Artikel Prof. Rhenald Kasali - Bag. 2

Judul asli artikel ini adalah: Hidup Lebih Baik yang Belum Tentu Disambut Baik (Begitulah Shifting Terjadi), yang ditulis oleh Prof. Rhenald Kasali pada 29 Oktober 2017. Artikel ini diambil dari situs rumahperubahan.co.id, dan merupakan bagian kedua dari 3 artikel tentang era perubahan, yang memang sengaja saya muat di blog ini sebagai bagian dari sharing pengetahuan demi lebih siap & sigapnya kita semua dalam menyambut masa depan yang semakin penuh dengan tantangan. Berikut ini adalah isi artikelnya.

Mungkin inilah zaman pertemuan dua generasi yang paling membingungkan sepanjang sejarah. Ini bukan soal generasi kertas vs generasi digital semata, melainkan soal kita yang sedang berada di dunia yang ekonominya sedang mengalami perubahan arah secara radikal, yang memicu banyak kebangkrutan. Ini juga sebenarnya bukan soal kebijakan ekonomi, melainkan soal kemajuan teknologi yang mengubah lansekap ekonomi maupun platform di berbagai sendi kehidupan.

Saya menyebutnya shifting, tetapi sebagian besar ekonom “tua” menyebutnya resesi, pelemahan daya beli dan sejumlah term pesimistik lainnya. Saya menyebut apa yang dilakukan generasi Nadiem Makarim sebagai inovasi, bahkan disruption; tetapi manajer-manajer “tua” mengatakan mereka “bakar uang.” Mereka mengatakan retail online adalah bisnis skala kecil, tapi anak-anak kita mengatakannya berskala besar.

Generasi muda mengatakan bahwa mereka punya model bisnis yang baru & kontemporer, tetapi regulator mengatakan itu sebagai industri predator. Maka regulasinya pun dibuat untuk berpihak ke masa lalu.

Ilustrasi: Istimewa
Hari semakin petang saat satu-persatu usaha konvensional berguguran, tetapi saya belum melihat generasi yang tua ikhlas menerima proses shifting ini. Mengakui saja belum, namun terus menyalahkan kanan-kiri depan-belakang, sementara usaha-usaha yang resisten terhadap kemajuan jaman, berguguran terus.


Dari Armada Laut ke Retail dan Bank

Dari sejak tiga tahun lalu kita sudah membaca tentang keributan dalam industri jasa taksi. Di sini mulai ramai pertempuran antara ojek pangkalan vs. ojek aplikasi. Lalu antara pengemudi angkot dengan ojek aplikasi. Disusul demo sopir taksi melawan taksi aplikasi.

Di tingkatan global pada tahun-tahun sebelumnya, korbannya adalah angkutan laut dan hotel. Produsen kapal asal Korea, Hanjin, meminta perlindungan bangkrut dari pengadilan. Lalu disusul oleh Maersk dan Hyundai. Setelah itu Rickmers Group (Jerman), Sinopacific Dayang, Wenzhou Shipping dan Zhejiang (Cina). Jumlah kapal yang dibutuhkan oleh perdagangan dunia sudah banyak menyusut menyusul penggunaan sarana telekomunikasi seluler / satelit dan aplikasi-aplikasi baru yang serba bisa memonitor segalanya, hingga ini semua menyebabkan pergeseran percaturan bisnis global.

Setelah itu, tahun berikutnya kita melihat empat jenis industri mulai megap-megap: mainan anak-anak, retail, perbankan dan industri-industri tertentu yang spesifik. Tingkat kompetisi meningkat, dan pendatang-pendatang tertentu masuk ke peta persaingan dengan platform baru. Industri mainan anak-anak Indonesia mengeluh penjualannya drop 30%, karena masih mengandalkan mainan berbahan plastik. Jangankan mainan anak-anak seperti itu, boneka Barbie saja terkena imbas. Bahkan Toy ‘R’ Us di Amerika mengajukan pailit.

Sementara industri mainan anak-anak konvensional kesulitan, industri pembuatan Game Online di Indonesia berkembang pesat. Diduga omsetnya mencapai USD 10 juta.

Kita juga membaca satu per satu retail di Indonesia menutup gerainya. Terakhir Debenhams dan Lotus. Tapi nanti dulu, itu bukan cuma terjadi di sini. Di USA, tahun ini saja sudah 1.430 toko milik Radio Shack yang ditutup, lalu 808 gerai milik toko sepatu Payless, 238 gerai Kmart, 160 toko Crocs (sepatu), 138 gerai JC Penny, 98 Sears, 68 Macy’s, 70 gerai CVS, 154 toko untuk Walmart, 128 gerai Michael Kors, dan daftarnya pun terus bertambah panjang.

Dari Jepang, saya mendengar Mizuho Bank akan mengurangi 19.000 dari 50.000 karyawannya, setelah keuntungannya banyak dimakan industri Fintech. Ini sejalan dengan bank-bank nasional yang mulai melakukan hal serupa, minimal tak lagi membuka cabang baru.

Jadi kalau kita melihat baru beberapa toko besar yang ditutup di sini, dan mulai sepinya suasana di Glodok dan toko grosir Tanah Abang, maka sesungguhnya itu belum seberapa. Ini baru tahap awal. Saya bisa ceritakan bahwa dalam hal eksklusivitas brand pun, kini berubah bagi para generasi Millennial. Semua yang tadinya bersifat branded (eksklusif / luxuries) akan menjadi public brand.


Bencana atau Peluang

Shifting tentu berbeda dengan krisis atau resesi, yang lebih banyak dipandang sebagai bencana memilukan. Shifting dapat diibaratkan Anda yang tengah bermain "balon eo". Masih ingatkah balon yang terdiri dari dua buah balon yang saling berhubungan? Kalau yang satu ditekan, maka anginnya akan pindah ke balon yang besar dan berbunyi "eo, eo, eo"...

Ya seperti itulah shifting terjadi. Angin perubahan berpindah, lalu ada yang terkejut karena terjepit dan ruangnya menjadi hampa. Manusia-manusianya akan bertingkah-polah mirip cerita Who Moved My Cheese. Manusianya bolak-balik kembali ke tempat yang sama dan berteriak-teriak marah: “Kembalikan keju saya! Kembalikan! Duh, siapa yang mencurinya? Siapa yang memindahkannya?”

Padahal, menurut Ken Blanchard & Johnson yang menulis perumpamaan itu, keju adalah simbol dari apa saja yang membawa kebahagiaan. Ia bisa berupa kue, pekerjaan, kekasih, kekayaan, perusahaan, atau bahkan keterampilan. Faktanya, kesemuanya itu tidak abadi. Bisa musnah, pindah atau dipindahkan ke "tempat” yang lain.

Di dalam cerita itu disebutkan ada dua ekor tikus yang selalu bekerja dan mencari keju itu ke tempat lain. Anda yang mempunyai Shio tikus barangkali punya perilaku yang sama: tak bisa diam di tempat. Nah, kedua tikus itulah yang menemukannya. Ternyata di tempat lain itu ada keju-keju lain yang sama nikmatnya dan bahkan ukurannya jauh lebih besar.

Mereka menuding resesi atau daya beli itu ibarat “manusia” di cerita film itu, tidak bisa melihat keju yang telah berpindah ke tempat lain. Ia hanya mengais rejeki di tempat yang sama. Resesi atau lemahnya daya beli, kalau balon, maka itu diibaratkan satu balon yang mengempis atau jika krisis, balonnya pecah.

Harap kita ketahui bersama bahwa kita baru saja berada di depan pintu gerbang disruptions. Saya harap Anda sudah membaca berbagai referensi yang terkait dengan disruptions tersebut. Dalam proses disruption itu, teknologi digital tengah mematikan jarak dan membuat semua perantara (middlemen) kehilangan peran. Akibatnya, margin 20-40% yang selama ini dinikmati para penyalur (grosir – retailer), "terpaksa" diserahkan kepada Digital Marketplace (± 5%), misalnya seperti Tokopedia, Bukalapak, OLX; hingga sampai ke tangan konsumen dengan rantai distribusi yang lebih pendek. Konsumen pun dapat menikmati harga-harga yang jauh lebih terjangkau dibandingkan era sebelumnya.

Lebih jauh lagi, kini generasi Millennial telah menjadi pemain penting dalam proses distribusi & konsumsi. Tahukah Anda bahwa setidaknya satu dari beberapa anak Anda telah menjadi wirausahawan baru? Mereka beriklan di dunia maya seperti di Facebook dan Instagram. Mereka berjualan di sana, mendapatkan pelanggan di sana, dan perbuatannya tidak terpantau oleh regulator, atau bahkan orangtua mereka sekalipun.

Di era ini, para pengusaha lama perlu mendisrupsi diri, membongkar struktur biaya, dan mereformasi budaya bisnis yang sudah usang; bukannya bersekutu dengan regulator uuntuk menghambat kemajuan yang tak tertahankan tersebut. Undanglah kaum muda untuk meremajakan dirinya agar siap bertarung di lansekap bisnis digital dengan dengan cara-cara yang paling mutahir. Biarkan saja kaum tua yang resisten terhadap perubahan jaman meratapi hari ini dengan terus mengatakan tentang penurunan daya beli, krisis, resesi, atau wacana pesimistik lainnya.

Dunia ini sedang mengalami shifting, apakah kita semua mau mengakuinya atau tidak. Para orangtua dan orangtua-muda jaman sekarang sedang memangku cyber babies, yang kelak akan menjelma menjadi kaum remaja di tengah cyber romance. Mereka hidup & belajar di dunia cyber, dan menjadi pekerja mandiri. Masih banyak hal yang akan berpindah, bukan musnah. Ia menciptakan jutaan kesempatan baru yang begitu sulit ditangkap orang-orang dengan pola pikir & pola kerja lama; atau orang-orang malas yang sudah terlalu nyaman tinggal di bawah selimut rasa aman masa lalu.

Ayo... nikmati shifting ini, dan selalu jadilah adaptif dalam menyikapinya.


Prof. Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Artikel Prof. Rhenald Kasali - Bag. 2"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel