Artikel Prof. Rhenald Kasali - Bag. 1
Sunday, November 19, 2017
Add Comment
Judul asli artikel ini adalah: Inilah Pekerjaan Yang Akan Hilang Akibat "Disruption", yang ditulis oleh Prof. Rhenald Kasali pada 18 Oktober 2017. Artikel ini diambil dari situs rumahperubahan.co.id, dan merupakan bagian pertama dari 3 artikel tentang era perubahan, yang memang sengaja saya muat di blog ini sebagai bagian dari sharing pengetahuan demi lebih siap & sigapnya kita semua dalam menyambut masa depan yang semakin penuh dengan tantangan. Berikut ini adalah isi artikelnya.
Mungkin Anda sempat melihat video tentang Google Pixel Buds. Wireless Headphone seharga USD 159 yang akan beredar dalam waktu dekat, dipercaya berpotensi menghapuskan pekerjaan para penerjemah.
Headphone ini dilengkapi dengan akses kepada Google Assistant yang bisa memberikan terjemahan real time hingga 40 bahasa atas ucapan orang asing yang berada di depan Anda. Teknologi seperti ini mengingatkan saya pada laporan PBB yang dikeluarkan oleh salah satu komisi yang dibentuk PBB – On Financing Global Opportunity – The Learning Generation (Oktober 2016).
Dikatakan, dengan percepatan teknologi seperti saat ini, hingga tahun 2030, sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan. Tak mengherankan bila mulai banyak anak-anak yang bertanya polos pada orang tuanya, “Mama, bila aku besar, nanti aku bisa bekerja di mana?”
Otot Diganti Robot
Perlahan-lahan tetapi pasti, teknologi menggantikan tenaga manusia. Tak apa jika itu membuat kita menjadi lebih manusiawi. Misalnya, kuli angkut pelabuhan yang kini diganti dengan crane dan forklift.
Tak hanya di pelabuhan. Di supermarket pun anak-anak muda beralih dari tukang panggul menjadi penjaga di Control Room. Itu sebabnya negara perlu melatih-ulang SDM-nya secara besar-besaran dan menyediakan pekerjaan alternatif seperti pertanian atau jasa-jasa lain yang masih sangat dibutuhkan dalam jangka panjang.
Tetapi teknologi tak hanya mengganti otot. Manusia juga menggunakan teknologi untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya.
Di sini kita sudah melihat robot yang digunakan untuk memasuki rumah yang dikuasai teroris dan memadamkan api ketika terjadi kebakaran.
Sekarang kita mendengar tenaga-tenaga kerja yang bertugas di pintu tol akan diganti dengan mesin. Pekerjaan di pintu-pintu tol semakin hari memang semakin berbahaya, baik bagi kesehatan (asap karbon kendaraan), keamanan, maupun kenyamanan (ruang loket tidak dilengkapi toilet).
Sehingga dengan demikian, memindahkan mereka ke Control Room atau pekerjaan lain, tentu lebih manusiawi.
Teknologi juga menggantikan jarak sehingga pusat-pusat belanja yang biasanya ramai dan menimbulkan kemacetan, tiba-tiba sepi karena konsumen memilih belanja dari genggaman tangannya dan barang belanjaannya diantar ke rumah.
Sejak itulah kita menyaksikan pekerjaan-pekerjaan yang telah eksis selama 20 tahun-an lalu pun perlahan-lahan akan menghilang. Setelah petugas pengantar pos, diramalkan penerjemah dan pustakawan akan menyusul.
Bahkan diramalkan, profesi dosen pun akan hilang, karena kampus akan berubah menjadi semacam EO yang mengorganisir kuliah dari ilmuwan-ilmuwan kelas dunia. Kasir di supermarket, sopir taksi, loper koran, agen-agen asuransi, dan sejumlah besar akuntan juga diramalkan akan berkurang.
Kita tentu perlu memikirkan-ulang & merenungkan kontinuitas pekerjaan-pekerjaan yang kita tekuni hari ini.
Pekerjaan-Pekerjaan Baru
Sebulan yang lalu, di Cambridge – UK, saya menerima kunjungan dari mentee-mentee saya yang sedang melanjutkan studi S2. Salah satunya bernama Icha, yang sedang menjalani program S2 di bidang perfilman.
Saya pun menggali apa saja yang telah ia pelajari dan apa saja rencana-rencananya ke depan yang bisa dijembatani oleh yayasan yang saya pimpin.
Icha bercerita tentang ilmu yang didapatnya.
“Kami disiapkan untuk hidup mandiri,” ujarnya.
“Masa depan industri perfilman bukan lagi seperti yang kita kenal. Semua orang kini bisa membuat film tanpa produser dan middleman seperti yang kita kenal selama ini. Kami diajarkan menjadi produser film indies, tanpa aktor terkenal, dengan kamera sederhana, dan memasarkan sendiri hasilnya via Netflix.
Ucapan Icha sejalan dengan Adam, putera saya yang sedang mengambil studi fotografi di School of Visual Arts, New York. Ia tentu tidak sedang mempersiapkan diri menjadi juru potret seperti yang kita kenal selama ini, melainkan mempersiapkan keahlian baru di era digital yang serba kamera.
Adam bercerita tentang arahan dosennya yang mirip dengan cerita Icha di UK. “Sepuluh tahun pertama, jangan berpikir mendapatkan gaji seperti para pegawai. Hidup mandiri, membangun keahlian, dan persiapkan diri untuk 20 tahun ke depan. Tak mau susah, tak ada masa depan,” ucapnya menirukan arahan para dosen yang rata-rata karyanya banyak bisa kita lihat di berbagai galeri internasional.
Adam dilatih hidup mandiri, berjuang sedari dini dari satu galeri ke galeri besar lainnya. Dari satu karya ke karya besar lainnya.
Memang, pekerjaan-pekerjaan lama yang akan banyak menghilang, sebenarnya tidak hilang sama sekali. Seperti yang saya ceritakan dalam buku baru saya, Disruption, bahwa pada pergantian abad 19 ke abad 20, saat mobil menggantikan kereta-kereta kuda, ribuan peternak dan pekerja yang menunggu pesanan di bengkel-bengkel kereta kuda pun menganggur. Namun pekerjaan-pekerjaan baru seperti montir, pegawai konstruksi jalanan, pengatur lalu-lintas, petugas asuransi, dan sebagainya pun tumbuh.
Kereta-kereta kuda tentu masih bisa kita lihat hingga hari ini, mulai dari jalanan Malioboro di Yogyakarta sampai di kota New York, Paris, atau London, untuk melayani turis. Tetap ada, namun tak sebanyak pada eranya.
Bandingkan dengan saat ini. Kita menyaksikan munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang tak pernah kita kenal 10-20 tahun lalu: Barista, Blogger, Web Developer, Apps Creator / Developer, Smart Chief Listener, Smart Ketle Manager, Big Data Analyst, Cyber Troops, Cyber Psichologyst, Cyber Patrol, Forensic Cyber Crime Specialist, Smart Animator, Game Developer, Smart Control Room Operator, Medical Sonographer, Prosthodontist, Crowd Funding Specialist, Social Entrepreneur, Fashionista and Ambassador, BIM Developer, Cloud Computing Services, Cloud Service Specialist, Dog Whisperer, Drone Operator, dan masih banyak lagi.
Kita membaca postingan yang telah banyak beredar dari para bankir, sehubungan dengan tawaran-tawaran dari kantornya untuk pensiun dini bagi sebagian besar karyawannya, mulai dari Teller, hingga Credit Officer.
Kelak, bila Blockchain Revolution seperti yang ditulis ayah-anak Don-Alex Tapscott menjadi kenyataan, maka bukan hanya mesin ATM yang menjadi besi tua, melainkan juga mesin-mesin EDC. Ini tentu akan menambah panjang daftar pekerjaan-pekerjaan lama yang akan hilang.
Jangan Tangisi Masa Lalu
Di beberapa situs kita pasti membaca banyaknya kelompok masyarakat yang menangisi hilangnya ribuan atau bahkan jutaan pekerjaan lama. Ada juga yang menyalahkan pemimpinnya negaranya karena berbagai masalah ekonomi yang timbul. Di sisi lainnya, muncul kelompok-kelompok penekan pemerintah yang seakan-akan sanggup menjadi “juru selamat” para buruh dari PHK.
Perlu disadari bahwa gerakan-gerakan itu pasti berujung pada kesia-siaan. Kita telah sering menyaksikan tekanan-tekanan publik dan kebijakan para kepala daerah yang sangat anti bisnis-bisnis online.
Mungkin mereka lupa, dunia online telah menjadi penyedia kesempatan kerja baru yang begitu luas. Larangan ojek online misalnya, bisa mematikan industri kuliner dan makanan olahan rumah tangga yang bekerjasama dengan armada ojek online.
Berapa banyak penjual martabak yang kini tumbuh seperti jamur di musim hujan, atau rumah makan ayam penyet dan pembuat sabun herbal yang juga diantar melalui armada ojek online.
Sikap resisten terhadap kemajuan jaman ini, sama halnya dengan menghambat pembayaran non-tunai di pintu-pintu tol. Kita jelas akan kehilangan kesempatan untuk memberikan pelayanan-pelayanan baru yang lebih nyaman, manusiawi dan aman.
Satu hal yang pasti, kita harus mulai melatih anak-anak kita menjadi pekerja mandiri yang sanggup menjelajahi profesi-profesi baru. Ketika mesin dibuat menjadi lebih pandai dari manusia, maka bagi manusia, pintar saja tidak cukup.
Anak- anak kita perlu dilatih hidup mandiri dengan mentalitas Self-Driving, Self-Power, kreativitas dan inovasi, serta perilaku baik dalam melayani dan menjaga tutur-katanya di dunia maya (yang sekalipun memberi ruang bagi kebebasan maupun kepalsuan).
Prof. Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan
Mungkin Anda sempat melihat video tentang Google Pixel Buds. Wireless Headphone seharga USD 159 yang akan beredar dalam waktu dekat, dipercaya berpotensi menghapuskan pekerjaan para penerjemah.
Headphone ini dilengkapi dengan akses kepada Google Assistant yang bisa memberikan terjemahan real time hingga 40 bahasa atas ucapan orang asing yang berada di depan Anda. Teknologi seperti ini mengingatkan saya pada laporan PBB yang dikeluarkan oleh salah satu komisi yang dibentuk PBB – On Financing Global Opportunity – The Learning Generation (Oktober 2016).
Dikatakan, dengan percepatan teknologi seperti saat ini, hingga tahun 2030, sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan. Tak mengherankan bila mulai banyak anak-anak yang bertanya polos pada orang tuanya, “Mama, bila aku besar, nanti aku bisa bekerja di mana?”
Otot Diganti Robot
Perlahan-lahan tetapi pasti, teknologi menggantikan tenaga manusia. Tak apa jika itu membuat kita menjadi lebih manusiawi. Misalnya, kuli angkut pelabuhan yang kini diganti dengan crane dan forklift.
Tak hanya di pelabuhan. Di supermarket pun anak-anak muda beralih dari tukang panggul menjadi penjaga di Control Room. Itu sebabnya negara perlu melatih-ulang SDM-nya secara besar-besaran dan menyediakan pekerjaan alternatif seperti pertanian atau jasa-jasa lain yang masih sangat dibutuhkan dalam jangka panjang.
Tetapi teknologi tak hanya mengganti otot. Manusia juga menggunakan teknologi untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya.
Di sini kita sudah melihat robot yang digunakan untuk memasuki rumah yang dikuasai teroris dan memadamkan api ketika terjadi kebakaran.
Sekarang kita mendengar tenaga-tenaga kerja yang bertugas di pintu tol akan diganti dengan mesin. Pekerjaan di pintu-pintu tol semakin hari memang semakin berbahaya, baik bagi kesehatan (asap karbon kendaraan), keamanan, maupun kenyamanan (ruang loket tidak dilengkapi toilet).
Sehingga dengan demikian, memindahkan mereka ke Control Room atau pekerjaan lain, tentu lebih manusiawi.
Ilustrasi: Istimewa |
Sejak itulah kita menyaksikan pekerjaan-pekerjaan yang telah eksis selama 20 tahun-an lalu pun perlahan-lahan akan menghilang. Setelah petugas pengantar pos, diramalkan penerjemah dan pustakawan akan menyusul.
Bahkan diramalkan, profesi dosen pun akan hilang, karena kampus akan berubah menjadi semacam EO yang mengorganisir kuliah dari ilmuwan-ilmuwan kelas dunia. Kasir di supermarket, sopir taksi, loper koran, agen-agen asuransi, dan sejumlah besar akuntan juga diramalkan akan berkurang.
Kita tentu perlu memikirkan-ulang & merenungkan kontinuitas pekerjaan-pekerjaan yang kita tekuni hari ini.
Pekerjaan-Pekerjaan Baru
Sebulan yang lalu, di Cambridge – UK, saya menerima kunjungan dari mentee-mentee saya yang sedang melanjutkan studi S2. Salah satunya bernama Icha, yang sedang menjalani program S2 di bidang perfilman.
Saya pun menggali apa saja yang telah ia pelajari dan apa saja rencana-rencananya ke depan yang bisa dijembatani oleh yayasan yang saya pimpin.
Icha bercerita tentang ilmu yang didapatnya.
“Kami disiapkan untuk hidup mandiri,” ujarnya.
“Masa depan industri perfilman bukan lagi seperti yang kita kenal. Semua orang kini bisa membuat film tanpa produser dan middleman seperti yang kita kenal selama ini. Kami diajarkan menjadi produser film indies, tanpa aktor terkenal, dengan kamera sederhana, dan memasarkan sendiri hasilnya via Netflix.
Ucapan Icha sejalan dengan Adam, putera saya yang sedang mengambil studi fotografi di School of Visual Arts, New York. Ia tentu tidak sedang mempersiapkan diri menjadi juru potret seperti yang kita kenal selama ini, melainkan mempersiapkan keahlian baru di era digital yang serba kamera.
Adam bercerita tentang arahan dosennya yang mirip dengan cerita Icha di UK. “Sepuluh tahun pertama, jangan berpikir mendapatkan gaji seperti para pegawai. Hidup mandiri, membangun keahlian, dan persiapkan diri untuk 20 tahun ke depan. Tak mau susah, tak ada masa depan,” ucapnya menirukan arahan para dosen yang rata-rata karyanya banyak bisa kita lihat di berbagai galeri internasional.
Adam dilatih hidup mandiri, berjuang sedari dini dari satu galeri ke galeri besar lainnya. Dari satu karya ke karya besar lainnya.
Memang, pekerjaan-pekerjaan lama yang akan banyak menghilang, sebenarnya tidak hilang sama sekali. Seperti yang saya ceritakan dalam buku baru saya, Disruption, bahwa pada pergantian abad 19 ke abad 20, saat mobil menggantikan kereta-kereta kuda, ribuan peternak dan pekerja yang menunggu pesanan di bengkel-bengkel kereta kuda pun menganggur. Namun pekerjaan-pekerjaan baru seperti montir, pegawai konstruksi jalanan, pengatur lalu-lintas, petugas asuransi, dan sebagainya pun tumbuh.
Kereta-kereta kuda tentu masih bisa kita lihat hingga hari ini, mulai dari jalanan Malioboro di Yogyakarta sampai di kota New York, Paris, atau London, untuk melayani turis. Tetap ada, namun tak sebanyak pada eranya.
Bandingkan dengan saat ini. Kita menyaksikan munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang tak pernah kita kenal 10-20 tahun lalu: Barista, Blogger, Web Developer, Apps Creator / Developer, Smart Chief Listener, Smart Ketle Manager, Big Data Analyst, Cyber Troops, Cyber Psichologyst, Cyber Patrol, Forensic Cyber Crime Specialist, Smart Animator, Game Developer, Smart Control Room Operator, Medical Sonographer, Prosthodontist, Crowd Funding Specialist, Social Entrepreneur, Fashionista and Ambassador, BIM Developer, Cloud Computing Services, Cloud Service Specialist, Dog Whisperer, Drone Operator, dan masih banyak lagi.
Kita membaca postingan yang telah banyak beredar dari para bankir, sehubungan dengan tawaran-tawaran dari kantornya untuk pensiun dini bagi sebagian besar karyawannya, mulai dari Teller, hingga Credit Officer.
Kelak, bila Blockchain Revolution seperti yang ditulis ayah-anak Don-Alex Tapscott menjadi kenyataan, maka bukan hanya mesin ATM yang menjadi besi tua, melainkan juga mesin-mesin EDC. Ini tentu akan menambah panjang daftar pekerjaan-pekerjaan lama yang akan hilang.
Jangan Tangisi Masa Lalu
Di beberapa situs kita pasti membaca banyaknya kelompok masyarakat yang menangisi hilangnya ribuan atau bahkan jutaan pekerjaan lama. Ada juga yang menyalahkan pemimpinnya negaranya karena berbagai masalah ekonomi yang timbul. Di sisi lainnya, muncul kelompok-kelompok penekan pemerintah yang seakan-akan sanggup menjadi “juru selamat” para buruh dari PHK.
Perlu disadari bahwa gerakan-gerakan itu pasti berujung pada kesia-siaan. Kita telah sering menyaksikan tekanan-tekanan publik dan kebijakan para kepala daerah yang sangat anti bisnis-bisnis online.
Mungkin mereka lupa, dunia online telah menjadi penyedia kesempatan kerja baru yang begitu luas. Larangan ojek online misalnya, bisa mematikan industri kuliner dan makanan olahan rumah tangga yang bekerjasama dengan armada ojek online.
Berapa banyak penjual martabak yang kini tumbuh seperti jamur di musim hujan, atau rumah makan ayam penyet dan pembuat sabun herbal yang juga diantar melalui armada ojek online.
Sikap resisten terhadap kemajuan jaman ini, sama halnya dengan menghambat pembayaran non-tunai di pintu-pintu tol. Kita jelas akan kehilangan kesempatan untuk memberikan pelayanan-pelayanan baru yang lebih nyaman, manusiawi dan aman.
Satu hal yang pasti, kita harus mulai melatih anak-anak kita menjadi pekerja mandiri yang sanggup menjelajahi profesi-profesi baru. Ketika mesin dibuat menjadi lebih pandai dari manusia, maka bagi manusia, pintar saja tidak cukup.
Anak- anak kita perlu dilatih hidup mandiri dengan mentalitas Self-Driving, Self-Power, kreativitas dan inovasi, serta perilaku baik dalam melayani dan menjaga tutur-katanya di dunia maya (yang sekalipun memberi ruang bagi kebebasan maupun kepalsuan).
Prof. Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan
0 Response to "Artikel Prof. Rhenald Kasali - Bag. 1"
Post a Comment