Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 10: Evaluasi) - SELESAI

Kesemua hal-hal luhur dan baik yang telah saya kemukakan di sembilan artikel sebelumnya, sesungguhnya tidak akan berguna dalam aplikasinya jika tidak dibarengi dengan proses evaluasi terus-menerus oleh para praktisi yang menjalankannya. Mengapa evaluasi sangat penting, baik di tingkatan personal maupun di tingkatan organisasi / perusahaan?

Setidaknya ada beberapa fungsi dari evaluasi, yaitu:

1. Link and Match
Steve Jobs, Founder dari Apple Corporation pernah berkata, bahwa salah satu kemampuan terpenting seorang pemimpin adalah Connecting The Dots, alias menghubungkan titik-titik. Yang dimaksud dengan titik-titik di sini adalah sejumlah hal penting yang terjadi dalam hidup kita, atau bisa juga sejumlah potensi yang bisa kita manfaatkan untuk mencapai tujuan kita.


Jika kita bisa melihat gambaran besar dari apa yang kita lakukan hingga detailnya, maka kita dapat menghubungkan titik-titik tersebut menjadi sebentuk garis yang bisa lebih memberi arti dan dampak dalam perjalan hidup kita.

Saya menyebutnya sebagai Link and Match. Link artinya menghubungkan, Match artinya mencocokkan. Setelah kita coba hubungkan kedua titik, apakah lantas cocok? Penemuan jawaban cocok atau tidak cocok tersebut membutuhkan proses evaluasi dan perenungan yang mendalam.


2. Mix and Match
Misalnya dalam proses menghubungkan kedua titik tersebut kita menemukan sejumlah kecocokkan, namun ada beberapa hal yang tidak bisa kita buat Match; lalu bagaimana caranya agar kedua titik tersebut bisa tetap terhubung satu sama lain? Karena ketika dua titik tidak dapat dihubungkan, itu bukanlah sebuah kesimpulan akhir bahwa mereka sama sekali tidak dapat dihubungkan. Bisa saja mereka dapat dihubungkan, namun membutuhkan bantuan titik lain atau harus menggunakan cara lain yang berbeda dari apa yang selama ini kita lakukan.


Saya sarankan gunakan langkah Mix and Match. Misalnya ada tiga titik, yaitu A, B dan C. A dan B banyak terdapat kesamaan, sayangnya ada beberapa hal yang mengganjal. Ternyata untuk menghubungkan A dan B dengan harmonis, butuh kehadiran titik C sebagai penghubung atau pelengkap.

Sehingga dapat saya katakan bahwa betapapun tidak semua titik dapat kita hubungkan secara langsung, selalu terbuka peluang untuk menghubungkan mereka lewat sejumlah cara lain yang lebih harmonis dan lebih sinergis. Peribahasa populernya adalah "banyak jalan lain ke Roma".


3. Sinergi
Apakah kedua titik terhubung atau tidak terhubung sama sekali, selalu usahakan agar hasil akhirnya bisa sinergis satu sama lain. Karena titik-titik yang sudah terhubung, betapapun terlihat saling-cocok, namun belum tentu dapat menghasilkan sinergi yang signifikan bagi pencapaian tujuan.

Selain itu janganlah kita menilai segala sesuatunya terlalu dini. Dua atau lebih hal yang tidak bisa bersinergi di dalam perjalanan atau prosesnya, bukannya mustahil bisa tetap bersinergi kelak ketika kesemuanya masing-masing sudah menghasilkan sesuatu.


Hasil bukanlah titik akhir sebuah proses. Bisa saja hasil dari sebuah proses, jika digabungkan dengan hasil lain dari proses lain, bisa menghasilkan hasil-hasil baru yang benar-benar berbeda dari komponen hasil sebelumnya.

Nah, kesimpulan dari poin 1, 2 dan 3 itu apa? Bahwa semua orang sukses di dunia ini, selalu memfungsikan dirinya dan pikirannya sebagai jembatan, yang menghubungkan satu titik dengan titik lainnya. Keterhubungan tersebut bisa menghasilkan sesuatu yang lebih powerful dan lebih bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak.

Maka tidak heran jika mayoritas orang sukses banyak berinvestasi pada pengembangan dirinya, pengembangan wawasannya, dan pengembangan jaringan pertemanannya. Gambaran besar dari semua itu adalah mencari titik-titik yang dapat dihubungkan, dapat dicocokan dan dapat bersinergi.

Link and Match. Jika belum bisa Match, lakukan Mix dan Match. Setelah bisa Match, pastikan prosesnya bersinergi satu sama lain. Jika dalam prosesnya ternyata tidak bisa bersinergi, usahakan kelak ada hasil-hasil yang bisa disinergikan satu sama lainnya. Sekali lagi, poin 1, 2 dan 3 ini membutuhkan proses evaluasi tanpa henti.


4. Check and Balance
Check and Balance adalah inti dari semua proses evaluasi. Memastikan semua berjalan dan bersinergi dengan baik, dan menyeimbangkan semua aspek yang tidak seimbang. Ibarat kapal laut, jika terjadi badai di tengah lautan, tentunya yang dicari oleh sang nahkoda kapal adalah keseimbangan kapal agar kapalnya tidak tenggelam.

Proses Balance juga biasanya penting dilakukan di ruang lingkup Human Capital yang kita miliki. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menjadi wasit yang adil atas sejumlah potensi konflik atau konflik yang terjadi di tubuh organisasi. Selalu menyeimbangkan informasi dan mengutamakan tindakan-tindakan yang adil & imparsial (tidak memihak); adalah karakter terpenting seorang pemimpin.

Ketika harmoni dan keseimbangan sudah tercipta, menciptakan sinergi bisa jauh lebih mudah dilakukan. Ini juga tentunya dapat kita lakukan dalam ruang lingkup personal.


5. Keep and Release
Seiring perjalanan waktu, ada sejumlah hal yang dapat terus dipertahankan keberadaannya, dan ada yang harus dilepas. Dilepas pun ada yang harus segera digantikan dengan hal yang lebih baik, atau malah lebih baik jika tidak perlu mendapatkan penggantinya.

Menentukan apa yang dapat terus bersama dan apa yang harus dilepaskan, membutuhkan kapasitas manajemen dan kepemimpinan tersendiri. Butuh ketegasan dan keberanian mengambil resiko terutama untuk memutuskan mana yang harus dilepaskan, jika hal-hal yang harus dilepaskan tersebut tampak baik-baik semua.

Sejumlah korporasi besar telah melakukan itu, dan akhirnya mereka dapat bertahan ditengah badai. Karena mereka melakukan satu hal terpenting: simplify your life. Tidak semua hal yang terlihat baik patut kita pertahankan; apalagi yang tidak baik. Karena kita ini adalah manusia, yang sarat dengan keterbatasan. Betapapun luar biasa baiknya, kita tetap saja tidak bisa mempertahankan semua hal baik sekaligus.

Pada akhirnya kita harus kembali melihat kapasitas kita; kapasitas organisasi yang kita pimpin; dan apa yang menjadi panggilan / tujuan utama dari apa yang kita / organisasi lakukan sejak awal.

Memilih adalah ketika kita harus memutuskan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Memilah adalah ketika kita harus memutuskan mana yang baik, lebih baik dan yang terbaik.

Contoh: sebuah perusahaan memiliki 3 divisi produk (A, B dan C) yang kesemuanya sama-sama telah menjadi sumber laba. Tapi berdasarkan proyeksi dan analisa dari sumber-sumber yang kredibel, Divisi C akan mengalami masa suram tanpa akhir (Sunset Business) dalam 3 tahun mendatang karena produknya pasti akan tergantikan oleh teknologi baru yang jauh lebih disukai konsumen. Setelah rapat para Komisaris, keputusan terbaiknya adalah menjual Divisi C dalam kondisi masih berlaba, kepada pihak / perusahaan lain. Penjualan ini harus dilakukan segera ketika kondisi keuangan Divisi C masih baik, agar pihak lain tidak keberatan ketika perusahaan tersebut memberikan banderol harga tinggi kepada sang pembeli; karena memang divisinya menguntungkan.

Ternyata benar. 3 tahun kemudian, divisi yang telah dilepas ke perusahaan lain tersebut mengalami kerugian karena kondisi pasar yang berubah dengan cepatnya. Bagaimana ceritanya jika perusahaan tersebut tidak menjual Divisi C sesegera mungkin 3 tahun lalu? Jika masih terus dipelihara, Divisi C akan menjadi sumber kerugian yang menggerogoti keuntungan dari Divisi A dan Divisi B. Ketika Divisi C mau dijual dalam keadaan rugi, siapakah yang berminat membelinya? Kalaupun ada, harganya tidak akan bagus karena divisi tersebut dijual dalam keadaan rugi.

Bahkan misalnya pun jika Divisi C ternyata 3 tahun lagi malah semakin sukses di tangan pemilik baru, itu bukanlah sebuah konklusi bahwa 3 tahun lagi di tangan pemilik lama, Divisi C lantas akan sama semakin suksesnya. Jangan sampai penjualan Divisi C tersebut disesali semata karena 3 tahun lagi di tangan pemilik barunya malah tambah sukses. Kita tidak pernah tahu rahasia dapur apa yang dijalankan oleh si pemilik baru sehingga Divisi C malah bisa mendulang sukses. Peribahasanya, beda pemilik, beda pula nasibnya.

Selama keputusan itu didasarkan atas riset yang mendalam dan diproses matang-matang oleh pihak yang kredibel, hasil akhirnya tidak perlu dipermasalahkan atau disesali lagi.


6. Penetapan Prioritas
Menetapkan prioritas adalah salah satu tugas terberat dalam lingkup tanggungjawab seorang pemimpin. Selain karena bisa saja keputusannya tidak populer, juga karena penetapan prioritas adalah sebuah proses yang dinamis dan kondisional, sangat tergantung dari medan perang yang sedang kita hadapi.

Dalam kasus Keep and Release dari poin sebelumnya yang telah saya bicarakan, itu tidak lepas dari kemampuan menetapkan prioritas di tubuh organisasi; atau di tingkatan personal.

Contohnya sama saja, perihal Divisi C yang dijual ke perusahaan lain tersebut. Sebelum melakukan penjualan Divisi C ke perusahaan lain, perusahaan pemilik Divisi C tersebut terlebih dahulu harus menetapkan prioritas organisasi. Misalnya, apakah prioritasnya pada tahun ini adalah untuk sekedar bertahan, untuk keluar dari kondisi kerugian, atau untuk menyelamatkan masa depan perusahaan? Jika untuk sekedar bertahan, bisa jadi Divisi C tidak perlu dijual. Tapi jika untuk keluar dari kerugian atau untuk menyelamatkan masa depan perusahaan maupun divisi tersebut, sudah pasti Divisi C harus dijual. Ini hanyalah contoh.

Keputusan semakin mudah ditetapkan, selain bila sudah dilakukan atas kecermatan riset / pemikiran yang mendalam, juga ketika kita telah menetapkan skala prioritas terlebih dahulu. Contohnya: langkah-langkah finansial seseorang tentu saja akan berbeda antara seseorang yang harus keluar dari jeratan hutang, untuk menabung, atau untuk berinvestasi / mencari laba. Kesemuanya pasti akan menghasilkan prioritas dan keputusan yang berbeda. Ini sama juga terjadi di tingkatan organisasi atau perusahaan.

Oleh sebab itulah berhati-hatilah kepada siapa kita meminta nasihat ketika kita sedang mengalami masalah dan berencana untuk segera keluar dari masalah tersebut. Pastikanlah orang yang kita mintai nasihat tersebut paham prioritas kita, atau setidaknya mungkin punya kondisi dan prioritas yang mirip dengan kita.


7. Continuous Improvement
Apakah sesuatu yang kita lakukan tersebut gagal atau berhasil, proses evaluasinya sama. Orang-orang sukses SELALU melakukan evaluasi, apakah karena keberhasilan mereka atau karena kegagalan mereka.

Tujuannya apa?

Agar jika sukses, sukses tersebut bisa terus diulang, malah jika perlu ditingkatkan lagi. Inilah fundamental utama dari azas Best Practice. Kalaupun terjadi kegagalan, sudah pasti harus ada evaluasi agar selain tidak terjadi lagi kegagalan serupa, juga agar kita bisa menarik sejumlah pembelajaran dari kegagalan tersebut sebagai batu fondasi menuju Best Practice selanjutnya yang kita lakukan.

Inilah hakikat dari Continuous Improvement. Sehingga kita semua sudah memahami, mengapa hanya merek-merek produk tertentu yang menguasai dunia dan terus bertahan. Ya tidak lain adalah karena mereka telah melakukan ini semua secara konsisten dan berkelanjutan.

SELESAI. Bagian 10 ini adalah bagian terakhir dari rangkaian artikel Idealisasi Konsep Integritas.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 10: Evaluasi) - SELESAI"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel