Seharusnya Kita Lebih Banyak Berbincang Politik

Pasti para pembaca keberatan dengan judul artikel saya tersebut, ha ha ha... Ya saya juga sadar koq. Dunia nyata maupun dunia maya di sekitar kita udah terlalu sumpek dengan obrolan soal politik yang melelahkan, gak kunjung selesai dan malah menciptakan kubu-kubu diantara kita sendiri. Nah, justru karena itulah saya terdorong untuk menulis artikel ini. Yuk kita dalami dulu apa yang menjadi kepedulian saya perihal kehidupan politik bagi bangsa kita tercinta ini.

Sejumlah kawan saya pertama kalinya mempertanyakan sudah mati surinya akun Facebook saya. Oke, saya jawab, sekarang saya pindah ke blog ini. Nah begitu mereka membaca blog ini dengan seksama, mereka bertanya lagi, koq saya tidak pernah lagi ngomongin soal politik di artikel-artikel ini. Padahal jaman dulu di Facebook, saya termasuk rajin ngomongin banyak hal, termasuk politik.

Saya paham maksud pertanyaan mereka. Jawaban dari pertanyaan itulah yang justru membuat saya memutuskan untuk pindah dari Facebook ke blog ini.

Jawabannya adalah bahwa saya juga sama seperti kawan-kawan yang lain. Saya jenuh dengan begitu kotornya linimasa akun Facebook saya dengan obrolan berbau politik. Pertemanan menjadi kubu, perkawanan menjadi dukung-tentang, persahabatan menjadi ajang suka-benci. Ya sudah saya pindah dunia sekalian. Tapi tentunya sulit bagi saya untuk melakukan deaktivasi akun Facebook, karena saya sendiri yang akan rugi. Akun Facebook saya masih saya gunakan sebatas memonitor banyak hal saja.

Tapi jangan salah, saya suka politik, dan saya peduli sekali dengan dunia politik negara ini. Dengan tidak (atau belum) adanya artikel tentang politik di blog ini, bukanlah sebuah konklusi bahwa saya sudah antipati dengan dunia politik. Tenang saja, kepedulian saya masih sama.

Lalu dimanakah perbedaannya sekarang?

Perbedaannya adalah bahwa sekarang saya berbicara politik di tingkatan (level) yang berbeda. Sebagai gambaran, untuk awalnya saya akan mengetengahkan satu peribahasa yang sudah umum kita dengar, yang aslinya berbahasa Inggris.

Great minds talks about ideas.
Average minds talks about events.
Small minds talks about people.

Terjemahan & tafsiran Bahasa Indonesianya adalah:

Pemikiran besar berbicara tentang ide & gagasan baru.
Pemikiran rata-rata berbicara tentang peristiwa & acara.
Pemikiran kerdil berbicara tentang kehidupan orang lain.

Mari kita lihat bersama peribahasa tersebut, lalu tanyakanlah pada diri kita semua: ada di posisi manakah kita? Ini bukanlah pertanyaan tentang posisi keuangan atau kekayaan kita, melainkan posisi cara berpikir kita ketika menyikapi sebuah fenomena di sekeliling kita.

Sedikit cerita masa lalu saya, dimana ketika itu saya masih duduk di bangku SD. Sedari dulu almarhum Ayah saya adalah pelanggan setia majalah Tempo. Tempo (majalah, bukan online) terkenal dengan kualitas artikel liputan investigatif yang hingga sekarang masih memiliki karakter dan kekhususannya tersendiri. Ayah saya dari dulu sudah mengatakan bahwa kita harus tahu dan mau tahu tentang politik. Jangan buta politik. Harus mengikuti berita-berita politik.

Saya nurut saja dengan kata-kata Ayah saya. Maka saya pun menjadi pelahap majalah Tempo dari Ayah saya, dan saya memang menjadi kecanduan. Setiap datang majalahnya dari loper koran, kadang saya berusaha membacanya terlebih dahulu dari Ayah saya. Saya baca dengan seksama semua halamannya, terkadang saya suka berdiskusi dengan Ayah saya soal politik terkini.

Lalu, apakah yang saya dapat?

Dari bacaan-bacaan politik tersebut, saya mendapatkan paradigma yang tingkatannya ada di Small Minds dan Average Minds. Buat saya itu sudah merupakan awal yang baik untuk belajar memahami dunia politik. Saya jadi paham aktor-aktor politik dan peristiwa apa saja yang melingkupi nama-nama tersebut. Namun fokus paradigma saya adalah di peristiwa yang terjadi masa kini.


Hingga ketika saya beranjak ke bangku kuliah jurusan Hubungan Internasional di sebuah kampus swasta Bandung, disitulah saya dibawa lebih jauh lagi ke tingkatan Great Minds, dimana yang kita bicarakan di perkuliahan adalah tentang ide, gagasan, filosofi, dialektika, sejarah dan masih banyak lagi hal lainnya yang tidak dibicarakan sebelumnya di media-media yang saya lahap semasa muda. Fokus paradigma politik saya melebar dari yang tadinya di masa kini, juga ke masa lalu sejarah dan masa depan (analisa & prediksi).

Perubahan paradigma ini sangat membentuk pola berpikir saya dalam mengunyah sebuah fenomena politik, baik itu politik dalam negeri maupun luar negeri. Memang benar bahwa gambaran besar sebuah fenomena atau kejadian politik, dibentuk dari kumpulan detail-detail aktor pelakunya dan juga detail-detail peristiwanya. Namun di perkuliahan, saya selalu dibiasakan untuk "mengatur" tingkatan pemikiran saya terlebih dahulu. Dengan demikian kita bisa fokus dengan ketepatan paradigma kita dalam memahami sebuah fenomena politik.

Ketepatan paradigma itulah yang memungkinkan kita bisa membentuk gambaran besar (big picture) dari sebuah fenomena politik, dan bahkan bisa membuat kita melihat hal, tren atau apapun yang tidak terlihat secara kasat mata di permukaan.

Pola pikir seperti ini sebenarnya sudah lumrah dimiliki oleh para politisi dan praktisi intelijen. Metode pemikiran atau penyusunan karya tulis secara deduktif atau induktif merupakan metode yang sudah sedemikian akrab bagi mereka.

Sayangnya, ketika saya memasuki dunia maya lewat Facebook pada sekitar 2008an, cara berpikir saya "turun" ke tingkatan mikro dan teknis; ke tingkatan Small Minds. Saya jadi semakin abai dengan kebiasaan berpikir di tingkatan gambaran besar dalam memahami sebuah fenomena politik. Alhasil, tulisan-tulisan status saya di Facebook pun mencerminkan hal tersebut; setidaknya beberapa tahun lalu.

Pada akhirnya itu semua menghasilkan perdebatan politik yang tidak esensial dan tidak substansif di akun Facebook saya. Karena saya menuliskan status dalam pemahaman Average Minds dan Small Minds, maka yang menanggapi status saya tersebut pun merupakan orang-orang yang ada di tingkatan pemikiran yang sama. Ujungnya hanya satu: perdebatan dan pertengkaran tentang detail-detail sebuah fenomena politik, yang pada akhirnya tidak menghasilkan kesimpulan atau solusi apapun. Bahkan pengetahuan pun tidak.

Padahal yang namanya gagasan, ide, dialektika atau bahkan solusi-solusi kehidupan politik; hanya dapat lahir dari rahim Great Minds, ketika kita mampu membaca, memahami, menganalisa dan menghasilkan kesimpulan maupun solusi pada tingkatan gambaran besar / narasi besar / big picture / grand design.

Dunia Social Media dan dunia politik sempat menjadi sesuatu yang menjenuhkan saya. Sebabnya ya karena itu. Saya fokus memahami dunia politik dengan kacamata Small Minds dan Average Minds. Hingga pada akhirnya yang tertarik menanggapi status saya adalah mereka yang juga memiliki tingkatan cara berpikir yang sama. Inilah yang membuat saya sempat lelah di Social Media. Kelelahan ini ditambah dengan prinsip pribadi saya dimana saya tidak pernah tidak menanggapi mereka yang berkomentar pada status Facebook saya.

Tidak sedikit yang pada akhirnya membuat hubungan pertemanan menjadi renggang atau canggung, hanya gara-gara obrolan politik yang sebenarnya jika dipikir-pikir kembali, sangat tidak penting untuk menjadi bahan perdebatan atau pertengkaran. Toh kita bukan siapa-siapa di dunia politik. Kita ini hanya debu di dunia politik. Bahkan pion catur pun bukan.

Kenyataan itu membuat saya melakukan stop & think cukup lama, dan ditambah dengan sejumlah masalah kehidupan yang harus saya hadapi dan selesaikan terlebih dahulu; cukuplah alasan bagi saya untuk mundur selamanya dari keaktifan di Facebook.

Dengan saya berada di blog ini, saya kembali punya otonomi dan kebebasan untuk menuliskan apapun sesuai dengan paradigma dan tingkatan pemikiran yang saya anut atau yang saat itu ingin saya gunakan; tanpa kuatir terganggu dengan kehadiran mereka yang ingin berkomentar. Tentu saja siapapun bisa berkomentar di artikel-artikel saya ini. Tapi yang saya suka, saya bisa memilih apakah mau menerbitkan komentar tersebut atau tidak. Tentunya saya hanya akan menerbitkan komentar yang kontekstual berdasarkan artikel, dan memang mengandung hal-hal baik & positif bagi pembelajaran kita semua.

Sampai hari ini saya masih mengikuti berita tentang politik di dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan saya sering terlibat dalam diskusi politik hangat di grup WhatsApp. Namun dalam hal menulis artikel, saya hanya akan berbicara di tingkatan Great Minds atau big picture.

Sebagai gambaran secara semantik, contohnya saya ambil dari kejadian Basuki T. Purnama (Ahok) yang dipersepsikan menghina ayat suci di kitab suci salah satu agama di Indonesia, dimana pada akhirnya tindakannya tersebut dipandang menjadi pemicu sejumlah kejadian besar belakangan ini. Marilah kita analisa sedikit dan berusaha tempatkan pemikiran kita di tingkatan yang tepat.

Tingkatan Small Minds / perspektif detail:
Biasanya banyak membicarakan perdebatan ayat suci tersebut, perdebatan dalil-dalil agama versus hukum, perdebatan apakah Ahok salah atau benar, perdebatan tentang betapa jahatnya yang menyebarkan videonya; dan lain sebagainya. Di sini banyak perdebatan yang sudah bisa dipastikan tidak akan berujung, alias debat kusir. Pada tingkatan pemikiran inilah biasanya saling-Unfriend atau saling-Unfollow terjadi di Facebook. Nuansa suka dan tidak suka sangat terasa di sini. Selain yang mengikuti perkembangan politik, yang ikut dalam perdebatan di tingkatan ini bisa juga mereka yang tidak paham politik , atau mengikuti politik dari sumber-sumber yang berkualitas rendah / tidak kredibel.

Tingkatan Average Minds / perspektif peristiwa:
Biasanya dominan membicarakan konteks penyebab Ahok melakukan hal tersebut. Atau konstelasi politik saat itu yang menyebabkan akibat pernyataan Ahok menjadi bola liar yang sulit dikendalikan. Banyak bicara juga tentang polarisasi kutub-kutub politik yang terjadi dalam menyikapi kejadian tersebut. Biasanya yang mengisi perdebatan di tingkatan ini adalah mereka yang memang mengikuti perkembangan politik

Tingkatan Great Minds / gambaran besar / narasi besar:
Bisa membicarakan konspirasi intelijen internasional untuk mengalihkan sejumlah isu di Indonesia dengan aspek SARA, agar pengambilalihan Sumber Daya Alam Indonesia dapat berlangsung mulus tanpa perhatian publik. Bisa juga membicarakan tentang sejumlah aktor di belakang layar yang menggerakkan demonstrasi berujung kerusuhan, serta sejarahnya bagaimana mereka ada di posisi itu. Bisa juga membicarakan hal-hal yang bersifat solusi, misalnya bagaimana seharusnya Ahok bisa menjadi mesin komunikasi yang prima berdasarkan karakternya sebagai orang operasional yang berhasil; dan masih banyak lagi gagasan-gagasan lainnya. Biasanya yang mengisi perdebatan di tingkatan ini adalah mereka yang mengikuti perkembangan politik dalam waktu panjang, dan paham aspek-aspek semantik maupun filosofis yang melekat pada setiap peristiwa politik di waktu tertentu.

Sudah jelas ya? Jika belum kunjung paham, ulang terus saja bacanya. Jika belum paham juga, silakan berdiskusi bareng saya...

Gambar Ilustrasi: Istimewa

Tentunya kedepannya saya akan mengisi blog saya ini dengan artikel-artikel politik juga, namun dalam tingkatan Great Minds. Jadi buat mereka yang cara bepikirnya hitam-putih alias selalu tentang salah-benar; ya siap-siap kecewa ya. Blog ini tidak saya desain untuk memuaskan pencinta debat, penggemar kekerasan semantik, pendebat agama, dan orang-orang "hitam-putih". Banyak media lain yang bisa lebih memuaskan kalian...

Saya sudah memutuskan untuk hidup damai dan berpikir dalam ketenangan di blog saya ini. Disaat yang sama, saya juga mengajak para pembaca untuk terus bergeser dan meningkatkan tingkatan berpikirnya ke arah Great Minds; jika memang mau dan tidak keberatan.

Bagaimana caranya? Banyaklah mengunyah media dan referensi yang berkualitas tinggi, yang kredibel. Banyaklah mengunyah sejarah, walaupun tidak harus sampai mendetail. Cukup secara gambaran besarnya saja. Banyaklah berdiskusi dengan mereka yang memang ada di tingkatan pemikiran Great Minds tersebut.

Dan yang terpenting, tidak perlu meladeni perdebatan dengan mereka yang ada di tingkatan pemikiran Small Minds. Masih mending dengan yang ada di tingkatan Average Minds...

Sekali lagi, masalah Great Minds ini bukan saya maksudkan untuk mengecilkan intelektualitas, opini atau tingkat pendidikan orang lain ya... Saya gak sesombong itu, saya juga bukan siapa-siapa.

Perihal Small, Average dan Great Minds ini adalah tingkatan cara berpikir kita dalam menanggapi, memahami dan menganalisa berbagai fenomena di sekeliling kita; di semua bidang. Kebetulan yang sedang saya bahas saat ini adalah tentang politik. Tapi sesungguhnya tingkatan cara berpikir ini dapat sepenuhnya diaplikasikan juga pada bidang-bidang kehidupan lainnya.

Dengan demikian tentulah kita harus lebih peduli dengan dunia politik, dan bahkan diharapkan bisa menjadi agen-agen perubahan di dunia politik, menuju bangsa Indonesia yang lebih baik & lebih maju kedepannya. Untuk itu mutlak dibutuhkan pola pikir dan tingkatan cara berpikir yang tepat dalam memahami, menganalisa dan merumuskan solusi-solusi bagi apa yang terjadi di sekeliling kita.

Kita harus lebih banyak mengobrol tentang politik. Politik yang lebih bermartabat, politik yang lebih berkelas, dan politik yang menawarkan gagasan-gagasan baru dan inovatif dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena hakikatnya, tujuan politik adalah mulia adanya.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Seharusnya Kita Lebih Banyak Berbincang Politik"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel