Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 6: S O P)
Thursday, September 22, 2016
Add Comment
Setiap orang memiliki kebiasaan pribadi masing-masing. Di ruang lingkup personal, ini lumrah disebut sebagai habit / kebiasaan. Di tingkatan korporat, "kebiasaan korporat" disebut sebagai SOP atau standar prosedur baku. Pada kesempatan ini saya akan membicarakan bagaimana sebuah habit / kebiasaan di tingkat personal, dapat membantu mengantarkan kita menuju sukses dalam aspek apapun yang kita perjuangkan.
Repetisi Teks Bag. 3, Bag. 4 dan Bag. 5: Sebagai manusia yang masih harus mengusahakan sesuatu agar bertahan hidup, manusia harus memiliki kompetensi akan suatu hal. Bahkan misalnya suku paling primitif sekalipun, orang-orang di dalam kelompoknya pasti memiliki kompetensi masing-masing yang dapat digunakan untuk saling menopang peradaban suku primitif tersebut.
Misalnya suku Indian. Para lelaki di suku Indian punya spesialisasi masing-masing, bahkan sampai ada julukan untuk keahlian khusus tersebut. Misalnya, julukan Pathfinder sebagai spesialis pencari jejak binatang buruan. Demikian juga di suku primitif lainnya. Ada yang spesialis berburu dengan panah, ada yang mahir berburu di sungai atau lautan; dan masih banyak contoh lainnya.
B. KOMPETENSI
Realitas ini tidak berubah ketika kita membicarakan masyarakat modern dengan segudang kemajuan teknologi yang menopang peradabannya. Justru dengan semakin kompleksnya peradaban dan teknologi yang terlibat, maka semakin banyak spesialisasi atau ragam kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menopang dan memajukan peradaban tersebut.
Karena itulah dalam artikel ini kita membicarakan perihal KOMPETENSI. Karena agar hidup kita signifikan bagi orang lain, kita harus memiliki kompetensi tertentu. Dengan kompetensi tersebut, kita bisa berkarya mencari nafkah dan memperoleh sejumlah imbalan untuk bertahan hidup dan memajukan peradaban yang kita tinggali.
Sebelum kita lebih jauh membicarakan perihal kompetensi, marilah kita lihat lagi bagan idealisasi konsep integritas secara menyeluruh terlebih dahulu.
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemampuan yang dimaksud bisa saja kemampuan teknis, atau kemampuan non-teknis. Secara garis besar, kemampuan tersebut haruslah dapat membuat yang bersangkutan menyelesaikan apa yang sedang dia kerjakan.
Agar seseorang dapat disebut berkompeten, yang bersangkutan harus memahami bahwa kompetensi dapat dipandang dari sudut pandang B1. PROSES dan juga sudut pandang B2. HASIL. Seperti halnya antara kerendahan hati dan akuntabilitas yang tak terpisahkan satu sama lainnya dalam menopang karakter seseorang (pembahasan di artikel bag. 1 dan bag. 2), demikian juga dengan PROSES dan HASIL yang tak terpisahkan satu sama lainnya, dalam menopang kompetensi seseorang.
Agar memudahkan kita semua, berikut ini adalah bagan yang telah saya sederhanakan lagi dari apa yang akan kita bicarakan selanjutnya.
B1. PROSES
Kehidupan ini, beserta perjalanan yang dilakukan semua orang yang hidup, adalah sebuah proses. Semua yang ada di sekitar kita merupakan hasil dari sebuah proses. Jika jaman dahulu kala masih ada dinosaurus dan ratusan jenis hewan raksasa lainnya sementara kini mereka tidak ada dan berganti dengan hewan-hewan yang lebih kecil, itu tandanya ada proses alam yang terlibat.
Hal-hal sekecil apapun dalam hidup ini, perlu berproses. Demikian juga dengan hal-hal besar, yang seringkali prosesnya lebih panjang, lebih rumit dan lebih lama.
Yang pada akhirnya membedakan antara satu proses dengan proses lainnya adalah kualitas proses tersebut, beserta dengan semua waktu & tingkat kerumitan yang harus dijalani dalam proses tersebut.
Dalam ruang lingkup pembicaraan mengenai dunia profesional, baik itu sebagai karyawan, sebagai profesional / wirausaha, sebagai pemilik bisnis ataupun sebagai investor; proses-proses yang harus dilalui seseorang melibatkan empat komponen utama, yaitu:
B1.1 KEAHLIAN / PASSION (RENJANA)
B1.2 PENGETAHUAN
B1.3 PENGALAMAN / EXPERIENCE
B1.4 SOP / STANDARD OPERATIONAL PROCHEDURE
Selesai Repetisi Teks Bag. 3
B1.1 KEAHLIAN / PASSION (RENJANA) - Telah dibahas di teks Bag. 3
B1.2 PENGETAHUAN - Telah dibahas di teks Bag. 4
B1.3 PENGALAMAN / EXPERIENCE - Telah dibahas di teks Bag. 5
B1.4 SOP / STANDARD OPERATIONAL PROCHEDURE
Jika kita membicarakan tentang Standar Prosedur Baku / Standard Operational Prochedure / SOP, seketika langsung terbersit di ingatan kita tentang bagan-bagan yang tercetak di dokumen resmi kantor kita. Tentu saja anggapan itu tidak salah, karena yang paling sering berurusan dengan SOP adalah kantor-kantor korporat.
Namun dalam kesempatan ini saya tidak secara khusus membicarakan SOP dari sudut pandang korporasi, melainkan dari sudut pandang personal juga.
Menghadapi kehidupan ini sudah sedemikian kompleks dan berat, dengan segudang masalah yang harus kita hadapi. Banyak diantaranya juga yang bersifat personal, diluar masalah pekerjaan. Namun baik masalah yang bersifat korporat maupun personal, keduanya sama-sama membutuhkan sebuah standar penyelesaian yang baik, baik dari segi prosedur maupun segi etikanya, dan aspek-aspek lainnya juga.
Bedanya, standar prosedur di korporasi dinamakan sebagai SOP. Sedangkan standar prosedur di tingkatan personal seringkali disebut sebagai habit / kebiasaan / disiplin / keteraturan pribadi. Pada tingkatan yang lebih batiniah, standar prosedur personal ini dapat juga disebut sebagai attitude / sikap; tentang bagaimana cara kita menyikapi sesuatu yang terjadi diluar diri kita.
Sudah banyak mahaguru manajemen, kepemimpinan maupun motivator kelas dunia berkata bahwa sukses seseorang dimulai dari rumahnya terlebih dahulu, dari kehidupan pribadinya terlebih dahulu. Jika ingin memimpin orang lain dan memimpin organisasi, bangunlah kebiasaan baik terlebih dahulu sehari-harinya. Bangunlah keteraturan terlebih dahulu. Bangunlah disiplin diri yang baik. Setelah itu semua kita jalankan sebagai reflek sehari-hari, maka kita dapat mendisiplinkan orang lain dan organisasi dengan baik juga.
Misalnya, ketika bangun pagi sebelum pergi ke kantor, apakah kita langsung membereskan tempat tidur kita? Apakah kita meninggalkan dapur dalam keadaan yang bersih? Apakah kita sempat berdoa pagi dahulu sebelum berangkat?
Ada satu cerita dari seorang pelatih militer US Navy SEAL di Amerika. Navy SEAL adalah pasukan khusus Angkatan Laut AS yang sudah terkenal dengan pencapaian-pencapaiannya di medan tempur tersulit di seluruh dunia. Namun berdasarkan penuturan pelatih pasukan tersebut, ada satu kebiasaan kecil yang benar-benar ditekankan dan dibudayakan di tubuh Navy SEAL, yaitu membereskan tempat tidur ketika baru bangun pagi.
Membereskan tempat tidur ketika bangun pagi sudah pasti merupakan kebiasaan para tentara pada umumnya, dari kesatuan manapun juga. Tapi di tubuh pasukan khusus ini menjadi perhatian khusus karena adanya Sense of Achievement yang harus ditanamkan di jiwa seluruh prajurit pasukan khusus tersebut.
Saya menerjemahkan Sense of Achievement sebagai sebuah perasaan positif dalam sanubari kita ketika kita berhasil melakukan sesuatu. Biasanya orang-orang berpikir bahwa yang namanya pencapaian itu haruslah yang bersifat narasi besar, misalnya mendapatkan penghasilan ratusan juta per bulan, kenaikan pangkat, atau proyek yang gol ke pemerintahan. Tapi sesungguhnya pencapaian besar tersebut biasanya diawali dari pencapaian-pencapaian kecil sehari-harinya yang bisa menciptakan kepuasan tersendiri di dalam hati kita.
Pencapaian-pencapaian kecil yang bisa menghantarkan kepuasaan-kepuasan mikro tersebut, pada akhirnya dapat membentuk "bisikan nurani" yang baik dalam diri kita, tentang bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Kita akan memandang diri kita sendiri secara positif sebagai "sang pencapai" (The Achiever) ketika sedari pagi bangun tidur, kita sudah terbiasa untuk melakukan dan menyelesaikan sesuatu dengan baik & tuntas.
Karena tadi saya membicarakan urusan militer, maka kebetulan Sense of Achievement yang hendak ditanamkan pada anggota korps mereka bersifat sama. Tapi jika kita tergolong orang biasa, umumnya kita memiliki Sense of Achievement yang berbeda-beda. Biasanya terkait dengan hobi yang bersangkutan.
Sense of Achievement saya pribadi adalah ketika saya bisa meninggalkan rumah untuk pergi bekerja, dengan keadaan dapur yang rapi dan semua piring sudah tercuci bersih. Kawan saya yang lain memiliki Sense of Achievement ketika ia telah berhasil membersihkan mobilnya dari luar hingga interiornya, sebelum dikendarai ke kantornya. Sementara Sense of Achievement orang lain bisa saja ketika sudah mengurus anaknya dengan baik sebelum pergi ke sekolah, ketika telah mendoakan orang-orang yang dia kasihi dengan rinci, dan masih banyak bentuk-bentuk Sense of Achievement lainnya di tiap-tiap individu.
Inti dari Sense of Achievement adalah disiplin atau keteraturan personal tadi. Keteraturan yang ketika dilaksanakan bisa membawa perasaan positif, dan perasaan positif itu juga membawa pengaruh positif bagi mental kita sepanjang hari itu.
Kepuasan pada hal-hal kecil, bisa dengan mudahnya "membakar" semangat kita untuk mencapai kepuasan-kepuasan lain yang lebih besar di pekerjaan kita sehari-harinya, misalnya kinerja yang lebih baik di kantor. Betapapun pengaruh Sense of Achievement ini biasanya ada di tataran bawah sadar, para psikolog dan peneliti kelas dunia telah mengakui realitas tersebut.
Jadi baik bagi mereka yang masih belum menikah, sudah menikah ataupun sudah punya anak; prinsipnya sama. Selain harus menemukan Sense of Achievement bagi kita pribadi, kita juga harus mengenali Sense of Achievement anak-anak kita (bagi yang telah memiliki anak), dan mengembangkannya sebagai sebuah keteraturan setiap harinya. Anak-anak yang mencintai keteraturan dan tanggap terhadap Sense of Achievement dirinya, akan tumbuh menjadi anak-anak yang percaya diri, efektif dan efisien dalam hidupnya. Di dunia korporat, profesional, kewirausahaan, bisnis maupun investasi, dua kata "efisien & efektif" (dan tentunya kepercayaan diri yang baik) adalah karakter yang paling dicari dan selalu didambakan.
Cukup dengan membangun keteraturan positif pada hidup kita dan hidup anak-anak kita, sesungguhnya kita sudah dengan sendirinya mempermudah jalan hidup kita dan jalan hidup anak-anak kita dalam menyongsong tantangan kehidupan di masa depan yang semakin berat. Jangan pernah meremehkan efek eksponensial dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang kita lakukan dengan niat baik dan hati yang senang.
Sebaik & sestabil apapun kondisi ekonomi kita saat ini, selalu tidak ada salahnya mendidik anak-anak kita dengan budaya kemandirian dan kerja keras, yang pertama-tama dibangun dari penanaman keteraturan. Anak-anak yang sedari kecil dibiasakan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang lazimnya diserahkan kepada Asisten Rumah Tangga, akan tumbuh menjadi anak yang jauh lebih tangguh, mandiri dan bisa berpikir taktis bila menghadapi rintangan hidup.
Walaupun misalnya kita menggunakan jasa Asisten Rumah Tangga (pembantu), tetap didiklah anak-anak kita bagaimana cara mengurus rumah secara menyeluruh, dari mulai menyapu, mengepel, menyikat WC, mencuci baju, menyetrika, dan sederetan pekerjaan rumah tangga lainnya. Didiklah & tanamkanlah hal itu secara konsisten, dan berilah mereka imbalan jika telah berhasil melakukannya dengan baik. Misalnya, makan malam di tempat makan favorit mereka. Kelak mereka sudah dewasa dan siapa tahu saja mendapatkan kesempatan untuk bersekolah atau bekerja di luar negeri, kemandirian tersebut akan membuat mereka bisa bertahan hidup nun jauh di sana.
Sebagai orangtua, wajar saja jika sesekali kita ingin memberikan barang-barang yang anak-anak kita sukai. Namun saya pribadi biasanya menggabungkannya dengan strategi untuk menanamkan hal-hal positif tertentu. Misalnya, jika dia ingin telepon genggam baru, saya akan tugaskan dia untuk mencuci piring, menyapu atau mengepel selama sebulan penuh, sebelum pergi ke sekolah. Tampaknya memang sepele, namun efek dari penanaman kebiasaan tersebut adalah selain kita bisa melihat bagaimana anak-anak kita menyikapi penugasan itu (apakah bersungut-sungut atau merasa bertanggungjawab penuh), juga agar kita bisa membuat mereka terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sering dianggap "kasar & hina" oleh orang lain; terutama anak-anak lain yang biasanya secara ekonomi lebih mapan.
Dengan penanaman kebiasaan baik tersebut dan menjadikannya prosedur pribadi, logika ke dunia profesional dan korporasi pun menjadi lebih sederhana. Jika kita secara pribadi sudah terbiasa dengan keteraturan, standar atau prosedur pribadi; maka secara reflek kita juga akan terbiasa dengan prosedur, target, budaya atau keteraturan yang ada di dunia korporat tempat kita mencari nafkah. Ketaatan pada keteraturan dan loyalitas pada disiplin pribadi, bisa mengantarkan kita ke tujuan impian manapun juga dan ke jenjang karier manapun yang kita idamkan.
Proses yang baik memang belum tentu menghasilkan hasil akhir yang baik. Tetapi hasil akhir yang baik sudah pasti merupakan buah dari proses terbaik yang dilakukan secara konsisten dan penuh dedikasi terhadap pengembangan-pengembangan baru.
Repetisi Teks Bag. 3, Bag. 4 dan Bag. 5: Sebagai manusia yang masih harus mengusahakan sesuatu agar bertahan hidup, manusia harus memiliki kompetensi akan suatu hal. Bahkan misalnya suku paling primitif sekalipun, orang-orang di dalam kelompoknya pasti memiliki kompetensi masing-masing yang dapat digunakan untuk saling menopang peradaban suku primitif tersebut.
Misalnya suku Indian. Para lelaki di suku Indian punya spesialisasi masing-masing, bahkan sampai ada julukan untuk keahlian khusus tersebut. Misalnya, julukan Pathfinder sebagai spesialis pencari jejak binatang buruan. Demikian juga di suku primitif lainnya. Ada yang spesialis berburu dengan panah, ada yang mahir berburu di sungai atau lautan; dan masih banyak contoh lainnya.
B. KOMPETENSI
Realitas ini tidak berubah ketika kita membicarakan masyarakat modern dengan segudang kemajuan teknologi yang menopang peradabannya. Justru dengan semakin kompleksnya peradaban dan teknologi yang terlibat, maka semakin banyak spesialisasi atau ragam kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menopang dan memajukan peradaban tersebut.
Karena itulah dalam artikel ini kita membicarakan perihal KOMPETENSI. Karena agar hidup kita signifikan bagi orang lain, kita harus memiliki kompetensi tertentu. Dengan kompetensi tersebut, kita bisa berkarya mencari nafkah dan memperoleh sejumlah imbalan untuk bertahan hidup dan memajukan peradaban yang kita tinggali.
Sebelum kita lebih jauh membicarakan perihal kompetensi, marilah kita lihat lagi bagan idealisasi konsep integritas secara menyeluruh terlebih dahulu.
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemampuan yang dimaksud bisa saja kemampuan teknis, atau kemampuan non-teknis. Secara garis besar, kemampuan tersebut haruslah dapat membuat yang bersangkutan menyelesaikan apa yang sedang dia kerjakan.
Agar seseorang dapat disebut berkompeten, yang bersangkutan harus memahami bahwa kompetensi dapat dipandang dari sudut pandang B1. PROSES dan juga sudut pandang B2. HASIL. Seperti halnya antara kerendahan hati dan akuntabilitas yang tak terpisahkan satu sama lainnya dalam menopang karakter seseorang (pembahasan di artikel bag. 1 dan bag. 2), demikian juga dengan PROSES dan HASIL yang tak terpisahkan satu sama lainnya, dalam menopang kompetensi seseorang.
Agar memudahkan kita semua, berikut ini adalah bagan yang telah saya sederhanakan lagi dari apa yang akan kita bicarakan selanjutnya.
B1. PROSES
Kehidupan ini, beserta perjalanan yang dilakukan semua orang yang hidup, adalah sebuah proses. Semua yang ada di sekitar kita merupakan hasil dari sebuah proses. Jika jaman dahulu kala masih ada dinosaurus dan ratusan jenis hewan raksasa lainnya sementara kini mereka tidak ada dan berganti dengan hewan-hewan yang lebih kecil, itu tandanya ada proses alam yang terlibat.
Hal-hal sekecil apapun dalam hidup ini, perlu berproses. Demikian juga dengan hal-hal besar, yang seringkali prosesnya lebih panjang, lebih rumit dan lebih lama.
Yang pada akhirnya membedakan antara satu proses dengan proses lainnya adalah kualitas proses tersebut, beserta dengan semua waktu & tingkat kerumitan yang harus dijalani dalam proses tersebut.
Dalam ruang lingkup pembicaraan mengenai dunia profesional, baik itu sebagai karyawan, sebagai profesional / wirausaha, sebagai pemilik bisnis ataupun sebagai investor; proses-proses yang harus dilalui seseorang melibatkan empat komponen utama, yaitu:
B1.1 KEAHLIAN / PASSION (RENJANA)
B1.2 PENGETAHUAN
B1.3 PENGALAMAN / EXPERIENCE
B1.4 SOP / STANDARD OPERATIONAL PROCHEDURE
Selesai Repetisi Teks Bag. 3
B1.1 KEAHLIAN / PASSION (RENJANA) - Telah dibahas di teks Bag. 3
B1.2 PENGETAHUAN - Telah dibahas di teks Bag. 4
B1.3 PENGALAMAN / EXPERIENCE - Telah dibahas di teks Bag. 5
B1.4 SOP / STANDARD OPERATIONAL PROCHEDURE
Jika kita membicarakan tentang Standar Prosedur Baku / Standard Operational Prochedure / SOP, seketika langsung terbersit di ingatan kita tentang bagan-bagan yang tercetak di dokumen resmi kantor kita. Tentu saja anggapan itu tidak salah, karena yang paling sering berurusan dengan SOP adalah kantor-kantor korporat.
Namun dalam kesempatan ini saya tidak secara khusus membicarakan SOP dari sudut pandang korporasi, melainkan dari sudut pandang personal juga.
Menghadapi kehidupan ini sudah sedemikian kompleks dan berat, dengan segudang masalah yang harus kita hadapi. Banyak diantaranya juga yang bersifat personal, diluar masalah pekerjaan. Namun baik masalah yang bersifat korporat maupun personal, keduanya sama-sama membutuhkan sebuah standar penyelesaian yang baik, baik dari segi prosedur maupun segi etikanya, dan aspek-aspek lainnya juga.
Bedanya, standar prosedur di korporasi dinamakan sebagai SOP. Sedangkan standar prosedur di tingkatan personal seringkali disebut sebagai habit / kebiasaan / disiplin / keteraturan pribadi. Pada tingkatan yang lebih batiniah, standar prosedur personal ini dapat juga disebut sebagai attitude / sikap; tentang bagaimana cara kita menyikapi sesuatu yang terjadi diluar diri kita.
Sudah banyak mahaguru manajemen, kepemimpinan maupun motivator kelas dunia berkata bahwa sukses seseorang dimulai dari rumahnya terlebih dahulu, dari kehidupan pribadinya terlebih dahulu. Jika ingin memimpin orang lain dan memimpin organisasi, bangunlah kebiasaan baik terlebih dahulu sehari-harinya. Bangunlah keteraturan terlebih dahulu. Bangunlah disiplin diri yang baik. Setelah itu semua kita jalankan sebagai reflek sehari-hari, maka kita dapat mendisiplinkan orang lain dan organisasi dengan baik juga.
Misalnya, ketika bangun pagi sebelum pergi ke kantor, apakah kita langsung membereskan tempat tidur kita? Apakah kita meninggalkan dapur dalam keadaan yang bersih? Apakah kita sempat berdoa pagi dahulu sebelum berangkat?
Ada satu cerita dari seorang pelatih militer US Navy SEAL di Amerika. Navy SEAL adalah pasukan khusus Angkatan Laut AS yang sudah terkenal dengan pencapaian-pencapaiannya di medan tempur tersulit di seluruh dunia. Namun berdasarkan penuturan pelatih pasukan tersebut, ada satu kebiasaan kecil yang benar-benar ditekankan dan dibudayakan di tubuh Navy SEAL, yaitu membereskan tempat tidur ketika baru bangun pagi.
Membereskan tempat tidur ketika bangun pagi sudah pasti merupakan kebiasaan para tentara pada umumnya, dari kesatuan manapun juga. Tapi di tubuh pasukan khusus ini menjadi perhatian khusus karena adanya Sense of Achievement yang harus ditanamkan di jiwa seluruh prajurit pasukan khusus tersebut.
Saya menerjemahkan Sense of Achievement sebagai sebuah perasaan positif dalam sanubari kita ketika kita berhasil melakukan sesuatu. Biasanya orang-orang berpikir bahwa yang namanya pencapaian itu haruslah yang bersifat narasi besar, misalnya mendapatkan penghasilan ratusan juta per bulan, kenaikan pangkat, atau proyek yang gol ke pemerintahan. Tapi sesungguhnya pencapaian besar tersebut biasanya diawali dari pencapaian-pencapaian kecil sehari-harinya yang bisa menciptakan kepuasan tersendiri di dalam hati kita.
Pencapaian-pencapaian kecil yang bisa menghantarkan kepuasaan-kepuasan mikro tersebut, pada akhirnya dapat membentuk "bisikan nurani" yang baik dalam diri kita, tentang bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Kita akan memandang diri kita sendiri secara positif sebagai "sang pencapai" (The Achiever) ketika sedari pagi bangun tidur, kita sudah terbiasa untuk melakukan dan menyelesaikan sesuatu dengan baik & tuntas.
Karena tadi saya membicarakan urusan militer, maka kebetulan Sense of Achievement yang hendak ditanamkan pada anggota korps mereka bersifat sama. Tapi jika kita tergolong orang biasa, umumnya kita memiliki Sense of Achievement yang berbeda-beda. Biasanya terkait dengan hobi yang bersangkutan.
Sense of Achievement saya pribadi adalah ketika saya bisa meninggalkan rumah untuk pergi bekerja, dengan keadaan dapur yang rapi dan semua piring sudah tercuci bersih. Kawan saya yang lain memiliki Sense of Achievement ketika ia telah berhasil membersihkan mobilnya dari luar hingga interiornya, sebelum dikendarai ke kantornya. Sementara Sense of Achievement orang lain bisa saja ketika sudah mengurus anaknya dengan baik sebelum pergi ke sekolah, ketika telah mendoakan orang-orang yang dia kasihi dengan rinci, dan masih banyak bentuk-bentuk Sense of Achievement lainnya di tiap-tiap individu.
Inti dari Sense of Achievement adalah disiplin atau keteraturan personal tadi. Keteraturan yang ketika dilaksanakan bisa membawa perasaan positif, dan perasaan positif itu juga membawa pengaruh positif bagi mental kita sepanjang hari itu.
Kepuasan pada hal-hal kecil, bisa dengan mudahnya "membakar" semangat kita untuk mencapai kepuasan-kepuasan lain yang lebih besar di pekerjaan kita sehari-harinya, misalnya kinerja yang lebih baik di kantor. Betapapun pengaruh Sense of Achievement ini biasanya ada di tataran bawah sadar, para psikolog dan peneliti kelas dunia telah mengakui realitas tersebut.
Jadi baik bagi mereka yang masih belum menikah, sudah menikah ataupun sudah punya anak; prinsipnya sama. Selain harus menemukan Sense of Achievement bagi kita pribadi, kita juga harus mengenali Sense of Achievement anak-anak kita (bagi yang telah memiliki anak), dan mengembangkannya sebagai sebuah keteraturan setiap harinya. Anak-anak yang mencintai keteraturan dan tanggap terhadap Sense of Achievement dirinya, akan tumbuh menjadi anak-anak yang percaya diri, efektif dan efisien dalam hidupnya. Di dunia korporat, profesional, kewirausahaan, bisnis maupun investasi, dua kata "efisien & efektif" (dan tentunya kepercayaan diri yang baik) adalah karakter yang paling dicari dan selalu didambakan.
Cukup dengan membangun keteraturan positif pada hidup kita dan hidup anak-anak kita, sesungguhnya kita sudah dengan sendirinya mempermudah jalan hidup kita dan jalan hidup anak-anak kita dalam menyongsong tantangan kehidupan di masa depan yang semakin berat. Jangan pernah meremehkan efek eksponensial dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang kita lakukan dengan niat baik dan hati yang senang.
Sebaik & sestabil apapun kondisi ekonomi kita saat ini, selalu tidak ada salahnya mendidik anak-anak kita dengan budaya kemandirian dan kerja keras, yang pertama-tama dibangun dari penanaman keteraturan. Anak-anak yang sedari kecil dibiasakan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang lazimnya diserahkan kepada Asisten Rumah Tangga, akan tumbuh menjadi anak yang jauh lebih tangguh, mandiri dan bisa berpikir taktis bila menghadapi rintangan hidup.
Walaupun misalnya kita menggunakan jasa Asisten Rumah Tangga (pembantu), tetap didiklah anak-anak kita bagaimana cara mengurus rumah secara menyeluruh, dari mulai menyapu, mengepel, menyikat WC, mencuci baju, menyetrika, dan sederetan pekerjaan rumah tangga lainnya. Didiklah & tanamkanlah hal itu secara konsisten, dan berilah mereka imbalan jika telah berhasil melakukannya dengan baik. Misalnya, makan malam di tempat makan favorit mereka. Kelak mereka sudah dewasa dan siapa tahu saja mendapatkan kesempatan untuk bersekolah atau bekerja di luar negeri, kemandirian tersebut akan membuat mereka bisa bertahan hidup nun jauh di sana.
Sebagai orangtua, wajar saja jika sesekali kita ingin memberikan barang-barang yang anak-anak kita sukai. Namun saya pribadi biasanya menggabungkannya dengan strategi untuk menanamkan hal-hal positif tertentu. Misalnya, jika dia ingin telepon genggam baru, saya akan tugaskan dia untuk mencuci piring, menyapu atau mengepel selama sebulan penuh, sebelum pergi ke sekolah. Tampaknya memang sepele, namun efek dari penanaman kebiasaan tersebut adalah selain kita bisa melihat bagaimana anak-anak kita menyikapi penugasan itu (apakah bersungut-sungut atau merasa bertanggungjawab penuh), juga agar kita bisa membuat mereka terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sering dianggap "kasar & hina" oleh orang lain; terutama anak-anak lain yang biasanya secara ekonomi lebih mapan.
Dengan penanaman kebiasaan baik tersebut dan menjadikannya prosedur pribadi, logika ke dunia profesional dan korporasi pun menjadi lebih sederhana. Jika kita secara pribadi sudah terbiasa dengan keteraturan, standar atau prosedur pribadi; maka secara reflek kita juga akan terbiasa dengan prosedur, target, budaya atau keteraturan yang ada di dunia korporat tempat kita mencari nafkah. Ketaatan pada keteraturan dan loyalitas pada disiplin pribadi, bisa mengantarkan kita ke tujuan impian manapun juga dan ke jenjang karier manapun yang kita idamkan.
Proses yang baik memang belum tentu menghasilkan hasil akhir yang baik. Tetapi hasil akhir yang baik sudah pasti merupakan buah dari proses terbaik yang dilakukan secara konsisten dan penuh dedikasi terhadap pengembangan-pengembangan baru.
0 Response to "Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 6: S O P)"
Post a Comment