Keputusan Tercepat Belumlah Tentu Keputusan Terbaik
Monday, July 10, 2017
Add Comment
Dalam sebuah adegan film bertemakan militer, alkisah seorang Presiden AS harus memutuskan serangan militer ke sebuah negara yang berniat meluncurkan senjata nuklir demi menimbulkan kekacauan global. Segera diadakanlah rapat darurat yang dihadiri oleh para Kepala Staf militer dari empat angkatan dan seluruh menteri. Karena ini adalah konflik militer dan proses diplomasi sudah mentok, maka Kepala Staf empat angkatanlah yang lebih banyak menyodorkan solusi kepada Presiden.
Kepala Staf AD & Kepala Staf Marinir menyarankan serangan darat lewat perbukitan dengan bantuan pasukan khusus SEAL & Delta Force. Kepala Staf AL menyarankan blokade laut. Kepala Staf AU menyarankan serangan udara secara cepat dengan pesawat siluman khusus pembom nuklir. Dari rapat tersebut, KSAU tampak yang paling bersemangat untuk menggolkan sarannya pada Presiden, karena serangan udara dianggap paling cepat membereskan masalah tersebut.
Sebelum mengambil keputusan, Presiden pun keluar sejenak untuk merokok dan menjernihkan pikirannya. Ada dialog menarik antara Presiden (P) dan Kepala Staf US Navy (KS) yang menyapanya di selasar.
KS: Pak Presiden... tegang sekali ya situasi ini...
P: Ya betul, saya cuman mau memastikan keputusan yang tepat atas negara itu. Saya masih memperhitungkan untung-ruginya serangan darat dengan pasukan khusus kita, blokade laut, atau serangan udara...
KS: Pak Presiden... Tahukah Anda kenapa saya mencintai AL dan bergabung kedalamnya hingga saya ada di sini berdiri dengan Anda?
P: Ceritakanlah pada saya...
KS: Singkat saja Pak... Saya mencintai Angkatan Laut karena kapal tercanggih pun, jalannya lambat... tidak secepat pesawat Angkatan Udara.
P: Hmmm... Good point from you, Admiral...
Inti dari cerita ini adalah... betapapun gentingnya sebuah situasi yang dihadapi seorang pemimpin atau sebuah organisasi, hal terpenting adalah terkadang keputusan yang cepat diambil, belum tentu merupakan keputusan terbaik.
Seringkali kita terjebak dengan anggapan bahwa masalah yang dibereskan dengan secepat mungkin, sudah pasti merupakan jalan utama yang harus kita tempuh.
Kenyataannya, anatomi masalah seringkali tidaklah sesederhana itu. Masalah yang selesai dengan cepat, tidak serta-merta merupakan keputusan yang kerugiannya paling kecil. Bisa jadi mungkin adalah justru yang kerugiannya paling besar. Namun memang harus diakui bahwa angan-angan semua pemimpin dan semua organisasi untuk secepat mungkin membereskan atau melenyapkan masalah, seringkali menjadi batu sandungan dalam pengambilan keputusan penting.
Juga dapat kita pahami bersama bahwa keputusan pun ada jenjang dan tahapannya, terutama yang berhubungan dengan reaksi kita akan sebuah masalah.
Misalnya terjadi masalah A, kita bisa putuskan A1 dahulu. Jika keputusan tersebut tepat, bagus... Misalnya jika terjadi masalah tambahan, barulah kita memilih apakah memutuskan A2 atau langsung ke B. Apalagi jika keputusan besar tersebut berhubungan dengan kepentingan hidup banyak orang.
Di dunia manajemen modern, sudah cukup banyak teori tentang Decision Making Process, dari mulai yang sederhana hingga yang canggih. Namun dalam pemahaman yang paling mendasar dan paling sederhana, ya itulah yang terpenting... tahapan-tahapannya. Metode penyelesaian masalah yang paling cepat menyelesaikan masalah, belum tentu mendatangkan kebaikan terbesar bagi kita.
Lebih jauh lagi, dalam sebuah masalah, entah itu secara pribadi maupun secara organisasi / kolektif, selalu ada pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil dari setiap proses penyelesaian masalah... betapapun lambat dan lamanya waktu yang dibutuhkan.
Maka beruntunglah kita yang dipimpin oleh pemimpin yang bijak dan paham apa arti tahapan dalam proses pengambilan keputusan. Demikian juga beruntunglah pemimpin yang dikelilingi oleh para perwira yang mahir menimbang untung-ruginya solusi-solusi yang mereka sodorkan.
Saya setuju jika dalam beberapa situasi, kita harus memutuskan sejumlah hal dengan cepat sekaligus tepat. Namun tentunya tidak semua hal wajib untuk diputuskan secara tergesa-gesa, terutama yang menyangkut hal-hal fundamental. Saya sudah cukup banyak melihat pemimpin yang terjerembab kedalam kesulitan yang lebih besar hanya karena dia lebih memilih solusi yang tampaknya paling cepat menyelesaikan masalah.
Selama masih ada waktu untuk mempertimbangkan semua hal penting, samasekali tidak ada salahnya jika kita meniru filosofi kapal AL diatas. Besar, canggih, mematikan; tapi selalu memberikan ruang & waktu kepada kita semua untuk berpikir matang sebelum mengaktifkan & meluncurkan persenjataannya.
Kepala Staf AD & Kepala Staf Marinir menyarankan serangan darat lewat perbukitan dengan bantuan pasukan khusus SEAL & Delta Force. Kepala Staf AL menyarankan blokade laut. Kepala Staf AU menyarankan serangan udara secara cepat dengan pesawat siluman khusus pembom nuklir. Dari rapat tersebut, KSAU tampak yang paling bersemangat untuk menggolkan sarannya pada Presiden, karena serangan udara dianggap paling cepat membereskan masalah tersebut.
Sebelum mengambil keputusan, Presiden pun keluar sejenak untuk merokok dan menjernihkan pikirannya. Ada dialog menarik antara Presiden (P) dan Kepala Staf US Navy (KS) yang menyapanya di selasar.
KS: Pak Presiden... tegang sekali ya situasi ini...
P: Ya betul, saya cuman mau memastikan keputusan yang tepat atas negara itu. Saya masih memperhitungkan untung-ruginya serangan darat dengan pasukan khusus kita, blokade laut, atau serangan udara...
KS: Pak Presiden... Tahukah Anda kenapa saya mencintai AL dan bergabung kedalamnya hingga saya ada di sini berdiri dengan Anda?
P: Ceritakanlah pada saya...
KS: Singkat saja Pak... Saya mencintai Angkatan Laut karena kapal tercanggih pun, jalannya lambat... tidak secepat pesawat Angkatan Udara.
P: Hmmm... Good point from you, Admiral...
Inti dari cerita ini adalah... betapapun gentingnya sebuah situasi yang dihadapi seorang pemimpin atau sebuah organisasi, hal terpenting adalah terkadang keputusan yang cepat diambil, belum tentu merupakan keputusan terbaik.
Gambar Ilustrasi: Istimewa |
Seringkali kita terjebak dengan anggapan bahwa masalah yang dibereskan dengan secepat mungkin, sudah pasti merupakan jalan utama yang harus kita tempuh.
Kenyataannya, anatomi masalah seringkali tidaklah sesederhana itu. Masalah yang selesai dengan cepat, tidak serta-merta merupakan keputusan yang kerugiannya paling kecil. Bisa jadi mungkin adalah justru yang kerugiannya paling besar. Namun memang harus diakui bahwa angan-angan semua pemimpin dan semua organisasi untuk secepat mungkin membereskan atau melenyapkan masalah, seringkali menjadi batu sandungan dalam pengambilan keputusan penting.
Juga dapat kita pahami bersama bahwa keputusan pun ada jenjang dan tahapannya, terutama yang berhubungan dengan reaksi kita akan sebuah masalah.
Misalnya terjadi masalah A, kita bisa putuskan A1 dahulu. Jika keputusan tersebut tepat, bagus... Misalnya jika terjadi masalah tambahan, barulah kita memilih apakah memutuskan A2 atau langsung ke B. Apalagi jika keputusan besar tersebut berhubungan dengan kepentingan hidup banyak orang.
Di dunia manajemen modern, sudah cukup banyak teori tentang Decision Making Process, dari mulai yang sederhana hingga yang canggih. Namun dalam pemahaman yang paling mendasar dan paling sederhana, ya itulah yang terpenting... tahapan-tahapannya. Metode penyelesaian masalah yang paling cepat menyelesaikan masalah, belum tentu mendatangkan kebaikan terbesar bagi kita.
Lebih jauh lagi, dalam sebuah masalah, entah itu secara pribadi maupun secara organisasi / kolektif, selalu ada pelajaran dan hikmah yang dapat kita ambil dari setiap proses penyelesaian masalah... betapapun lambat dan lamanya waktu yang dibutuhkan.
Maka beruntunglah kita yang dipimpin oleh pemimpin yang bijak dan paham apa arti tahapan dalam proses pengambilan keputusan. Demikian juga beruntunglah pemimpin yang dikelilingi oleh para perwira yang mahir menimbang untung-ruginya solusi-solusi yang mereka sodorkan.
Saya setuju jika dalam beberapa situasi, kita harus memutuskan sejumlah hal dengan cepat sekaligus tepat. Namun tentunya tidak semua hal wajib untuk diputuskan secara tergesa-gesa, terutama yang menyangkut hal-hal fundamental. Saya sudah cukup banyak melihat pemimpin yang terjerembab kedalam kesulitan yang lebih besar hanya karena dia lebih memilih solusi yang tampaknya paling cepat menyelesaikan masalah.
Selama masih ada waktu untuk mempertimbangkan semua hal penting, samasekali tidak ada salahnya jika kita meniru filosofi kapal AL diatas. Besar, canggih, mematikan; tapi selalu memberikan ruang & waktu kepada kita semua untuk berpikir matang sebelum mengaktifkan & meluncurkan persenjataannya.
0 Response to "Keputusan Tercepat Belumlah Tentu Keputusan Terbaik"
Post a Comment