.

Jika kita memang rendah hati dan mau melayani pembeli barang atau jasa kita dengan segenap hati, hanya perihal uang kembalian pastilah kita telah siapkan sebelum kita bertempur di lapangan demi memperebutkan hati konsumen.

Saya ingat sekali ketika sekitar tahun 2005-an saya dan istri saya makan pecel lele di sebuah trotoar. Kebetulan kami sudah mengenal pengelola warung pecel lele tersebut, dan memang masakannya enak. Jadi setiap ingin pecel lele, kami selalu pergi ke sana.

Di suatu malam, saya dan istri saya menyantap pecel lele di sana untuk berdua. Dengan memilih menu paling murah, kami berdua menghabiskan biaya IDR 18.000 di sana. Saya buka dompet, kebetulan ada uang pecahan IDR 20.000 di dompet saya. Saya berikan kepada si pedagang tersebut, dan saya pun bersiap-siap menuju motor yang diparkir, sambil menunggu kembalian.

Alangkah kaget dan herannya kami ketika si pedagang tersebut kembali kepada kami dengan masih menenteng uang IDR 20.000 dari saya tersebut, dan dengan muka memelas dia berkata: "Mas Peter, maaf sekali, apakah ada uang kecil? Saya gak ada kembalian neh."

Seketika itu juga saya dan istri saya hanya berpandang-pandangan bingung. Dan dengan sedikit galak saya pun berkata padanya: "Bu, IDR 20.000 tuh udah uang kecil, dan belanja saya IDR 18.000. Masak tidak ada kembalian IDR 2.000???"

Si pedagang pun ciut dan dia segera berlari untuk menukarkan uangnya. Setelah beberapa menit dia tergopoh-gopoh kembali dengan uang kembalian IDR 2.000, dan kami pun pergi dengan sedikit kesal campur bingung. Kejadian itu hingga menjadi diskusi antara saya dengan istri saya di rumah.

Intinya, jika sampai kembalian IDR 2.000 saja tidak tersedia, ya maaf-maaf saja... Anda gak usah repot berdagang. Gak usah repot berbisnis. Karena apa? Karena Anda tidak siap dengan prinsip paling sederhana dan paling mendasar di dunia bisnis, yaitu kerendahan hati dan pelayanan. Titik.

Saya jelaskan sekali lagi soal kerendahan hati neh ya... Dulu jaman anak sulung saya masih SD dan jam kantor saya terbilang longgar, saya sesekali suka mengantarkannya ke sekolah. Bahkan jika hari Sabtu, saya suka mengantarnya sekaligus menjemputnya kembali. Nah, saya tuh suka sekali ngemil dan jajan makanan anak sekolah, ha ha ha... Makanya saya suka berangkat lebih awal dari rumah untuk menjemput anak sulung saya. Jadi sesampainya di sekolah, saya masih punya waktu sekitar 10-15 menit untuk menyantap beberapa penganan murah-meriah di sekolah anak saya.

Suatu ketika saya sedang ingin menyantap kue ape. Kue ape adalah kue sederhana berbentuk piringan dengan benjolan di tengahnya, berwarna hijau. Saya membeli 10 keping, dan total harganya adalah IDR 7.000. Saya baru menyadari bahwa saya tidak ada uang kecil, karena baru mengambil dari ATM dengan pecahan IDR 100.000. Alhasil sambil minta maaf karena tidak ada uang kecil, saya berikan lembaran IDR 100.000 tersebut pada pedagang kue ape.

Tadinya saya sudah siap dengan ekspresi muka pedagang yang biasanya berubah menjadi masam atau bingung dengan uang pecahan besar. Tapi ternyata pedagang kue ape ini tidak. Dengan kalem dan sigap dia merogoh tas pinggangnya dan mengeluarkan segepok uang dalam berbagai pecahan yang SUDAH RAPI dia organisir nilai pecahannya. Jarinya sigap mengambil kembalian sebesar IDR 93.000 yang terdiri dari pecahan IDR 50.000, IDR 20.000 dua lembar, IDR 2.000 dan IDR 1.000. Dengan tetap tersusun rapi, lembaran kembalian tersebut dia berikan pada saya.


Saya takjub dan salut. Saya bertanya, bagaimana bisa dia sudah punya kembalian, padahal hari masih pagi. Dia menjawab bahwa dia SELALU MENYIAPKAN pecahan uang dari berbagai nilai, agar memudahkannya untuk sigap melayani konsumen. Inilah yang saya namakan sebagai KERENDAHAN HATI dan KESUNGGUHAN dalam pelayanan terbaik bagi konsumen.

Inilah dagang yang sesungguhnya. Inilah bisnis yang sesungguhnya. Melayani konsumen dengan persiapan yang baik dan kerendahan hati. Tanpa bermaksud mengecilkan usahanya, namun lihat saja skalanya yang baru pedagang kue ape. Tapi dia melakukan hal-hal sederhana dengan penuh kesungguhan dan kerendahan hati. Menurut saya, jauh lebih besar dan bermodal kios pecel lele kawan saya yang di beberapa paragraf sebelumnya saya ceritakan. Tapi urusan uang kembalian IDR 2.000 saja dia sudah gagal total.

Dalam kondisi yang ideal dan ketika saya memang bertemu kesempatannya, saya selalu menukarkan uang pecahan besar dengan cara belanja, misalnya ke minimarket. Ketika saya baru mengambil uang dari ATM, jarang sekali saya langsung simpan seperti apa adanya, apalagi jika pecahannya IDR 100.000. Saya belanjakan saja makanan kecil atau apapun yang berguna bagi saya atau keluarga saya. Saya mendapatkan kembalian, dan uang pecahan-pecahan itulah yang akan memudahkan operasional saya di lapangan.

Namun dalam beberapa kesempatan atau ketika sedang dikejar tenggat waktu, ada kalanya saya tidak sempat membeli sesuatu atau menukar pecahan besar uang tersebut. Saya sering sekali naik ojeg. Ada yang sigap dengan kembalian yang lengkap, ada yang "bedegong" mengatakan bahwa tidak ada kembalian dan dengan bahasa tubuhnya, dia "menyuruh" saya untuk memecahkan uang besar tersebut.

Bagi saya, sikap semacam ini adalah brengsek. Sama sekali tidak ada kerendahan hati dan pelayanan. Saya menggunakan jasanya, jelas itu merupakan rejekinya. Tapi dia dengan santainya menyuruh saya untuk menyiapkan uang pas baginya. Sampai saya pecicilan jalan sana-sini mencari pedagang minuman untuk saya beli. Padahal saya sudah membawa minuman sendiri. Selain pemborosan karena saya harus membeli produk yang tidak saya perlukan demi kembalian, saya juga tidak suka dengan sikap si sopir ojeg tersebut yang sama sekali tidak ada inisiatif untuk membantu saya mencarikan kembalian. Congkak sekali.

Maka dari itu setelah saya sering menghadapi hal-hal semacam itu, setelah saya tawar-menawar dengan ojeg pangkalan dan tercapai kesepakatan harga, saya LANGSUNG katakan padanya bahwa saya hanya memiliki uang pecahan besar, apakah dia ada kembalinya atau tidak. Jika tidak punya, segera saya minta dia untuk menukarkannya di situ juga. Saya paling sebal ketika sudah turun ojeg dan harus melakukan pekerjaan selanjutnya, ternyata masih dipusingkan dengan urusan uang kembalian yang tidak disediakan oleh si sopir ojeg.

Yang lebih parahnya adalah sopir ojeg berbasis aplikasi. Sudah bukan rahasia lagi jika sopir ojeg aplikasi pasti lebih suka menerima uang tunai secara langsung dari konsumennya, karena uang tersebut bisa langsung ia nikmati saat itu juga. Jika konsumen memilih pembayaran non-tunai dengan akun dia di aplikasi ojeg online tersebut, si sopir ojeg aplikasi harus mengklaim ongkos tersebut ke kantor ojeg aplikasi tempatnya bekerja. Proses ini tentu memakan waktu dan merepotkan. Sehingga manusiawi sekali jika para sopir ojeg berbasis aplikasi lebih menyukai pembayaran tunai dari konsumennya.

Di sisi konsumen, saya bisa saja menggunakan cara pembayaran non-tunai tersebut. Jelas lebih mudah bagi saya, tidak perlu rempong mengurusi kembalian yang kadang tidak disediakan oleh si sopir ojeg. Namun saya tahu rasanya menjadi orang susah, uang beberapa ribu saja bisa berarti bagi perut saya di hari itu. Sehingga saya tetap menggunakan pembayaran tunai bagi ojeg aplikasi yang saya tumpangi. Sebagai konsumen, saya berusaha menghargai aspirasi mereka yang lebih menyukai pembayaran tunai, betapapun mereka tidak mengatakannya pada saya.

Tetapi lagi-lagi beberapa kali saya mendapati sopir ojeg aplikasi yang tidak siap dengan kembalian. Saya dongkol dan saya langsung ceramahi mereka: "Pak, saya sadar, tarif ojeg aplikasi ini sudah murah, saya banyak terbantu. Tapi karena saya pake uang tunai, tolong bantu saya juga dong Pak. Tau begini kan saya pake cara non-tunai aja, ngapain saya cape-cape repot pake cara tunai? Kalo saya pake cara tunai kan Bapak juga yang terbantu."

Biasanya setelah saya ceramahi seperti itu, sopir ojeg tersebut bersedia untuk mencarikan kembalian bagi saya. Jika ia melakukan itu dengan baik, saya tidak segan mengganjarnya dengan memberikan skor bintang 5 di aplikasinya. Dan tahukah Anda, bahwa skor bintang 5 itu sangat penting bagi sopir ojeg aplikasi? Karena penilaian baik dari konsumen dapat mempengaruhi pendapatan bonus mereka dari kantor ojeg aplikasi tersebut.

Maka dari itu kadang saya tidak segan menceramahi mereka beberapa menit untuk lebih mengedepankan servis dan kerendahan hati bagi penumpangnya. Tarif yang lebih murah dari ojeg konvensional sangatlah tidak elok dijadikan alasan para sopir ojeg aplikasi untuk berbuat seenaknya terhadap pengguna jasanya, terutama dalam urusan uang kembalian.

Kita boleh saja menjadi seorang idealis dengan mengatakan bahwa seharusnya konsumenlah yang menyediakan uang dalam berbagai pecahan ketika bertransaksi. Dalam derajat tertentu, saya setuju dengan pendapat ini, karena saya pun melakukannya di dunia nyata. Dalam kondisi yang ideal, saya pasti menukarkan uang besar dengan uang pecahan kecil. Ada perasaan nyaman ketika saya tahu bahwa di saku atau dompet saya, ada sejumlah uang dalam berbagai pecahan yang akan memudahkan saya untuk bertransaksi.

Namun bagaimana jika kondisi konsumen tersebut tidak memungkinkan untuk terlebih dahulu menukarkan uangnya? Ya si pedagang itulah yang harus siap sedia uang kembalian dalam berbagai pecahan, karena itu MEMANG KEWAJIBAN pedagang dan pengusaha, BUKAN kewajiban utama konsumen. Konsumen sudah memberikan rejeki pada para pedagang dan pengusaha, masak iya konsumen masih harus diperbudak oleh pedagang atau pengusaha untuk pecicilan menukarkan uang kembalian? Logikanya di mana?

Menjadi idealis boleh-boleh saja, selama tidak kelewat goblok. Logika dan akal sehat harus tetap kita kedepankan.

Ada pedagang skala kecil yang selalu siap siaga dengan uang kembalian dalam berbagai pecahan yang tersusun rapi. Lihat saja cerita saya tadi soal pedagang kue ape di sekolah anak saya.

Ada pedagang skala menengah dan besar yang uang kembalian IDR 1.000 atau IDR 2.000 perak saja mengeluh tidak ada. Di mana logikanya? Di mana akal sehatnya? Pindah ke dengkul?

Jika memang tidak ada uang kembaliannya, dengan segenap kesadaran dan tetap ramah, seharusnyalah si pedagang atau pengusaha yang membantu konsumen untuk menukarkannya, bukan sebaliknya. Sekali lagi, ini logika umum. Ini masalah akal sehat saja. Ini masalah niat baik saja.

Selalu gunakanlah logika dan akal sehat kita, terutama dalam berurusan dengan perasaan dan kenyamanan orang lain. Itu adalah pemberian Tuhan yang paling berharga bagi kita, selain nurani yang baik dan kemampuan pikiran kita untuk mempelajari banyak hal.

Logika dan akal sehat adalah komponen yang sama vitalnya dengan kerendahan hati dan mental melayani, dalam menjalankan bisnis di bidang apapun. Kita boleh saja menjadi idealis yang baik hati, tapi jangan pernah memindahkan logika dan akal sehat kita ke dengkul kita. Itu namanya merendahkan Tuhan.

Jika kita memutuskan untuk berbisnis, siaplah dengan semua hal yang diperlukan, bahkan hingga uang recehan kembalian sekalipun. Bahkan jika produk atau jasa kita sangat hebat sekalipun, bisa saja setiap saat ditinggalkan konsumen jika ada kompetitor yang lebih gesit dan lebih rendah hati dalam melayani konsumennya. Apalagi jika kita baru berbisnis, baru merintis produk atau jasa baru kita. Bijaklah dan rendah hatilah dalam melayani konsumen, termasuk hingga ke urusan uang kembalian. Dalam hal-hal sederhana itulah, sesungguhnya kita sedang diuji.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Hebatnya Manajemen "Selalu Ada Uang Kembalian""

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel