Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 1: Kerendahan Hati)
Monday, September 12, 2016
Add Comment
Di dunia pengembangan diri dan kepemimpinan di belahan dunia manapun, aspek integritas seorang individu selalu menjadi pembicaraan panjang-lebar. Maksudnya, sudah banyak pihak berusaha mendefinisikan apakah itu integritas dalam arti yang paling hakiki, dan bagaimana mentransformasikan idealisasi atau konsep-konsep tersebut kedalam materi-materi pengembangan diri di tataran dunia nyata.
Dalam pengertian yang paling sederhana, "integritas" berarti "melakukan hal yang benar betapapun tidak ada satupun orang yang mengawasi". Definisi ini tentu saja tepat, tidak perlu diperdebatkan lagi. Tapi jika kita berbicara dalam ruang lingkup integritas sebagai "sebuah keutuhan pribadi", maka "melakukan hal yang benar betapapun tidak ada satupun orang yang mengawasi" menjadi tidak cukup.
Pada akhirnya banyak orang menjadi jenuh dengan pembicaraan mengenai integritas, tidak lain adalah karena menjadi panjang-lebarnya definisi yang harus kita cerna. Karena itulah saya terdorong untuk menyajikan konsep integritas sebagai "sebuah keutuhan pribadi" lewat bagan yang lebih sistematis & lebih mudah dipahami.
Sebenarnya sudah banyak orang yang mempraktekkan isi-isi bagan ini dengan baik dalam kehidupan nyata sehari-hari. Betapapun demikian, masih banyak juga orang yang berjuang untuk mencapai hal-hal ideal dalam konsep integritas; termasuk saya sendiri. Mengapa demikian?
Bukan karena yang bersangkutan tidak mampu melakukannya, tapi karena manusia itu sendiri terikat dengan sederetan kondisi, ruang, waktu dan banyak keterbatasan inheren dalam dirinya sebagai manusia. Hal ini adalah lumrah, manusiawi dan tidak dapat kita sangkal atau ingkari. Maka dari itu konsep tentang integritas harus tetap ada, agar manusia punya "mercusuar" sebagai sinar penunjuk arah sehingga berbagai kekurangan & keterbatasan inheren yang manusiawi dan lumrah tadi, tidak berkembang melebar ke arah yang negatif dan merugikan antar satu manusia dengan manusia lain.
Saya sendiri lebih suka menyebut integritas sebagai sebuah konsep, sebagai sebuah idealisasi realitas, sebagai sebuah visi luhur atau tujuan ideal para individu yang melaksanakan kepemimpinan di berbagai tingkatan organisasi atau aspek kehidupan. Manusia yang selalu berkembang, akan terus berjalan menuju apa yang diidealkan oleh konsep integritas.
Dengan dibantu dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan dikombinasikan dengan pengalaman saya menjalankan pelatihan & pengembangan diri selama karier korporasi saya, inilah hasil racikan dan adukannya.
3 Langkah Membaca & Memahami Bagan Ini
Memahami bagan ini sederhana saja. Gunakan prinsip Bottom-Up, alias apa yang ada di bawah menopang apa yang ada di atasnya, terus hingga mencapai apa yang tertinggi. Ini selaras dengan apa yang seharusnya dicapai oleh manusia, yaitu dari hal-hal sederhana & mendasar, terus dilakukan hingga mencapai keluhuran yang ideal. Namun dalam membaca bagan ini, akan saya jelaskan berurutan dari atas ke bawah.
Yang harus kita semua ingat adalah bahwa konteks pembicaraan saya tentang konsep integritas di kesempatan ini, adalah yang konteksnya berhubungan dengan bisnis, pekerjaan atau korporasi. Oleh karena itu ada lebih banyak unsur yang terlibat.
Jika kita membicarakan konsep integritas dari sudut pandang agama atau spiritual, maka kotak oranye sebelah kiri (A. KARAKTER) beserta semua unsur-unsur dibawahnya, sudah cukup. Tapi ketika kita membicarakan konsep integritas dari sudut pandang keseharian kita sebagai manusia yang masih harus berkarya mencari uang lewat sarana atau pekerjaan apapun, maka bagan ini harus dibaca secara menyeluruh, sayap kiri maupun sayap kanan.
Saya melihat bahwa apa yang ada di bagan ini tidak bisa saya lebih sederhanakan lagi. Tidak bisa saya kurangi lagi jumlah kotaknya. Karena apa? Karena saya bukanlah seorang reduksionis, yang demi menyederhanakan sesuatu, lantas menghilangkan banyak aspek penting yang justru mendukung mudahnya mencapai pemahaman akan sebuah konsep.
Jadi jangan sampai karena mengejar kesederhanaan, malah justru menambah kerumitan baru. Bagan ini sudah sangat sederhana & ringkas, karena merupakan intisari dari sumber-sumber teoritis, praktek maupun pengalaman saya selama ini.
Langkah 1
Kita berangkat dari satu kotak utama berwarna merah di bagian paling atas, yaitu konsep induk INTEGRITAS. Konsep induk tentang INTEGRITAS ditopang oleh dua wacana utama, yaitu A. KARAKTER dan B. KOMPETENSI (dua kotak oranye di bawahnya). Dua wacana utama ini, karakter dan kompetensi, adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Namun jika kita harus mengurutkan manakah yang paling penting untuk lebih dulu hadir diantara keduanya, pastilah KARAKTER yang harus ada terlebih dahulu. KOMPETENSI adalah wacana utama yang bisa dipelajari dan pasti akan kita dapatkan jika kita banyak menyerap pengetahuan dari apa yang kita lakukan sehari-hari.
Langkah 2
A. KARAKTER dan B. KOMPETENSI sebagai dua wacana utama yang tak terpisahkan untuk menopang konsep induk INTEGRITAS, tentu tidak dapat berdiri sendiri. Masing-masing dari mereka juga ditopang oleh aspek pendukung.
Dua aspek pendukung A. KARAKTER adalah A1. Kerendahan Hati dan A2. Akuntabilitas (kotak kuning).
Dua aspek pendukung B. KOMPETENSI adalah B1. Proses dan B2. Hasil (kotak kuning).
Kesemua aspek pendukung tersebut memiliki komponen penyusun (kotak hijau muda), yang merupakan "akar" (detail) bagi konsep induk INTEGRITAS. Seperti halnya akar pada tanaman, "akar" yang saya maksudkan di sini adalah komponen pendukung kehidupan yang seringkali tidak kasat mata, namun perannya teramat vital bagi kelangsungan hidup apa yang ada di atasnya (yang kasat mata).
Langkah 3
Kesemua kotak-kotak ini tentunya saling berhubungan satu sama lainnya. Ketiadaan garis pada sejumlah antar-kotak, bukanlah sebuah kesimpulan bahwa antar-bagian tersebut tidak berhubungan sama sekali. Toh pada akhirnya semua kotak di bagan ini terhubung oleh konsep induk INTEGRITAS.
Sehingga dapat kita pahami bersama, bagan ini bukanlah sebuah gambaran bahwa unsur satu berjalan mendahului unsur lain. Kesemua unsur yang dijelaskan di sini dapat berjalan bersamaan secara simultan, demi membentuk harmoni utuh pada diri seorang manusia.
Setelah memahami langkah-langkah ini, marilah kita pahami lebih detailnya dari kotak-kotak tersebut.
Karakter & Kompetensi Sebagai Dua Sisi Mata Uang
Integritas dalam diri seorang manusia ditopang oleh dua wacana utama yang tak terpisahkan satu sama lain, yaitu A. KARAKTER dan B. KOMPETENSI (kotak oranye).
Di dunia ini, sayangnya, menjadi orang baik saja tidak cukup. Di Kitab Suci semua agama pun telah dikatakan, bahwa sekedar menjadi baik atau bahkan berkarakter saja pun tidak cukup. Kita harus juga berfungsi / bermanfaat bagi manusia lainnya. Untuk menjadi bermanfaat itulah, seorang manusia membutuhkan kompetensi dalam dirinya.
Bahkan sekedar percaya pada Tuhan saja tidak cukup. Kita harus mengaktualisasikan iman & ketuhanan kita tersebut kedalam bentuk nyata melalui karya bagi kemanusiaan. Untuk berkarya itulah, seorang manusia membutuhkan kompetensi dalam dirinya.
Dua sisi mata uang tak terpisahkan ini, manakah yang lebih utama? Sudah jelas jawabannya: karakter. Karena manusia masih bisa bermanfaat bagi orang lain jika ia setidaknya memiliki karakter baik, walaupun minim kompetensi. Tapi manusia yang memiliki kompetensi sehebat apapun, akan sia-sia belaka bagi manusia lainnya, tanpa kehadiran karakter.
Contoh: seseorang yang sangat pintar dan berbakat, tapi hatinya penuh kejahatan, kedengkian, iri hati dan keculasan. Pada akhirnya dia akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Kepintaran dan bakatnya biasanya cenderung disalahgunakan untuk merugikan orang lain yang dianggap tidak sejalan dengannya.
A. KARAKTER
KARAKTER merupakan sinergi dari sifat dasar yang telah tertanam "dari sononya" dalam diri kita (faktor gen & faktor ketuhanan), dan juga apa yang kita dapatkan & kita pahami selama ini dari sisi batiniah. KARAKTER bersifat sangat mendasar, yang merupakan spiritualitas ideal dalam diri manusia.
Bedakan antara karakter dengan sifat. Sekali lagi, karakter adalah bersifat sangat mendasar, sangat internal dan sangat batiniah. Sedangkan sifat merupakan sikap / aksi balik kita atas apa yang kita alami sehari-harinya (eksternal).
Karakter lebih konseptual, lebih garis besar. Karakter adalah reflek alamiah kita sehari-hari. Sedangkan sifat merupakan hal yang lebih konkret, lebih mendetail. Misalnya, seseorang bisa saja punya karakter pemarah. Tapi karena berkualitasnya pendidikan budi-pekerti yang selama ini dia terima, maka karakter pemarahnya tersebut bisa ia kendalikan dengan baik, sehingga sifatnya dikenal kalem dan penyabar di depan orang lain.
Tentu saja ada hubungan erat antara karakter dan sifat. Karakter bisa menjadi sifat; dan sifat (apakah baik maupun buruk) yang dipupuk terus-menerus bisa menjadi karakter.
Nah, ada dua aspek pendukung penting yang menopang A. KARAKTER seorang manusia, yaitu A1. KERENDAHAN HATI dan A2. AKUNTABILITAS (kotak kuning muda). Marilah kita bahas keduanya lebih mendetail.
A1. KERENDAHAN HATI
Definisi kerendahan hati (humility) sudah jelas tersurat dari unsur katanya, rasanya tidak perlu saya definsikan lebih mendetail lagi. Yang pasti kerendahan hati bukanlah rendah diri atau minder. Itu adalah dua hal yang berbeda. Saya hanya akan menjelaskan sejumlah indikasi akan kurangnya kualitas karakter dan absennya kerendahan hati dalam diri seseorang:
# Berpikir bahwa apa yang kita lakukan & katakan selalu lebih baik daripada perbuatan & perkataan orang lain; sehingga dengan demikian kita merasa berhak merendahkan pendapat, pandangan atau pemikiran orang lain.
# Tetap berdebat sekalipun kita tahu bahwa kita salah, atau tetap keras kepala memaksakan sikap atau mencari pembenaran atas perbuatan salah kita. Betapapun kita dalam posisi benar, tetaplah hindari perdebatan. Karena pada dasarnya dalam setiap perdebatan, tidak ada menang-kalah, melainkan rusaknya hubungan baik antar-manusia.
# Memberi pendapat tanpa diminta, dan ketika kita melakukannya bukan atas dasar kasih & kepedulian yang tulus. Jika kita memang harus mengemukakan pendapat kita tanpa diminta terlebih dahulu, sebaiknya itu dilakukan dengan dasar kasih yang kuat dan diungkapkan tanpa meninggikan diri sendiri atau merendahkan orang lain.
# Tidak menyadari bahwa semua berkat dan kemampuan yang kita miliki ini adalah sepenuhnya pemberian Tuhan yang setiap saat bisa diambil dari kita.
# Tidak memahami bahwa kita tak berhak atas kemuliaan ataupun penghargaan dari orang lain, sekalipun memang kita yang mengusahakannya, atau atas segala hal yang ada pada diri kita. Semua kemuliaan & penghargaan atas hidup kita, sepenuhnya dimungkinkan karena kasih & kebesaran Tuhan.
# Menyebutkan diri kita sendiri sebagai contoh teladan & kompas moral dalam setiap percakapan kita dengan orang lain (melakukan edifikasi atas diri kita sendiri).
# Tanpa diminta siapapun, selalu membicarakan kemampuan, keahlian, prestasi atau kepintaran kita di hadapan orang lain. Bukan berarti kita tidak boleh sama sekali membicarakan semua itu, khususnya ketika kita melamar kerja atau menyusun deskripsi di laman situs yang berhubungan dengan karir. Tapi terus-menerus membicarakan hal tersebut tanpa diminta dan tanpa konteks yang tepat, hanya akan membuat kita terlihat congkak & sok penting.
# Menjelekkan atau merendahkan martabat diri kita sendiri agar orang lain berpikiran positif tentang diri kita, atau agar orang lain berpikir kita adalah orang yang rendah hati. Kerendahan hati yang dibuat-buat demi pencitraan, sesungguhnya merupakan kecongkakan berbalut kemunafikan. Tempatkanlah diri kita sendiri secara sepatutnya, sesuai dengan kelebihan maupun kekurangan diri kita. Percaya dirilah tanpa menjadi angkuh, dan rendah hatilah tanpa menjadi rendah diri.
# Membuat berbagai pembenaran diri sendiri saat mencela, mengumpat atau marah secara berlebihan kepada orang lain. Dengan pengendalian diri yang baik, kemarahan yang manusiawi dapat kita tuangkan dengan bahasa yang berkeadaban, tanpa mencela atau mengumpat pada orang lain.
# Berusaha keras menyembunyikan hingga menyangkal kesalahan di masa lalu semata agar orang-orang di sekitar kita tak kehilangan pandangan positif tentang diri kita.
# Belum merasa puas sebelum dipuji, dan baru merasa senang ketika kita tahu bahwa orang lain berkata baik tentang diri kita. Rasa senang & puas ketika ada pujian atas diri kita, tentu saja manusiawi. Tapi jangan jadikan ini sebagai tujuan akhir dari apa yang kita lakukan selama ini. Cukup jadikan pujian & penghargaan, dan juga kritik, sebagai "bumbu penyedap" perjalanan hidup kita. Dengan demikian kita akan tetap fokus pada tujuan utama hidup kita, yaitu pengembangan diri berkelanjutan demi bergunanya kehidupan kita bagi kehidupan orang lain.
# Sakit hati bila ada orang lain yang lebih dihargai daripada diri kita. Ini sudah menjurus ke iri hati. Seperti yang telah kita semua ketahui, iri hati dan keserakahan adalah akar dari banyak kejahatan lain.
# Menolak menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan yang terlihat kasar atau rendahan. Semua cerita orang-orang sukses kelas dunia yang kehidupan masa lalunya penuh perjuangan, selalu diwarnai dengan kesediaan mereka untuk mengerjakan segala sesuatu yang bisa membuat mereka bertahan hidup, termasuk ketika mereka harus menjadi pekerja kasar atau hidup menderita.
# Selalu ingin diperlakukan lebih khusus atau lebih istimewa daripada orang lain. Hal ini menjadi lebih tercela lagi ketika kita tidak pernah berbuat apapun yang positif bagi orang lain, namun selalu ingin diperlakukan lebih istimewa semata hanya karena misalnya lebih tua, atau kenal dengan orang-orang tertentu yang memiliki jabatan atau kekuasaan.
# Merasa malu tidak memiliki hal atau barang tertentu. Apalagi jika sampai bela-belain berhutang demi memiliki barang tertentu agar terlihat sama tajirnya dengan orang lain. Ini selaras dengan sifat iri hati & keserakahan, yang merupakan salah satu akar kejahatan.
Baiklah, itu adalah indikasi-indikasi yang bersifat personal. Kini kita akan membahas kerendahan hati dari segi yang lebih menyeluruh, yang memang kontekstual dengan banyak hal dalam keseharian kita.
Sekarang kita membahas apa saja komponen penyusun yang menopang kerendahan hati dalam diri seseorang. Tiga komponen penopang kerendahan hati yaitu:
A1.1 PENGENDALIAN DIRI
A1.2 EMPATI, dan
A1.3 SELF-IMPROVEMENT / PENGEMBANGAN DIRI
A1.1 PENGENDALIAN DIRI
Pengendalian diri adalah komponen paling penting dan paling mendasar dari karakter seorang manusia. Pengendalian diri adalah wujud nyata dari hadirnya kasih & kerendahan hati dalam jiwa seorang manusia. Efek positif dari pengendalian diri yang baik adalah sangat luas & masif.
Contohnya sederhana saja. Siapa yang senang bekerja dibawah perintah atasan yang tempramental tak beralasan dan suka melempar barang-barang ketika marah? Gaji sebesar apapun, tidak ada satupun manusia yang bermartabat, yang suka menjadi korban atas lemahnya pengendalian diri dari atasannya.
Dengan pengendalian diri yang baik, seorang pegawai bisa terhindar dari ajakan korupsi rekan sekantornya. Atau bisa terhindar dari perselingkuhan dengan lawan jenis yang menarik di kantornya. Atau bisa terhindar dari potensi kerugian ketika menjalankan perdagangan saham. Singkat kata, buah-buah pengendalian diri adalah manis sekali di akhirnya.
Seorang suami yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah, akan memperoleh respek dari pasangan dan anak-anaknya. Lewat pengendalian diri, amarah dalam hati bisa bertransformasi menjadi kata-kata yang lembut, terstruktur dan mudah dipahami oleh pihak lain.
Definisi pengendalian diri juga sebenarnya sinonim dengan "sabar" atau "kesabaran". Dalam konteks ini saya lebih suka menggunakan kata "pengendalian diri" karena sifatnya yang lebih garis besar (Big Picture), lebih luhur.
Namun jangan sampai kita salah tangkap. Kemarahan itu manusiawi. Boleh saja sesekali kita marah karena sesuatu yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun dengan pengendalian diri yang baik, kemarahan tersebut menjadi lebih terukur dan tidak berkepanjangan hingga menjadi dendam.
Marahlah seperlunya, sesuai konteks. Tidak perlu sampai teriak-teriak atau lempar-lempar barang tanpa alasan jelas. Tidak perlu ada dendam yang tersimpan setelah ledakan amarah tersebut. Muntahkanlah kemarahan tersebut dengan intonasi pilihan kata yang wajar. Dengan kerendahan hati & pengendalian diri, masalah sepelik apapun bisa selesai tanpa amarah berlebih dan dendam membekas.
Jadi, ruang lingkup pengendalian diri adalah luas. Menyangkut panca indera dan aspek batiniah kita semua. Ketika kita bisa mengendalikan panca indera dan suasana batin kita, maka mengendalikan orang lain dan organisasi yang kita pimpin, dapat kita lakukan dengan lebih mudah.
A1.2 EMPATI
Empati adalah kemampuan kita berpikir dua arah / dua sisi; khususnya dari sisi lawan bicara / lawan aksi kita. Misalnya, ada karyawan yang terkena musibah banjir sehingga terpaksa cuti. HRD yang memiliki empati akan mengijinkan cuti tersebut berlangsung tanpa menggerus jatah cuti tahunan karyawan tersebut (dispensasi khusus). Atau misalnya perusahaan yang memberikan jatah cuti kepada karyawan lelaki yang istrinya baru melahirkan. Ini adalah salah satu dari banyak bentuk empati di keseharian kita.
Seorang suami yang lelah seharian bekerja dan baru pulang ke rumah, mendapati rumah masih berantakan. Dengan pengendalian diri yang baik dan empati, suami yang tadinya bisa saja marah kepada istrinya, dapat mengkonversi energi amarahnya tersebut menjadi kekuatan untuk membantu istrinya mengatur & membereskan rumah, betapapun dia sedang dalam kondisi lelah setelah bekerja. Setelah suami tersebut mengobrol lebih jauh, misalnya ternyata sang istri demam seharian, sehingga tidak dapat membereskan rumah. Dapat dibayangkan jika begitu tiba di rumah, sang suami langsung marah-marah tak terkendali. Hasil akhirnya tidak baik sama sekali.
A1.3 SELF-IMPROVEMENT / PENGEMBANGAN DIRI
Penghargaan terhadap pengembangan diri adalah salah satu dari tiga komponen penting yang menopang kerendahan hati. Maksud dari pengembangan diri adalah kesediaan seseorang untuk terus berkembang ke arah yang lebih baik & lebih benar. Berkembang lewat kritik-kritik atas kesalahannya, dan bertumbuh lewat pujian-pujian atas keberhasilannya.
Mengapa pemgembangan diri menjadi komponen penting dalam kerendahan hati seseorang? Karena untuk terus berkembang, seringkali kita harus melalui tahapan yang kurang nyaman, bahkan terkadang menyakitkan. Seseorang yang masih mau terus berkembang walaupun prosesnya seringkali tidak mengenakkan, jelas merupakan wujud nyata dari kerendahan hati.
Orang yang pengembangan dirinya bagus, tidak akan marah jika dikritik (pengendalian diri), dan tidak akan jumawa ketika dipuji (pengendalian diri, kerendahan hati). Karena dia sadar, baik pujian maupun kritik adalah batu pembangun yang akan membangun karakternya. Jika kritik disikapi sebagai sentimen orang lain terhadap dirinya dan pujian disikapi dengan jumawa, kritik dan pujian tersebut bisa dipastikan akan menjadi batu sandungan bagi pengembangan diri orang tersebut; bukan batu pembangun.
Siapapun yang menolak untuk terus berkembang ke arah yang lebih baik & lebih benar, sesungguhnya merupakan orang yang congkak (tidak rendah hati), betapapun mungkin perilaku sehari-harinya tempak kalem dan santun. Merasa diri sudah sempurna dan tercukupi, dia menolak meninggalkan zona kenyamanan batinnya (status quo). Akhirnya orang itu menjadi tumpul dalam pengendalian diri dan empatinya, sehingga perkembangan & pertumbuhan kualitas batinnya terhenti.
Beberapa contoh proses pengembangan diri adalah membaca banyak buku berkualitas, menghadiri seminar-seminar pengembangan diri, mendengarkan nasihat dari mereka yang berkompeten & berpengalaman, mendengarkan kesulitan-kesulitan orang lain, memilih siaran televisi yang baik bagi pertumbuhan jiwa; dan masih banyak lagi.
Jangan lupakan juga kegiatan-kegiatan organisasi atau kemasyarakatan. Walaupun besar kemungkinan kita tidak dibayar secara profesional untuk terjun kedalam kesibukan-kesibukan tersebut, namun kegiatan tersebut merupakan "jalan pintas" untuk mempraktekkan semua pengetahuan kepemimpinan & pengembangan diri yang telah kita dapatkan selama ini. Kita akan banyak belajar berurusan dengan orang lain, yangmana hal itu merupakan "vitamin jiwa" untuk kerendahan hati, pengendalian diri, empati dan pengembangan diri
Sekian penjelasan dari KARAKTER - KERENDAHAN HATI. Artikel selanjutnya di Bagian 2 akan menjelaskan mengenai KARAKTER - AKUNTABILITAS.
Dalam pengertian yang paling sederhana, "integritas" berarti "melakukan hal yang benar betapapun tidak ada satupun orang yang mengawasi". Definisi ini tentu saja tepat, tidak perlu diperdebatkan lagi. Tapi jika kita berbicara dalam ruang lingkup integritas sebagai "sebuah keutuhan pribadi", maka "melakukan hal yang benar betapapun tidak ada satupun orang yang mengawasi" menjadi tidak cukup.
Pada akhirnya banyak orang menjadi jenuh dengan pembicaraan mengenai integritas, tidak lain adalah karena menjadi panjang-lebarnya definisi yang harus kita cerna. Karena itulah saya terdorong untuk menyajikan konsep integritas sebagai "sebuah keutuhan pribadi" lewat bagan yang lebih sistematis & lebih mudah dipahami.
Sebenarnya sudah banyak orang yang mempraktekkan isi-isi bagan ini dengan baik dalam kehidupan nyata sehari-hari. Betapapun demikian, masih banyak juga orang yang berjuang untuk mencapai hal-hal ideal dalam konsep integritas; termasuk saya sendiri. Mengapa demikian?
Bukan karena yang bersangkutan tidak mampu melakukannya, tapi karena manusia itu sendiri terikat dengan sederetan kondisi, ruang, waktu dan banyak keterbatasan inheren dalam dirinya sebagai manusia. Hal ini adalah lumrah, manusiawi dan tidak dapat kita sangkal atau ingkari. Maka dari itu konsep tentang integritas harus tetap ada, agar manusia punya "mercusuar" sebagai sinar penunjuk arah sehingga berbagai kekurangan & keterbatasan inheren yang manusiawi dan lumrah tadi, tidak berkembang melebar ke arah yang negatif dan merugikan antar satu manusia dengan manusia lain.
Saya sendiri lebih suka menyebut integritas sebagai sebuah konsep, sebagai sebuah idealisasi realitas, sebagai sebuah visi luhur atau tujuan ideal para individu yang melaksanakan kepemimpinan di berbagai tingkatan organisasi atau aspek kehidupan. Manusia yang selalu berkembang, akan terus berjalan menuju apa yang diidealkan oleh konsep integritas.
Dengan dibantu dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan dikombinasikan dengan pengalaman saya menjalankan pelatihan & pengembangan diri selama karier korporasi saya, inilah hasil racikan dan adukannya.
3 Langkah Membaca & Memahami Bagan Ini
Memahami bagan ini sederhana saja. Gunakan prinsip Bottom-Up, alias apa yang ada di bawah menopang apa yang ada di atasnya, terus hingga mencapai apa yang tertinggi. Ini selaras dengan apa yang seharusnya dicapai oleh manusia, yaitu dari hal-hal sederhana & mendasar, terus dilakukan hingga mencapai keluhuran yang ideal. Namun dalam membaca bagan ini, akan saya jelaskan berurutan dari atas ke bawah.
Yang harus kita semua ingat adalah bahwa konteks pembicaraan saya tentang konsep integritas di kesempatan ini, adalah yang konteksnya berhubungan dengan bisnis, pekerjaan atau korporasi. Oleh karena itu ada lebih banyak unsur yang terlibat.
Jika kita membicarakan konsep integritas dari sudut pandang agama atau spiritual, maka kotak oranye sebelah kiri (A. KARAKTER) beserta semua unsur-unsur dibawahnya, sudah cukup. Tapi ketika kita membicarakan konsep integritas dari sudut pandang keseharian kita sebagai manusia yang masih harus berkarya mencari uang lewat sarana atau pekerjaan apapun, maka bagan ini harus dibaca secara menyeluruh, sayap kiri maupun sayap kanan.
Saya melihat bahwa apa yang ada di bagan ini tidak bisa saya lebih sederhanakan lagi. Tidak bisa saya kurangi lagi jumlah kotaknya. Karena apa? Karena saya bukanlah seorang reduksionis, yang demi menyederhanakan sesuatu, lantas menghilangkan banyak aspek penting yang justru mendukung mudahnya mencapai pemahaman akan sebuah konsep.
Jadi jangan sampai karena mengejar kesederhanaan, malah justru menambah kerumitan baru. Bagan ini sudah sangat sederhana & ringkas, karena merupakan intisari dari sumber-sumber teoritis, praktek maupun pengalaman saya selama ini.
Langkah 1
Kita berangkat dari satu kotak utama berwarna merah di bagian paling atas, yaitu konsep induk INTEGRITAS. Konsep induk tentang INTEGRITAS ditopang oleh dua wacana utama, yaitu A. KARAKTER dan B. KOMPETENSI (dua kotak oranye di bawahnya). Dua wacana utama ini, karakter dan kompetensi, adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.
Namun jika kita harus mengurutkan manakah yang paling penting untuk lebih dulu hadir diantara keduanya, pastilah KARAKTER yang harus ada terlebih dahulu. KOMPETENSI adalah wacana utama yang bisa dipelajari dan pasti akan kita dapatkan jika kita banyak menyerap pengetahuan dari apa yang kita lakukan sehari-hari.
Langkah 2
A. KARAKTER dan B. KOMPETENSI sebagai dua wacana utama yang tak terpisahkan untuk menopang konsep induk INTEGRITAS, tentu tidak dapat berdiri sendiri. Masing-masing dari mereka juga ditopang oleh aspek pendukung.
Dua aspek pendukung A. KARAKTER adalah A1. Kerendahan Hati dan A2. Akuntabilitas (kotak kuning).
Dua aspek pendukung B. KOMPETENSI adalah B1. Proses dan B2. Hasil (kotak kuning).
Kesemua aspek pendukung tersebut memiliki komponen penyusun (kotak hijau muda), yang merupakan "akar" (detail) bagi konsep induk INTEGRITAS. Seperti halnya akar pada tanaman, "akar" yang saya maksudkan di sini adalah komponen pendukung kehidupan yang seringkali tidak kasat mata, namun perannya teramat vital bagi kelangsungan hidup apa yang ada di atasnya (yang kasat mata).
Langkah 3
Kesemua kotak-kotak ini tentunya saling berhubungan satu sama lainnya. Ketiadaan garis pada sejumlah antar-kotak, bukanlah sebuah kesimpulan bahwa antar-bagian tersebut tidak berhubungan sama sekali. Toh pada akhirnya semua kotak di bagan ini terhubung oleh konsep induk INTEGRITAS.
Sehingga dapat kita pahami bersama, bagan ini bukanlah sebuah gambaran bahwa unsur satu berjalan mendahului unsur lain. Kesemua unsur yang dijelaskan di sini dapat berjalan bersamaan secara simultan, demi membentuk harmoni utuh pada diri seorang manusia.
Setelah memahami langkah-langkah ini, marilah kita pahami lebih detailnya dari kotak-kotak tersebut.
Karakter & Kompetensi Sebagai Dua Sisi Mata Uang
Integritas dalam diri seorang manusia ditopang oleh dua wacana utama yang tak terpisahkan satu sama lain, yaitu A. KARAKTER dan B. KOMPETENSI (kotak oranye).
Di dunia ini, sayangnya, menjadi orang baik saja tidak cukup. Di Kitab Suci semua agama pun telah dikatakan, bahwa sekedar menjadi baik atau bahkan berkarakter saja pun tidak cukup. Kita harus juga berfungsi / bermanfaat bagi manusia lainnya. Untuk menjadi bermanfaat itulah, seorang manusia membutuhkan kompetensi dalam dirinya.
Bahkan sekedar percaya pada Tuhan saja tidak cukup. Kita harus mengaktualisasikan iman & ketuhanan kita tersebut kedalam bentuk nyata melalui karya bagi kemanusiaan. Untuk berkarya itulah, seorang manusia membutuhkan kompetensi dalam dirinya.
Dua sisi mata uang tak terpisahkan ini, manakah yang lebih utama? Sudah jelas jawabannya: karakter. Karena manusia masih bisa bermanfaat bagi orang lain jika ia setidaknya memiliki karakter baik, walaupun minim kompetensi. Tapi manusia yang memiliki kompetensi sehebat apapun, akan sia-sia belaka bagi manusia lainnya, tanpa kehadiran karakter.
Contoh: seseorang yang sangat pintar dan berbakat, tapi hatinya penuh kejahatan, kedengkian, iri hati dan keculasan. Pada akhirnya dia akan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Kepintaran dan bakatnya biasanya cenderung disalahgunakan untuk merugikan orang lain yang dianggap tidak sejalan dengannya.
A. KARAKTER
KARAKTER merupakan sinergi dari sifat dasar yang telah tertanam "dari sononya" dalam diri kita (faktor gen & faktor ketuhanan), dan juga apa yang kita dapatkan & kita pahami selama ini dari sisi batiniah. KARAKTER bersifat sangat mendasar, yang merupakan spiritualitas ideal dalam diri manusia.
Bedakan antara karakter dengan sifat. Sekali lagi, karakter adalah bersifat sangat mendasar, sangat internal dan sangat batiniah. Sedangkan sifat merupakan sikap / aksi balik kita atas apa yang kita alami sehari-harinya (eksternal).
Karakter lebih konseptual, lebih garis besar. Karakter adalah reflek alamiah kita sehari-hari. Sedangkan sifat merupakan hal yang lebih konkret, lebih mendetail. Misalnya, seseorang bisa saja punya karakter pemarah. Tapi karena berkualitasnya pendidikan budi-pekerti yang selama ini dia terima, maka karakter pemarahnya tersebut bisa ia kendalikan dengan baik, sehingga sifatnya dikenal kalem dan penyabar di depan orang lain.
Tentu saja ada hubungan erat antara karakter dan sifat. Karakter bisa menjadi sifat; dan sifat (apakah baik maupun buruk) yang dipupuk terus-menerus bisa menjadi karakter.
Nah, ada dua aspek pendukung penting yang menopang A. KARAKTER seorang manusia, yaitu A1. KERENDAHAN HATI dan A2. AKUNTABILITAS (kotak kuning muda). Marilah kita bahas keduanya lebih mendetail.
A1. KERENDAHAN HATI
Definisi kerendahan hati (humility) sudah jelas tersurat dari unsur katanya, rasanya tidak perlu saya definsikan lebih mendetail lagi. Yang pasti kerendahan hati bukanlah rendah diri atau minder. Itu adalah dua hal yang berbeda. Saya hanya akan menjelaskan sejumlah indikasi akan kurangnya kualitas karakter dan absennya kerendahan hati dalam diri seseorang:
# Berpikir bahwa apa yang kita lakukan & katakan selalu lebih baik daripada perbuatan & perkataan orang lain; sehingga dengan demikian kita merasa berhak merendahkan pendapat, pandangan atau pemikiran orang lain.
# Tetap berdebat sekalipun kita tahu bahwa kita salah, atau tetap keras kepala memaksakan sikap atau mencari pembenaran atas perbuatan salah kita. Betapapun kita dalam posisi benar, tetaplah hindari perdebatan. Karena pada dasarnya dalam setiap perdebatan, tidak ada menang-kalah, melainkan rusaknya hubungan baik antar-manusia.
# Memberi pendapat tanpa diminta, dan ketika kita melakukannya bukan atas dasar kasih & kepedulian yang tulus. Jika kita memang harus mengemukakan pendapat kita tanpa diminta terlebih dahulu, sebaiknya itu dilakukan dengan dasar kasih yang kuat dan diungkapkan tanpa meninggikan diri sendiri atau merendahkan orang lain.
# Tidak menyadari bahwa semua berkat dan kemampuan yang kita miliki ini adalah sepenuhnya pemberian Tuhan yang setiap saat bisa diambil dari kita.
# Tidak memahami bahwa kita tak berhak atas kemuliaan ataupun penghargaan dari orang lain, sekalipun memang kita yang mengusahakannya, atau atas segala hal yang ada pada diri kita. Semua kemuliaan & penghargaan atas hidup kita, sepenuhnya dimungkinkan karena kasih & kebesaran Tuhan.
# Menyebutkan diri kita sendiri sebagai contoh teladan & kompas moral dalam setiap percakapan kita dengan orang lain (melakukan edifikasi atas diri kita sendiri).
# Tanpa diminta siapapun, selalu membicarakan kemampuan, keahlian, prestasi atau kepintaran kita di hadapan orang lain. Bukan berarti kita tidak boleh sama sekali membicarakan semua itu, khususnya ketika kita melamar kerja atau menyusun deskripsi di laman situs yang berhubungan dengan karir. Tapi terus-menerus membicarakan hal tersebut tanpa diminta dan tanpa konteks yang tepat, hanya akan membuat kita terlihat congkak & sok penting.
# Menjelekkan atau merendahkan martabat diri kita sendiri agar orang lain berpikiran positif tentang diri kita, atau agar orang lain berpikir kita adalah orang yang rendah hati. Kerendahan hati yang dibuat-buat demi pencitraan, sesungguhnya merupakan kecongkakan berbalut kemunafikan. Tempatkanlah diri kita sendiri secara sepatutnya, sesuai dengan kelebihan maupun kekurangan diri kita. Percaya dirilah tanpa menjadi angkuh, dan rendah hatilah tanpa menjadi rendah diri.
# Membuat berbagai pembenaran diri sendiri saat mencela, mengumpat atau marah secara berlebihan kepada orang lain. Dengan pengendalian diri yang baik, kemarahan yang manusiawi dapat kita tuangkan dengan bahasa yang berkeadaban, tanpa mencela atau mengumpat pada orang lain.
# Berusaha keras menyembunyikan hingga menyangkal kesalahan di masa lalu semata agar orang-orang di sekitar kita tak kehilangan pandangan positif tentang diri kita.
# Belum merasa puas sebelum dipuji, dan baru merasa senang ketika kita tahu bahwa orang lain berkata baik tentang diri kita. Rasa senang & puas ketika ada pujian atas diri kita, tentu saja manusiawi. Tapi jangan jadikan ini sebagai tujuan akhir dari apa yang kita lakukan selama ini. Cukup jadikan pujian & penghargaan, dan juga kritik, sebagai "bumbu penyedap" perjalanan hidup kita. Dengan demikian kita akan tetap fokus pada tujuan utama hidup kita, yaitu pengembangan diri berkelanjutan demi bergunanya kehidupan kita bagi kehidupan orang lain.
# Sakit hati bila ada orang lain yang lebih dihargai daripada diri kita. Ini sudah menjurus ke iri hati. Seperti yang telah kita semua ketahui, iri hati dan keserakahan adalah akar dari banyak kejahatan lain.
# Menolak menjalankan tugas-tugas atau pekerjaan yang terlihat kasar atau rendahan. Semua cerita orang-orang sukses kelas dunia yang kehidupan masa lalunya penuh perjuangan, selalu diwarnai dengan kesediaan mereka untuk mengerjakan segala sesuatu yang bisa membuat mereka bertahan hidup, termasuk ketika mereka harus menjadi pekerja kasar atau hidup menderita.
# Selalu ingin diperlakukan lebih khusus atau lebih istimewa daripada orang lain. Hal ini menjadi lebih tercela lagi ketika kita tidak pernah berbuat apapun yang positif bagi orang lain, namun selalu ingin diperlakukan lebih istimewa semata hanya karena misalnya lebih tua, atau kenal dengan orang-orang tertentu yang memiliki jabatan atau kekuasaan.
# Merasa malu tidak memiliki hal atau barang tertentu. Apalagi jika sampai bela-belain berhutang demi memiliki barang tertentu agar terlihat sama tajirnya dengan orang lain. Ini selaras dengan sifat iri hati & keserakahan, yang merupakan salah satu akar kejahatan.
Baiklah, itu adalah indikasi-indikasi yang bersifat personal. Kini kita akan membahas kerendahan hati dari segi yang lebih menyeluruh, yang memang kontekstual dengan banyak hal dalam keseharian kita.
Penyederhaan Bagan di Bagian A. KARAKTER |
Sekarang kita membahas apa saja komponen penyusun yang menopang kerendahan hati dalam diri seseorang. Tiga komponen penopang kerendahan hati yaitu:
A1.1 PENGENDALIAN DIRI
A1.2 EMPATI, dan
A1.3 SELF-IMPROVEMENT / PENGEMBANGAN DIRI
A1.1 PENGENDALIAN DIRI
Pengendalian diri adalah komponen paling penting dan paling mendasar dari karakter seorang manusia. Pengendalian diri adalah wujud nyata dari hadirnya kasih & kerendahan hati dalam jiwa seorang manusia. Efek positif dari pengendalian diri yang baik adalah sangat luas & masif.
Contohnya sederhana saja. Siapa yang senang bekerja dibawah perintah atasan yang tempramental tak beralasan dan suka melempar barang-barang ketika marah? Gaji sebesar apapun, tidak ada satupun manusia yang bermartabat, yang suka menjadi korban atas lemahnya pengendalian diri dari atasannya.
Dengan pengendalian diri yang baik, seorang pegawai bisa terhindar dari ajakan korupsi rekan sekantornya. Atau bisa terhindar dari perselingkuhan dengan lawan jenis yang menarik di kantornya. Atau bisa terhindar dari potensi kerugian ketika menjalankan perdagangan saham. Singkat kata, buah-buah pengendalian diri adalah manis sekali di akhirnya.
Seorang suami yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah, akan memperoleh respek dari pasangan dan anak-anaknya. Lewat pengendalian diri, amarah dalam hati bisa bertransformasi menjadi kata-kata yang lembut, terstruktur dan mudah dipahami oleh pihak lain.
Definisi pengendalian diri juga sebenarnya sinonim dengan "sabar" atau "kesabaran". Dalam konteks ini saya lebih suka menggunakan kata "pengendalian diri" karena sifatnya yang lebih garis besar (Big Picture), lebih luhur.
Namun jangan sampai kita salah tangkap. Kemarahan itu manusiawi. Boleh saja sesekali kita marah karena sesuatu yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun dengan pengendalian diri yang baik, kemarahan tersebut menjadi lebih terukur dan tidak berkepanjangan hingga menjadi dendam.
Marahlah seperlunya, sesuai konteks. Tidak perlu sampai teriak-teriak atau lempar-lempar barang tanpa alasan jelas. Tidak perlu ada dendam yang tersimpan setelah ledakan amarah tersebut. Muntahkanlah kemarahan tersebut dengan intonasi pilihan kata yang wajar. Dengan kerendahan hati & pengendalian diri, masalah sepelik apapun bisa selesai tanpa amarah berlebih dan dendam membekas.
Jadi, ruang lingkup pengendalian diri adalah luas. Menyangkut panca indera dan aspek batiniah kita semua. Ketika kita bisa mengendalikan panca indera dan suasana batin kita, maka mengendalikan orang lain dan organisasi yang kita pimpin, dapat kita lakukan dengan lebih mudah.
A1.2 EMPATI
Empati adalah kemampuan kita berpikir dua arah / dua sisi; khususnya dari sisi lawan bicara / lawan aksi kita. Misalnya, ada karyawan yang terkena musibah banjir sehingga terpaksa cuti. HRD yang memiliki empati akan mengijinkan cuti tersebut berlangsung tanpa menggerus jatah cuti tahunan karyawan tersebut (dispensasi khusus). Atau misalnya perusahaan yang memberikan jatah cuti kepada karyawan lelaki yang istrinya baru melahirkan. Ini adalah salah satu dari banyak bentuk empati di keseharian kita.
Seorang suami yang lelah seharian bekerja dan baru pulang ke rumah, mendapati rumah masih berantakan. Dengan pengendalian diri yang baik dan empati, suami yang tadinya bisa saja marah kepada istrinya, dapat mengkonversi energi amarahnya tersebut menjadi kekuatan untuk membantu istrinya mengatur & membereskan rumah, betapapun dia sedang dalam kondisi lelah setelah bekerja. Setelah suami tersebut mengobrol lebih jauh, misalnya ternyata sang istri demam seharian, sehingga tidak dapat membereskan rumah. Dapat dibayangkan jika begitu tiba di rumah, sang suami langsung marah-marah tak terkendali. Hasil akhirnya tidak baik sama sekali.
A1.3 SELF-IMPROVEMENT / PENGEMBANGAN DIRI
Penghargaan terhadap pengembangan diri adalah salah satu dari tiga komponen penting yang menopang kerendahan hati. Maksud dari pengembangan diri adalah kesediaan seseorang untuk terus berkembang ke arah yang lebih baik & lebih benar. Berkembang lewat kritik-kritik atas kesalahannya, dan bertumbuh lewat pujian-pujian atas keberhasilannya.
Mengapa pemgembangan diri menjadi komponen penting dalam kerendahan hati seseorang? Karena untuk terus berkembang, seringkali kita harus melalui tahapan yang kurang nyaman, bahkan terkadang menyakitkan. Seseorang yang masih mau terus berkembang walaupun prosesnya seringkali tidak mengenakkan, jelas merupakan wujud nyata dari kerendahan hati.
Orang yang pengembangan dirinya bagus, tidak akan marah jika dikritik (pengendalian diri), dan tidak akan jumawa ketika dipuji (pengendalian diri, kerendahan hati). Karena dia sadar, baik pujian maupun kritik adalah batu pembangun yang akan membangun karakternya. Jika kritik disikapi sebagai sentimen orang lain terhadap dirinya dan pujian disikapi dengan jumawa, kritik dan pujian tersebut bisa dipastikan akan menjadi batu sandungan bagi pengembangan diri orang tersebut; bukan batu pembangun.
Siapapun yang menolak untuk terus berkembang ke arah yang lebih baik & lebih benar, sesungguhnya merupakan orang yang congkak (tidak rendah hati), betapapun mungkin perilaku sehari-harinya tempak kalem dan santun. Merasa diri sudah sempurna dan tercukupi, dia menolak meninggalkan zona kenyamanan batinnya (status quo). Akhirnya orang itu menjadi tumpul dalam pengendalian diri dan empatinya, sehingga perkembangan & pertumbuhan kualitas batinnya terhenti.
Beberapa contoh proses pengembangan diri adalah membaca banyak buku berkualitas, menghadiri seminar-seminar pengembangan diri, mendengarkan nasihat dari mereka yang berkompeten & berpengalaman, mendengarkan kesulitan-kesulitan orang lain, memilih siaran televisi yang baik bagi pertumbuhan jiwa; dan masih banyak lagi.
Jangan lupakan juga kegiatan-kegiatan organisasi atau kemasyarakatan. Walaupun besar kemungkinan kita tidak dibayar secara profesional untuk terjun kedalam kesibukan-kesibukan tersebut, namun kegiatan tersebut merupakan "jalan pintas" untuk mempraktekkan semua pengetahuan kepemimpinan & pengembangan diri yang telah kita dapatkan selama ini. Kita akan banyak belajar berurusan dengan orang lain, yangmana hal itu merupakan "vitamin jiwa" untuk kerendahan hati, pengendalian diri, empati dan pengembangan diri
Sekian penjelasan dari KARAKTER - KERENDAHAN HATI. Artikel selanjutnya di Bagian 2 akan menjelaskan mengenai KARAKTER - AKUNTABILITAS.
0 Response to "Idealisasi Konsep Integritas (Bag. 1: Kerendahan Hati)"
Post a Comment