Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 9: Hasil - Konsistensi)

Ada sebuah pameo mengatakan bahwa lebih mudah merebut daripada mempertahankan. Di bidang apapun, termasuk di bidang percintaan & pernikahan, pameo tersebut benar adanya. Namun pertanyaan yang seringkali terlontar adalah: mengapa hal tersebut terjadi? Mengapa mempertahankan selalu lebih sulit ketimbang merebut sesuatu?

Jawabannya sederhana saja. Karena ketika kita sedang dalam proses / perjalanan merebut atau memperoleh sesuatu, ada satu hal yang secara alamiah terjadi dalam diri kita, yaitu fokus yang lebih tajam untuk mencapai tujuan tersebut.


Ketika kita terfokus pada satu hal, secara otomatis kekuatan fisik, mental dan intelektual bertambah besar. Berkat hal yang terfokus dengan baik, alam bawah sadar kita secara otomatis memerintahkan seluruh komponen fisik, mental dan intelektual untuk menyusun kekuatan yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan.

Sebelum melangkah lebih jauh ke aspek fokus, marilah kita lihat kembali bagan idealisasi konsep integritas yang telah saya susun, dimana perihal Konsistensi ini berada di lajur Kompetensi - Hasil - Konsistensi.


Ini sama saja dengan fokus di bidang lain, yang bisa menghasilkan sesuatu yang berkekuatan besar. Contohnya sinar laser. Mengapa laser bisa memiliki lintasan yang lurus, bisa memancar sangat jauh dan bahkan bisa membakar banyak benda? Karena laser adalah sinar hasil pemfokusan. Demikian juga mesin industri untuk pemotongan baja yang menggunakan air. Ya, air... Anda tidak salah baca. Bagaimana air bisa memotong lempengan baja? Air tersebut difokuskan untuk menghasilkan pancaran yang sempit dan tajam, lalu disemprotkan dengan tekanan yang luar biasa tinggi.

Nah, secara manusiawi pada umumnya, setelah tujuan utama tercapai, maka fokus mengendur; dan kekuatan fisik, mental maupun intelektual pun melonggar. Ini merupakan refleks yang manusiawi, apalagi jika tujuan yang ingin dicapai tersebut banyak sekali menguras fokus maupun energi fisik, mental maupun intelektual seseorang atau sebuah tim. Sehingga ketika tujuan telah tercapai, kita (atau tim) ingin terlebih dahulu beristirahat dan mengendurkan urat-syaraf.

Ini sah saja dan manusiawi adanya. Hal terpenting adalah jangan sampai lama-lama terlena beristirahat, sehingga melupakan pengejaran tujuan berikutnya yang seringkali justru lebih penting. Kebanyakan orang atau tim terlalu lekas berpuas diri, inilah yang bahaya sesungguhnya. Bukan beristirahat sejenaknya yang berbahaya, tapi ketika karena terlena oleh tujuan yang telah tercapai dan kenyamanan beristirahat, lalu kita atau tim lupa untuk terus mengejar tujuan-tujuan berikutnya yang lebih luhur.

Disinilah terletak betapa sulitnya mempertahankan sikap mental yang tetap bersiaga untuk pengejaran tujuan-tujuan berikutnya. Mengapa demikian?

Yang dinamakan FOKUS adalah ketika kita bisa memecah tujuan besar jangka panjang yang ingin dicapai, kedalam sejumlah pecahan-pecahan tujuan kecil jangka pendek. Fokus tidak dapat dilakukan dengan terus mengejar tujuan besar jangka panjang, dan disaat yang sama menelantarkan pentingnya penyusunan tujuan kecil jangka pendek. Segera setelah kita menetapkan tujuan besar jangka panjang, kita kesampingkan dulu hal tersebut dan mulailah fokus baru kita pada tujuan-tujuan harian jangka pendek.

Di satu sisi otak kita memang sedemikian hebatnya dan tidak terbatas potensinya dalam mempelajari banyak hal. Namun di sisi lain, otak kita pun memiliki keterbatasannya tersendiri, yang tentunya berbeda-beda pada setiap orang. Karena keterbatasan tersebutlah, maka penetapan prioritas dan fokus pengejaran tujuan menjadi penting sekali. Sehebat-hebatnya tujuan jangka panjang kita, jika dalam proses pencapaiannya tidak terfokus pada tujuan-tujuan harian jangka pendek, maka besar kemungkinan hasilnya adalah kegagalan.

Saya berpendapat bahwa kemampuan melihat gambaran besar yang visioner, itu adalah kualitas kepemimpinan. Namun kemampuan memecah-mecah gambaran besar tersebut kedalam tujuan-tujuan jangka pendek harian, jelas merupakan kemampuan manajemen. Oleh sebab itu, baik kepemimpinan atau manajemen, merupakan dua sisi mata uang yang terpisahkan dalam menciptakan sukses di bidang apapun, baik dalam ruang lingkup personal maupun organisasi.


Bagaimanakah kita bisa konsisten dengan kualitas diri, kualitas produk maupun kualitas jasa kita? Tidak lain adalah dengan menjadikan konsistensi itu sendiri sebagai tujuan harian jangka pendek, bukan tujuan besar jangka panjang. Proses yang konsisten, pasti akan menghasilkan produk yang juga konsisten.

Dengan tujuan harian jangka pendek yang selalu terfokus dan tercapai dengan baik, secara otomatis kita semua akan meraih tujuan besar jangka panjang dengan sendirinya. Pencapaian-pencapaian kecil harian tersebutlah yang pada akhirnya mendasari sebuah konsistensi.

Contohnya, saya sering melakukan pengamatan terhadap tempat makan favorit saya, dalam hal ini khususnya yang berskala kecil, di tenda-tenda pinggir jalan, atau yang menyewa bangunan tidak permanen berukuran kecil. Sebenarnya banyak sekali tempat makan yang menunya enak-enak. Tapi apakah masalah terbesar mereka? Konsistensi! Ya benar, masalah "hanya" di konsistensi!

Hari ini buka, besok tutup, padahal bukan hari libur. Antara buka dan tutup tidak bisa diprediksi, semau gue. Memang benar, bisnis tersebut milik mereka. Mau buka atau tutup, ya terserah dia. Tapi dalam dunia bisnis dan dagang, sikap seperti itu adalah tidak dapat diterima. Konsumen sudah mulai banyak, namun sering dikecewakan oleh tempat makan yang tutup tanpa sebab. Akhirnya orang-orang jera mencari makan di situ, dan memutukan makan di tempat lain. Rejeki pun hilang. Padahal kita semua tahu, di sejumlah bidang pekerjaan yang berhubungan dengan selera orang banyak, sulit sekali untuk membuat banyak orang menyukai produk atau dagangan kita.

Nah, di sisi lain, saya juga sudah sering melihat tempat makan yang sesungguhnya rasa makanannya biasa saja, pasaran saja, tidak istimewa. Namun yang mereka perjuangkan adalah pelayanan yang baik, kebersihan restoran hingga ke alat makannya, jam buka dan tutup yang disiplin dan konsisten, dan sejumlah keluhuran lainnya. Hasilnya apa? Usaha membesar, membuka cabang di mana-mana. Sekali lagi, padahal rasa makanannya biasa saja. Enak, namun tidak istimewa. Lantas yang istimewa apanya? Konsistensinya, persistensinya, disiplinnya, kegigihannya, keuletannya dan karakter-karakter luhur lainnya. Maka Tuhan dan alam ini akan memberikan kemenangan pada siapapun yang memperjuangkan nilai-nilai luhur dalam berbisnis tersebut.

Tuhan sudah memberikan rejeki lewat bakat dan kemampuan kita untuk menciptakan sesuatu yang baik dan disukai banyak orang. Nah tugas kitalah untuk memelihara rejeki tersebut lewat konsistensi dan persistensi kita sebagai manusia. Tuhan sudah memberikan keping talenta atas diri kita, maka kitalah yang wajib mengembangkannya sendiri. Inilah pekerjaan kita semua yang sesungguhnya, yaitu konsisten mempertahankan dan bahkan mengembangkan semua pemberian Tuhan tersebut.

Kesimpulannya sederhana saja. Talenta dan bakat membuat kita unik atas manusia lainnya. Itulah yang membuat manusia beragam, menarik dan dinamis.

Namun yang pada akhirnya menentukan sukses & kebesaran seseorang adalah BUKAN bakat atau talenta; melainkan kemauan, kegigihan, ketabahan, kesabaran dan konsistensi.

Kemauan, kegigihan, ketabahan, kesabaran dan konsistensi adalah bentuk lain dari kerendahan hati. Siapapun yang merendahkan hatinya, akan ditinggikan Tuhan di bentuk-bentuk kehidupan lain yang Ia rencanakan. Karena sudah terlalu banyak orang yang sebenarnya memiliki bakat dan talenta unik yang luar biasa potensial jika dikembangkan dengan baik, pasti bisa mengantarkannya pada sukses hidup. Namun pada kenyataannya mereka tidak kunjung meraih apa yang mereka cita-citakan hanya karena kurangnya konsistensi, kegigihan, ketabahan dan kesabaran.

Sebuah perusahaan bisa saja memiliki slogan Best Practice yang indah dan nyaring. Sebuah perusahaan bisa saja memiliki sejumlah sertifikasi ISO yang mentereng. Namun tanpa konsistensi untuk memelihara semua kualitas dan keluhuran tersebut, pada akhirnya hanya akan ada kesia-siaan.

Sebaliknya, sebuah perusahaan yang konservatif, jauh dari dogma dan metafora manajemen kontemporer; tapi yang setiap harinya melaksanakan misi sederhana perusahaannya dengan kemauan kuat, kegigihan, ketabahan, kesabaran dan konsistensi; sesungguhnya merupakan perusahaan yang lebih kaya. Karena kepuasan, kebahagiaan dan loyalitas karyawan adalah fondasi terpenting bagi kemajuan sebuah perusahaan.

Ada semboyan dari Richard Branson, Founder & CEO Virgin Group dari Inggris: sejahterakanlah karyawan kita, maka karyawan kita akan membahagiakan konsumen. Sebuah prinsip yang sederhana, namun logis sekali. Inilah salah satu pilar terpenting dari konsistensi sebuah perusahaan. Konsisten memanusiakan karyawannya sebagai aset terpenting perusahaan, maka karyawan tersebut akan konsisten memperlakukan konsumen sebagai aset terpenting bagi perusahaan.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 9: Hasil - Konsistensi)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel