Apakah Menjadi Lelaki Harus Selalu Berantakan?

Lelaki selalu identik dengan berantakan, bau dan sembrono; terutama dalam urusan kamar tidur atau kamar kost. Kelihatannya pameo ini begitu melekat di kebanyakan lelaki di dunia ini, sehingga ada sebuah anggapan bahwa lelaki yang terlalu rapi di semua hal, sering dicurigai sebagai banci atau gay. Lelaki sejati pasti berantakan, bau dan sembrono. Saya sendiri kadang merasa heran dengan pameo-pameo seperti ini. Entahlah itu semua muncul dari jagat raya yang mana...

Buat saya pribadi, sama sekali tidak ada yang salah dengan kamar lelaki yang rapi-jali dan bersih-licin. Ketika saya melihat ruangan yang diurus oleh seorang lelaki dengan keadaan seperti itu, tidak pernah terlintas sedikit pun di pikiran saya jika lelaki tersebut banci atau gay. Karena apa? Karena untuk saya pribadi, kebersihan, kerapihan dan keteraturan itu bisa dilakukan siapa saja. Entah lelaki, perempuan, straight, gay, macho, kemayu, atau apapun lah...

Jadi merupakan sebuah kesalahan besar jika ada gender tertentu menganalogikan gender lainnya dengan kebiasaan tertentu. Misalnya ya itu tadi. Kamar seorang lelaki yang rapi-bersih dianggap tidak macho. Kamar lelaki tidak berbau rokok dianggap "kurang gagah". Jujur saja, bagi saya pameo semacam ini sudah pada tahap menjijikkan, dan saya ingin menggugatnya.

Di dunia nyata, memang benar apa yang saya jumpai adalah demikian. Dulu jaman saya kuliah, saya berani mengatakan bahwa tidak ada satupun kawan lelaki yang kost dan saya kenal, kamarnya rapi & wangi seperti kamar kost perempuan. Tidak ada. Sedangkan mayoritas kamar kost perempuan biasanya rapi dan wangi. Paling minimal rapi saja, kalaupun tidak wangi.

Nah ternyata hal-hal seperti ini terus berlanjut hingga mereka dewasa. Bahkan setelah menikah dan ketika saya bermain ke rumah kawan lelaki saya tersebut, rumahnya tidak bisa saya katakan rapi juga; terutama jika tidak ada pembantu. Karena istrinya bekerja juga, sementara anak-anaknya masih kecil, sehingga rumah yang berantakan sulit dihindari. Masalahnya adalah kawan saya ini sempat tidak bekerja kantoran selama sekitar 6 bulan. Dan beberapa kali saya bertandang ke rumahnya, berantakannya tidak berubah.


Dalam pemikiran saya, selalu ada waktu dan kesempatan untuk berbenah rumah; sesibuk apapun kita. Saya sudah menjalankan apa yang saya katakan tersebut. Sehingga ketika ada seorang lelaki memiliki banyak waktu luang dan rumahnya berantakan, saya simpulkan ada sesuatu yang salah dengan pikiran dan kejiwaannya.

Saya sendiri termasuk yang gemar sekali melakukan pekerjaan housekeeping. Apakah itu di rumah mertua, rumah orang tua sendiri, rumah kawan, rumah kontrakan apalagi rumah sendiri; saya selalu suka melakukan housekeeping. Saya suka sekali rumah yang bersih dan rapi. Tidak harus mewah, tidak harus mentereng, yang penting bersih dan rapi. Dan saya yakin sekali tidak ada yang salah dengan keinginan itu, walaupun saya lelaki sejati... ciehhh...

Saya pun teramat menyayangkan orang tua, khususnya ayah, yang tidak menanamkan cinta kebersihan dan cinta kerapihan pada anak lelakinya. Saya di sini sedang tidak membicarakan anak perempuan karena mayoritas anak perempuan cenderung lebih mudah ditanamkan nilai-nilai kebersihan dan kerapihan. Fokus saya kali ini adalah untuk anak-anak lelaki.

Jangan salah tangkap ya, saya bukanlah pengidap OCD yang tidak bisa bersentuhan dengan debu satu butir pun. Tenang saja, saya bukan berada di kubu ekstrim maniak kebersihan seperti itu...

Kalaupun ada sejumlah lokasi atau sudut rumah yang "harus" berantakan, saya memperjuangkan agar berantakan tersebut tetap terlokalisir di lokasi-lokasi tertentu saja. Misalnya: gudang. Sudah jelas, gudang seringkali sulit dibuat bersih. Tapi gudang bisa dibuat lebih rapi. Tinggal kita beli saja rak besi atau rak kayu, dan organisirlah barang-barang yang ada di dalamnya dengan baik kedalam dus, keranjang atau apapun yang bisa ditutup sehingga tidak menampung debu.

Karena apapun yang terorganisir, lebih mudah dibersihkan. Apapun yang bersih, cenderung lebih kecil resikonya menjadi sarang penyakit. Misalnya pun harus disemprot dengan obat anti-nyamuk, tinggal semprotkan saja tanpa perlu kuatir barang-barang mana saja yang tidak boleh terkena anti-nyamuk. Karena semuanya sudah tertata-rapi dan tertutup. Demikian juga ketika kita harus membersihkan gudang tersebut secara berkala. Tinggal lakukan saja dengan mudah, tanpa perlu lagi membereskan ini-itu.

Masa remaja saya cukup beruntung. Berkat kerja keras Ayah dan Ibu saya, pada suatu waktu kami sekeluarga bisa tinggal di rumah yang layak dan cukup lega. Saya bisa mendapatkan kamar sendiri, betapapun tidak terlalu besar. Namun di dalam kamar tersebut saya bisa menjadi diri saya sendiri. Semua barang saya organisir dengan rapi, saya sapu setiap hari dan pel lantainya secara berkala. Debu di atas perabotan pun sulit dijumpai. Pokoknya jika sekilas melihatnya, kebanyakan orang tidak menduga bahwa itu adalah kamar seorang remaja lelaki.

Tibalah saatnya saya tergila-gila dengan hobi elektro ketika kelas 3 SMP. Tahu sendiri kan, hobi elektro adalah hobi yang berantakan dan tidak bisa rapi. Bagaimana saya menyiasatinya? Saya meminta pada Ayah saya sebuah meja sederhana untuk mengerjakan semua pernak-pernik elektro saya. Sehingga berantakannya hobi saya itu bisa saya lokalisir di meja itu saja. Memang pada akhirnya kamar saya jadi bau timah solder dan bau papan rangkaian elektro. Tapi yang penting adalah tetap rapi. Acak-acakkan hanya terjadi di meja kerja itu saja... Sehingga saya selalu percaya diri jika ada kawan perempuan yang bermain ke rumah saya dan masuk ke kamar saya.

Ceritanya dulu ada satu kawan perempuan saya yang ingin belajar fotografi kepada saya. Pas dia datang, ruang kelas les Ibu saya sedang penuh dengan murid les. Ya akhirnya saya minta maaf padanya karena harus kursus di kamar saya yang tidak besar. Dia pun tidak keberatan. Pintu kamar tetap saya buka demi mencegah terjadinya hal yang diinginkan *ealahhh*... ha ha ha...

Nah, ketika kawan perempuan saya masuk ke kamar saya, celetukan pertamanya adalah: Pet, ini kamar kamu?

Saya jawab: Iya lah, ini kamar saya... kenapa neh emang?

Kawan saya: Asli rapi banget... saya gak pernah ngeliat kamar cowo serapi kamar kamu...

Langsung hati saya melambung, hidung terangkat, muka memerah padam, dan... dan... untungnya saya tetap aman-terkendali... :)))

Dengan menahan rasa ge-er, saya berkata bahwa saya memang suka sekali kamar yang rapi dan bersih... ehemmm...

Lalu kawan perempuan saya penasaran dengan buku-buku yang saya baca. Saya dari dulu memang suka sekali membaca dan mengoleksi buku-buku, dan saya taruh mereka dengan rapi di meja belajar saya.

Lalu dia kembali menyeletuk: Koleksi buku kamu ada yang lucu Pet...

Saya: Wah yang mana tuh? Lucu apanya? Perasaan koleksi buku saya topiknya berat dan serius semua...

Kawan saya: Itu... (sambil menunjuk sebuah buku kecil berjudul "Panduan Berciuman" - itu buku memang membicarakan tentang trik-trik ciuman)

Saya: Hadeuhhh (sambil kembali memerah mukanya)... Idih saya jadi malu deh, ha ha ha...

Kawan saya: Halah santai aja Pet (sambil tersenyum)... saya asik-asik aja koq sama buku apa saja...

Setelah saling tersipu, saya lanjutkan dengan sesi privat ilmu fotografi... Yah hanya beberapa jam saja dan dia pun tidak membawa kamera, akhirnya saya kasih pegang kamera saya. Tapi ya hanya bisa belajar kulit-kulit luar Basic Photography saja pada akhirnya.

Singkat cerita, di masa sekarang, kawan perempuan saya tersebut sudah memiliki perusahaan biro desain grafis sendiri. Namanya sudah terkenal ke sejumlah kalangan desainer grafis kelas atas dan korporat besar, dan sudah sering mengisi beberapa seminar. Dulunya memang dia mengambil kuliah jurusan desainer grafis. Bahkan sejak di sekolah, dia sudah sangat mahir menggambar.

Sehingga tidak mengherankan jika dia terkesan dengan kebersihan dan kerapihan. Suaminya sekarang pun tipe lelaki yang bersih dan rapi, bukan tipe seniman yang bau dan berantakan, ha ha ha...

Nah, setelah saya berkarier di Jakarta, saya mendapati sebuah fenomena bahwa para pria metroseksual (pria yang perawatan dirinya sudah setingkat dengan perempuan sosialita) dan pria gay adalah dua golongan lelaki yang maniak sekali dengan kebersihan dan kerapihan. Sehingga saya baru paham, kenapa kebanyakan lelaki di kota besar tidak ingin dilihat terlalu necis, terlalu rapi dan serba wangi. Mungkin kuatir disangka gay, he he he...

Tapi itu semua tidak mengubah satu milimeter pun prinsip saya akan kebersihan dan kerapihan. Walaupun tanpa pembantu, walaupun istri saya sibuk dengan pekerjaannya, walaupun punya bayi atau anak kecil; saya rela berlelah-lelah setiap harinya demi mewujudkan kebersihan dan kerapihan di rumah kami. Karena apa?

Karena kebersihan berarti resiko yang kecil akan datangnya penyakit. Jika anak-anak kami sehat, bukankah saya yang juga menuai hasilnya? Kami jadi tidak perlu repot dengan anak yang sedikit-sedikit sakit, harus ke dokter, harus minum obat ini-itu, dan lain sebagainya.

Dalam pemikiran saya, jauh lebih masuk akal jika saya berepot-repot dan berlelah-lelah membersihkan dan merapikan rumah, ketimbang saya repot dan lelah dengan urusan penyakit yang menghinggapi anak karena rumah yang jorok dan banyak potensi penyakitnya.

Betapapun waktu itu rumah kami masih mengontrak, kami percaya diri saja ketika ada kawan yang mau bertandang ke rumah kami untuk bermain. Memang rumah kontrakan kami tidak besar, tidak mewah; tapi bersih dan rapi. Kesan para tamu pun demikian. Kami sekeluarga juga pernah tinggal di kost keluarga. Prinsip kebersihan dan kerapihan pun sama saya terapkan dengan penuh kesungguhan.

Jika kita sebagai orang tua, khususnya bagi para ayah, berhasil menanamkan cinta kebersihan dan kerapihan pada anak-anak kita, maka anak-anak kita tersebutlah yang kelak akan menuai buahnya. Mereka akan mudah beradaptasi hidup di mana saja, dan kecil kemungkinan mereka akan tergantung dengan pembantu.

Kebebasan sejati dimulai dari kebebasan dalam diri kita sendiri untuk tidak tergantung pada siapapun dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang mendasar. Gunakanlah kekuatan orang lain atas pekerjaan-pekerjaan yang memang benar-benar tidak dapat kita kerjakan sendiri. Itulah efisiensi dan efektivitas.

Karena saya mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri, saya menjadi bebas dari pengaruh pembantu. Setiap sehabis Lebaran, News Feed Facebook saya pasti dipenuhi oleh celotehan kawan-kawan saya yang mengeluhkan pembantu yang tidak kembali dari kampung, atau yang depresi mencari pembantu. Saya sih senyum-senyum saja melihatnya...

Itulah yang selama ini saya tanamkan pada anak-anak saya. Hasilnya adalah ketika anak sulung saya bersekolah di asrama dan harus melakukan segalanya sendiri, anak saya tidak masalah sama sekali. Justru ia dikenal sebagai anak yang paling disiplin dalam mencuci, mengeringkan dan menyetrika pakaian-pakaiannya; betapapun itu semua dilakukan tanpa mesin cuci dan tanpa mesin pengering pakaian. Melihat anak sulung saya, saya optimis sekali dia bisa hidup di manapun dia mau, tanpa harus kuatir tergantung dengan siapapun.


Menjadi Seniman Tidak Harus Bau & Berantakan
Ada sebuah pameo yang mengatakan bahwa seniman hebat itu berantakan, bau, gondrong tanpa keramas seminggu, dan gitu-gitu deh...

Nah masalahnya saya sudah banyak dan sering melihat, seniman hebat di bidang apapun, tampil begitu mempesona. Mereka bersih, rapi, modis, wangi dan tidak canggung berbicara di depan publik. Mereka hidup dengan kondisi finansial di atas awan, dan kawan-kawannya berasal dari kalangan terpelajar. Lihat saja cerita saya tentang kawan perempuan saya yang ingin belajar fotografi tadi, beberapa paragraf di atas.

Lalu mengapa masih ada yang merasa bahwa seniman hebat itu harus kumal, bau, kotor dan menyedihkan? Saya heran sekali dengan pameo-pameo semacam ini.

Percayalah... percayalah... kita bisa menjadi orang sehebat apapun, dan tetap bersih, rapi dan enak dilihat. Tidak memalukan ketika diajak jalan bersama, makan siang bersama atau berfoto bersama.

Adalah salah besar jika para pembaca menduga saya sebagai penggemar kemeja tangan panjang, dasi dan celana bahan plus sepatu kulit. Kantoran banget kesannya...

Salah besar... salah besar...

Saya adalah penggemar berat kaos polo (kaos berkerah), celana jins atau korduroy, sepatu keds / suede, dan tas ransel. Kebetulan selama ini pekerjaan saya memungkinkan saya untuk mengenakan gaya berpakaian seperti itu.

Sudah ada beberapa orang yang mengatakan bahwa di dalam gaya saya tersebut, saya tetap bisa tampil rapi dan bersih. Mungkin tidak selalu bisa wangi, karena sehari-harinya saya banyak menggunakan angkot, ojek, Kopaja, Busway hingga kereta listrik. Namun saya selalu menjaga minimal kerapihan dan kebersihan saya. Maka dari itu di dalam ransel saya selalu tersedia tisu kering, tisu basah, pakaian dalam ganti, pakaian luar ganti, parfum semprot dan sejumlah hal lain yang bisa tetap menunjang saya beraktivitas walaupun misalnya saya kehujanan atau seharian bergaul dengan ojeg.

Bagi saya, kebersihan dan kerapihan adalah masalah kemauan dan niat saja. Jika kita sudah niat dan mau melakukannya, maka bersih dan rapi dapat melekat pada apapun yang kita kenakan. Walaupun memang saya akui akan lebih mudah menjadi bersih dan rapi ketika kemana-mana kita menggunakan mobil, namun seringkali tidak perlu selalu harus naik mobil kemana-mana juga untuk tetap bersih dan rapi. Sekali lagi, kembali lagi ke niat dan kemauan.

Tentu saja saya bisa rapi serapi-rapinya ketika menggunakan kemeja tangan panjang, dasi dan celana kain bergaya resmi. Tapi itu bukanlah gaya saya yang sesungguhnya.

Satu hal lagi sebagai penutup terakhir dari artikel ini. Dengan bersih dan rapi, kita sudah terlebih dahulu menghargai orang lain yang akan berhubungan dengan kita. Selama kita masih membutuhkan orang lain untuk hidup, sama sekali tidak ada salahnya untuk selalu bersih dan rapi, baik atas penampilan diri kita maupun atas lingkungan dimana kita berada.

Ada beberapa milyarder yang gemar mengenakan kaos butut, celana pendek dan sandal kemana-mana. Jelas dia bisa melakukan itu, karena taraf hidupnya sudah jauh diatas rata-rata. Namun sebagai perspektif tambahan, saya justru jauh lebih banyak berjumpa dengan pebisnis sukses dan milyarder juga, yang gaya berpakaiannya pantas, layak dan enak dilihat. Sama-sama milyarder, manakah yang akan kita ikuti gayanya? Masalah pilihan pribadi saja...

Ketika kita bisa menghargai orang lain, orang lain pun cenderung lebih mudah untuk menghargai kita. Dari saling menghargai tersebut, mudah sekali timbul berbagai hal positif lainnya dalam hubungan-hubungan kita dengan manusia lainnya.


Kesimpulan dan poin-poin penting dari artikel ini adalah:

1. Kebersihan dan kerapihan adalah hak sekaligus kewajiban semua orang tanpa kecuali. Mereka adalah bagian terpenting dalam hidup manusia pada umumnya; manusia yang berkeadaban. Apalagi ketika kita sudah memiliki anak, khususnya bayi, kebersihan adalah hak azasi sang bayi tersebut. Hidup jorok dan sembrono sehingga membahayakan kesehatan sang bayi, sesungguhnya adalah pelanggaran Hak Azasi Manusia juga.

2. Kebersihan adalah sebagian dari iman. Saya berani mengatakan bahwa kebersihan merupakan sebagian besar dari iman. Karena apa? Karena berawal dari kebersihan, kita bisa melakukan banyak hal lain yang positif, produktif dan bermanfaat bagi orang lain.

3. Kebersihan dan kerapihan berawal dari rumah. Dari rumah. Bukan dari tempat lain. Dari rumah... tak peduli apakah rumah mertua, rumah orang tua, kost, karavan, rumah kontrakan atau rumah milik sendiri.

4. Kebersihan dan kerapihan rumah samasekali bukanlah monopoli kewajiiban kaum perempuan saja tetapi kaum lelaki juga WAJIB menjaganya. Lelaki punya kewajiban yang SAMA dengan kaum perempuan untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah.

5. Termasuk untuk menanamkan cinta kebersihan dan kerapihan pada anak-anak, pihak lelaki / ayah juga WAJIB melakukannya. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan MELAKUKANNYA terlebih dahulu. Lelaki yang jiwanya memang cinta kebersihan dan kerapihan, dapat dengan mudah mengajarkannya pada anak-anaknya tanpa perlu banyak kata.

6. Kebersihan pangkal kesehatan. Yang masih menyangkal kebenaran semboyan ini, saya ragukan kewarasan otak dan jiwanya.

7. Bersih dan rapi tidak selalu harus mewah, necis dan mentereng. Tidak butuh biaya besar untuk bersih dan rapi. Yang merasa bahwa bersih dan rapi itu butuh banyak biaya, saya tidak paham bagaimana dulu didikan orang tua mereka terhadap mereka.

8. Lelaki yang bersih dan rapi itu wajar-wajar saja. Tidak ada hubungannya dengan banci atau gay, untuk menjadi bersih dan rapi.

Itulah pemikiran dan jiwa yang sehat dari seorang insan manusia. Kesehatan jiwa dan pikiran seorang insan manusia, diawali dari kecintaan akan kebersihan dan kerapihan.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Apakah Menjadi Lelaki Harus Selalu Berantakan?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel