Kegelisahan Adalah Garda Terdepan Jurnalisme

Pada artikel perdana di blog ini saya telah bercerita perihal apa yang melatarbelakangi kelahiran blog saya ini. Ya, itu adalah hal-hal permukaannya saja. Pada tataran yang lebih mendalam lagi, ada hal filosofis yang melatarbelakangi kelahiran blog ini, yang tadinya direncanakan berformat buku, lalu saya ubah rencana menjadi website, lalu akhirnya terpilihlah format blog seperti ini.

Blog ini lahir dari idealisme & kegelisahan saya. Idealisme saya akan keluhuran & kearifan nilai-nilai berkeluarga & bermasyarakat, bertabrakan dengan kegelisahan saya akan realita kehidupan sehari-hari di banyak keluarga & masyarakat yang semakin tidak memuliakan keluhuran & kearifan nilai-nilai tersebut.

Saya gelisah karena Indonesia yang sedemikian besar wilayahnya dengan jumlah penduduk bertengger di 5 Besar Dunia dan kekayaan alam berlimpah, pada akhirnya hanya menjadi sasaran pasar produk & objek penderita saja dari kemajuan banyak negara di dunia ini. Ironisnya, mayoritas masyarakat Indonesia selalu membanggakan luas wilayah, jumlah penduduk dan kekayaan alam tersebut; seolah-olah itu adalah garansi dari Tuhan bahwa Indonesia pasti akan sukses & maju hanya dengan berbekal ketiga hal tersebut. Padahal realitasnya sama sekali tidak seperti itu.

Dibutuhkan lebih dari sekedar ketiga hal itu untuk melihat masyarakat Indonesia pada akhirnya bisa berdiri di atas kaki sendiri alias berdikari; sebuah idiom yang selalu dibanggakan oleh presiden pertama kita, Soekarno.

Ketika saya melihat banyak motivator & orang sukses muncul di Tanah Air ini, di satu sisi saya bahagia & bangga. Namun di sisi lain saya juga gelisah karena kemunculan orang-orang cerdas & orang-orang sukses tersebut tidak lantas secara signifikan bisa mendobrak paradigma & cara berpikir gaya lama dari masyarakat Indonesia yang justru lebih cocok untuk memelihara kemiskinan, keterbelakangan dan ketergantungan. Apakah masyarakat Indonesia malas? Saya tidak melihatnya seperti itu. Kita terkenal sebagai bangsa yang tabah & ulet, gemar bekerja keras. Tapi mengapa Indonesia belum menjadi negara yang kuat & mandiri?


Menurut saya pribadi, selain banyak sebab lain yang lebih teknis, salah satu sebab utamanya adalah karena karakter & cara berpikir mayoritas masyarakat Indonesia yang sederhana, kurang tertarik pada hal-hal & pengetahuan yang canggih, high profile dan state-of-the-art. Jadi ketika pengetahuan & hikmat kehidupan yang dihadirkan oleh orang-orang sukses & cerdas tersebut dikemas dengan gaya modern, canggih bahkan cenderung kebarat-baratan; efektivitas penyerapan pengetahuan & hikmat kehidupan tersebut menjadi rendah. Menurut saya pribadi dan setidaknya dari apa yang saya lihat sehari-hari, kurang-lebih seperti itulah masalah yang terjadi. Tentang topik ini sendiri, nanti akan saya kemas di tulisan saya selanjutnya...

Saya tahu, disamping sejumlah dukungan & dorongan dari orang-orang yang menghargai kerja keras saya ini, akan ada orang-orang yang mencibir saya dengan mengatakan bahwa saya bukanlah siapa-siapa, belum menjadi siapa-siapa, dan oleh karenanya saya tidak berhak untuk menasihatkan kebaikan atau hikmat kehidupan. Kepada mereka yang mungkin akan mencibir blog ini, saya hanya ingin mengatakan satu hal. Jika kita harus kaya dulu untuk menjadi kaya, bukankah itu absurd? Apakah harus menjadi konglomerat atau selebritis dulu untuk menasihatkan kebaikan, sementara di satu sisi terlalu banyak konglomerat atau selebritis yang bukannya menasihatkan kebaikan, justru malah mencontohkan perbuatan-perbuatan tidak baik yang tidak layak ditiru?

Jika kita terlalu berorientasi pada WHO atau “siapa yang menyampaikan pesan” ketimbang WHAT atau “apa pesan yang ingin disampaikan”, itulah tanda-tanda nyata bahwa kita belum cerdas, belum dewasa dan belum siap menjadi orang atau bangsa yang besar.

Kita renungkan tentang sejumlah nabi yang dipilih oleh Tuhan untuk menyiarkan nilai-nilai kebaikan dalam hidup. Apakah semua nabi tersebut suci? Tidak sama sekali. Siapapun bisa mengatakan hal-hal baik pada siapapun. Marilah kita berfokus pada apa yang terkandung dalam kata-kata atau pesan yang disampaikan oleh seseorang, bukan "siapa"nya yang menyampaikannya.

Jurnalisme bukanlah semata tentang bagaimana caranya membuat media yang keren & bergengsi. Jurnalisme bukanlah tentang bagaimana caranya memuaskan pemegang saham dengan laba berlipat ganda. Jurnalisme bukanlah tentang kuli tinta yang seringkali terlihat kumal & bau karena selalu bekerja di lapangan. Jurnalisme adalah tentang agen-agen perubahan, dan tentang ujung tombak perubahan sosial. Mereka bisa menjadi pihak pertama yang memajukan & menyejahterakan, atau menggerus & menghancurkan kualitas moral sebuah bangsa.

Blog ini lahir dari kegelisahan saya akan Indonesia. Saya mencintai Tanah Air ini, dan saya ingin melihat bangsa ini menjadi bangsa yang besar, kuat dan mandiri. Semua itu diawali dari hal-hal kecil di kehidupan sehari-hari, dan diawali dari tingkatan keluarga. Bangsa yang hebat & kuat, lahir dari keluarga-keluarga yang bahagia & kuat.

Ya benar, saya hanyalah seorang penulis. Saya bukanlah pengusaha, apalagi konglomerat. Saya bukanlah selebritis. Saya hanyalah seorang idealis yang selalu gelisah untuk menyampaikan banyak kebaikan, pengetahuan dan hikmat kehidupan bagi siapa saja yang merindukannya & mencarinya. Saya melihat, saya melakukan, saya menyerap, saya mengemas, dan saya memberikannya kembali pada pembaca. Itulah yang terus saya lakukan hingga hari ini.

Tentu saja saya tidak suci, banyak berbuat kesalahan, tidak pintar dan bahkan beberapa kali mengulang kesalahan yang sama. Tapi saya yakin, bahkan dari kesalahan-kesalahan saya itu, ada sesuatu yang bisa saya bagikan pada para pembaca. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Bill Gates, pendiri Microsoft: keputusan-keputusan tepat lahir dari penyesalan akan keputusan-keputusan yang tidak tepat di masa lalu. Hal-hal baik lahir dari kesalahan-kesalahan di masa lalu yang selalu kita usahakan untuk diperbaiki terus-menerus (Continuous Improvement).

Semoga persembahan sederhana saya ini berkenan bagi para pembaca sekalian.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Kegelisahan Adalah Garda Terdepan Jurnalisme"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel